1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jelang Pemilu, Iran Perketat Sensor Internet

29 Februari 2012

Iran menggiatkan pengejaran terhadap aktivis internet. Polisi siber mengawasi jejaring sosial dan blog. Rezim mengkhawatirkan gelaran protes menjelang pemilihan parlemen.

https://p.dw.com/p/14Bpy
Foto: fotolia/mezzotint

Terjadi peningkatan aksi penangkapan terhadap blogger, aktivis internet, dan serangan terhadap portal pesan singkat internet Twitter menjelang pemilihan parlemen di Iran. Hal tersebut dilaporkan Amnesty International sebagai aksi pengejaran terhadap pendukung oposisi. Dalam laporan terbaru yang dirilis Amnesty, disebutkan bahwa terjadi pula peningkatan tekanan terhadap pengguna internet di Iran. Amnesty menemukan bahwa rezim Ahmadinejad menggunakan metode baru pengawasan guna mencegah gerakan perlawanan terhadap pemilihan parlemen melalui internet.

"Kepolisian Siber yang baru dibentuk memaksa pemilik warung internet sejak sebulan lalu untuk memasang kamera pengawasan dan menyimpan identitas pelanggannya," demikian dilaporkan Amnesty International.

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Muhammad Mustafa Nadjar menjelaskan bahwa semua aktivitas online dan di jejaring sosial yang menyerukan boikot pemilu dinyatakan melanggar hukum. Ehsan Nourozi, aktivis web Iran dari Teheran yakin, "Pemerintah melakukan pembersihan jaringan disiden dan pendukung oposisi. Mereka ingin mencegah agar internet tidak menjadi alat perlawanan."

Aksi Sensor "Internet Halal"

Setelah pemilihan presiden Iran 2009 yang kontroversial dan Revolusi Musim Semi Arab, rezim di Teheran menancapkan kekuasaan mereka di blog dan jejaring sosial. Sejak beberapa tahun lalu negara itu menggodok "sistem penyaringan" rumit untuk sensor laman-laman internet. Blokir akses, pengurangan kecepatan internet, dan penangkapan aktivis web serta pemblokiran laman internet bertujuan mencegah pengguna Iran mengakses sumber informasi yang tidak tersensor.

Contoh profil Facebook yang diblokir Kepolisian Siber Iran.
Contoh profil Facebook yang diblokir Kepolisian Siber Iran.Foto: Facebook

Selama ini pengguna internet Iran bisa menghindari sensor dengan menggunakan piranti lunak "anti penyaringan", jasa VPN atau masuk "terowongan". Tapi sekarang banyak dari jasa tersebut berhasil diblokir pemerintah. Pemerintah Iran juga memblokir Gmail, Yahoo, Youtube dan laman internet yang „diacak“. Langkah ini merupakan bagian aksi "Internet Halal" (jaringan tanpa "konten yang tak bermoral") yang dilancarkan rezim sejak awal tahun 2011. Tindakan itu diharapkan bisa memutus akses pengguna Iran terhadap laman internet luar negeri.

Pemerintah Iran secara berkelanjutan meningkatkan tindakan pengawasannya sejak pemilihan presiden 2009, kata Ehsan Norouzy. Tapi baru kali ini dilakukan pengetatan internet semacam itu. "Dengan begitu rezim berusaha untuk perlahan memutuskan hubungan antara warga dan internet."

Konten yang Kurang "Menggigit"

Semua tindakan tersebut tidak bisa membungkam aksi perlawanan di dunia maya. Sejak beberapa pekan terakhir, aktivis internet, melalui blog, Facebook atau Twitter, menyerukan warga Iran untuk memboikot pemilu.

Warga Iran di warung internet.
Warga Iran di warung internet.Foto: AP

Tapi bukan berarti sensor internet di Iran bisa berhasil diakali aktivis. Blogosfer Iran yang tetap hidup di tengah sensor dan penangkatan aktivis pascaprotes 2009, paling menderita akibat pengetatan itu. Blogger dan aktivis Iran Arash Abadpour yakin, peningkatan pengawasan terbaru dan pembatasan teknis internet berpengaruh buruk pada blogosfer. "Karena takut diawasi dan dihukum, banyak blogger yang tidak berani mengambil risiko. Akibatnya mereka memproduksi lebih sedikit konten yang kritis."

Mahasiswa Iran Amir Shafizade sejak empat tahun terakhir ini mengelola laman internet yang mengomentari tema politik dan masyarakat dengan gaya satire. Laman itu memiliki 200.000 anggota dan juga membuka profil di Facebook. Penindasan rezim Iran juga berpengaruh pada aktivitas jejaring sosial. "Para pengguna lebih menahan diri," kata Amir. "Dulu beberapa artikel kami bisa diklik hinggal 100.000 kali, kini kami mencatat, jumlah klik maksimal 30.000."

Diskusi Oposisi Tidak Dipahami Warga

Sebagian besar dari 30 juta pengguna internet Iran relatif muda, berusia antara 25 hingga 35 tahun. Sebagian dari mereka yang juga aktivis web oposisi kenal betul teknologi terbaru  dan bisa mengakali sensor. Namun mereka tidak bisa mewakili semua para pengguna, kata Amir Shafizade. "Diskusi di jaringan para pakar ini, dan juga semangat mereka, tidak bisa sampai di masyarakat. Karena mereka membicarakan hal yang tidak dipahami rata-rata pengguna."

Agar tidak memperbesar kesenjangan itu, Amerika Serikat dan beberapa negara barat lainnya mendukung pembangunan "jaringan bayangan". Itu adalah teknologi yang memungkinkan komunikasi antara aktivis internet oposisi dan pengguna biasa internet.

Jika intensitas sensor internet terus ditingkatkan, tekanan justru memicu pendukung oposisi yang aktif di internet melanjutkan aksinya di dunia nyata, kata Amir. Ia mencontohkan, "Kalau adik saya tidak bisa lagi bertukar pikiran lewat Faceboook, ia akan membujuk orang tua kami untuk tidak pergi ke pemilu." Menurutnya, generasi orang tua mereka juga sudah melancarkan perlawanan, tanpa bantuan Facebook dan Twitter.

Yalda Kiani/Luky Setyarini

Editor: Yuniman Farid