1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

"Jangan Biarkan Penjara Jadi Ajang Propaganda Jihadis"

21 Februari 2019

Jerman harus mencegah radikalisasi agama di penjara-penjaranya, kata Michael Kiefer, dosen tentang Radikalisasi dan Salafisme di Universitas Osnabrück kepada DW.

https://p.dw.com/p/3Dmw7
Seelsorge im Gefängnis
Foto: picture-alliance/dpa/D. Naupold

Banyak warga Eropa, termasuk dari Jerman, yang pergi ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan kelompok teror ISIS. Ketika ISIS kalah, ratusan dari mereka ditahan di wilayah-wilayah yang dikuasai kelompok Kurdi di Suriah utara. Pihak Kurdi kini ingin agar negara-negara Eropa memulangkan mereka ke negaranya masing-masing. Tapi kalangan politisi dan pakar keamanan Eropa khawatir, hal itu akan memperbesar potensi radikalisasi di penjara-penjara. Michael Kiefer, ahli Salafisme dan Radikalisasi yang mengajar di Universitas Osnabrück menerangkan, itu memang ancaman yang nyata. Berikut petikan wawancaranya dengan DW:

DW: Jika Anda melihat ancaman terorisme Islam di Eropa dalam beberapa tahun terakhir, apakah penjara memang berpotensi menjadi tempat radikalisasi?

Islamwissenschaftler Michael Kiefer Porträt
Michael KieferFoto: DW/M. von Hein

Michael Kiefer: Dari pengalaman kami di Eropa Barat selama ini, ya. Lihat saja orang-orang yang membunuh 130 orang di Paris pada 13 November 2015 - mereka dipenjara berulang kali, mereka sedikit banyak berkenalan dengan para jihadis di penjara. Di sana, para jihadis menggunakan agama untuk membuktikan bahwa mereka siap menghadapi kekerasan dan kriminalitas, dan dari sanalah mereka memulai aksi serangan mereka. Dalam hal itu, penjara adalah lembaga yang sangat bermasalah.

Kelompok ISIS sekarang sedikit banyak sudah dikalahkan (di Suriah). Dan ada beberapa ratus jihadis dan simpatisan ISIS yang diharapkan kembali ke Jerman dari wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh ISIS, kebanyakan dari mereka mungkin akan masuk penjara di sini.

Bisakah orang-orang ini memicu radikalisasi atau jihad di penjara?

Mereka pasti bisa. Kita harus berasumsi bahwa beberapa tokoh senior akan kembali, dan tekad mereka tidak tergoyahkan. Mereka akan terus gelisah di penjara. Bahkan, mereka akan melihat penjara sebagai tempat rekrutmen yang sangat baik, dan tentu saja mereka akan mencoba mendekati rekan tahanan mereka. Jadi lembaga peradilan disarankan untuk tidak memberikan mereka wadah untuk melakukan agitasi sejak awal.

Di negara bagian Nordrhein-Westfalen (NRW), hampir 25 persen tahanan adalah Muslim. Lalu apakah penjara Jerman punya metode untuk mencegah radikalisasi?

Saya meragukan itu. Kita kurang spesialis yang terlatih, termasuk pekerja sosial yang akrab dengan fenomena ini, dan yang bisa bekerja dengan para tahanan sesuai latar belakang mereka. Penjara tidak punya orang-orang seperti ini, sebenarnya mereka perlu melakukan pendidikan dan pelatihan. NRW setidaknya mengakui bahwa masalah itu ada. Kementerian Kehakiman NRW sudah meluncurkan sebuah program, tetapi saya tidak dapat mengatakan seberapa sukses program itu.

Banyak orang yang ketika masuk penjara, bukan termasuk orang yang sangat taat beragama. Tepai mereka menjadi radikal selama di pendajara. Apakah penempatan seorang Imam di penjara-penjara bisa membantu mencegah berkembangnya ideologi jihadis??

Itu sangat mungkin. Bimbingan spiritual yang dipikirkan dengan matang di penjara selalu bisa menjadi bagian dari dukungan psikososial yang tepat. Kita harus mengasumsikan bahwa orang yang masuk penjara sebenarnya sudah mengalami krisis besar, sehingga bantuan dan dukungan memang sangat dibutuhkan. Kita harus bertanya pada diri sendiri mengapa para jihadis begitu berhasil meradikalisasi orang lain di penjara. Itu karena mereka memiliki sesuatu untuk ditawarkan kepada narapidana muda, yang tidak ditawarkan pihak penjara. Berbeda dengan para jihadis, pegawai penjara tidak memotivasi tahanan, atau menepuk punggung mereka jika mereka berhasil melakukan sesuatu.

Para penyebar ideologi jihadis menawarkan model identitas yang lengkap, sambil menawarkan persahabatan dan dukungan, bahkan sampai masa di luar penjara.

Wawancara dengan DW dilakukan oleh Esther Felden dan Matthias von Hein