1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Janda Korban Insiden Balibo Bersaksi

8 Juli 2010

Usia lanjut bukan halangan bagi Shirley Shackleton, yang pada hari Kamis (08/07) bersaksi di Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN.

https://p.dw.com/p/OED6
Malcolm Rennie, salah satu korban tewasFoto: dpa

Janda mendiang wartawan Australia Greg Schakleton, yang tewas bersama empat wartawan asing lainnya dalam peristiwa Balibo tahun 1975 itu, dihadirkan ke PTUN, terkait dengan gugatan Aliansi Jurnalis Independen AJI tanggal 3 Maret lalu terhadap pelarangan pemutaran film Balibo Five oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Pelarangan ini dianggap memasung dan mencederai hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya.

Shirley, Saksi Terakhir

Shirley Shackleton merupakan saksi terakhir yang diajukan Aliansi Jurnalis Independen AJI dalam gugatan di PTUN atas pelarangan peredaran film Balibo Five di Indonesia oleh Lembaga Sensor Film LSF.

Australien untersucht Journalistentod in Osttimor
Pos peristirahatan para wartawan tersebut sebelum insiden terjadiFoto: dpa

Dalam kesaksiannya, janda mendiang wartawan Australia Greg Schakleton tersebut, di PTUN menyampaikan bahwa film tentang pembunuhan suaminya dan empat wartawan asing lain dalam peristiwa Balibo, telah dibuat dengan riset mendalam. Kesaksian Shirley , disampaikan kembali oleh Wahyu Djatmika dari AJI Jakarta: „terdapat sekitar 60 buku akademis tentang apa yang sebenarnya terjadi di Balibo, kemudian ada penyelidikan koroner dari pengadilan New South Wales, di Sidney yang juga menemukan fakta yang menjadi dasar dari pembuatan film itu.“

Shirley: Ini Bukan Balas Dendam

Ditambahkan oleh Wahyu, Shirley Shackleton yang kini berusia 78 tahun itu menyampaikan kesaksiannya di pengadilan, dengan jernih, tanpa emosional: „Beliau tahu proses pembuatan film Balibo dan proses pembunuhan suaminya. Ini bukan membalas dendam, tapi mencari akuntabilitas atas pembunuhan suaminya.“

Sebelumnya AJI menghadirkan dua pakar kebebasan berekspresi: Leo Batubara dan Ratna Sarumpaet dan mantan perwira Kopassus Gatot Purwanto yang membenarkan terjadinya eksekusi oleh TNI terhadap kelima wartawan asing itu.

AJI Optimistis

Dua pekan mendatang agenda sidang akan diwarnai dengan kesimpulan masing-masing pihak, baik dari AJI maupun LSF, yang kemudian disusul keputusan apakah larangan peredaran film Balibo Five akan dicabut atau tidak. Wahyu Djatmika dari AJI Jakarta optimistis gugatan AJI akan berhasil. Karena menurut AJI, pemutaran film Balibo ini penting untuk memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia mengenai peristiwa tersebut, dari sudut pandang berbeda dari apa yang disampaikan pemerintah Indonesia selama ini. Film tersebut juga menjadi peringatan bahwa pembunuhan terhadap jurnalis harus diusut tuntas dengan mengadili pelakunya: „Larangan atas sebuah film atau karya seni dan ekspresi seni merupakan bagian dari masa lalu kita. Di Indonesia yang demokratis harusnya tak terjadi lagi.“

Australien untersucht Journalistentod in Osttimor FREIES FORMAT
Para korbanFoto: dpa

Peristiwa pembunuhan lima jurnalis Australia itu diangkat ke film oleh sutradara Australia, Rob Conolly dengan judul Balibo Five. Film itu bercerita tentang terbunuhnya lima jurnalis di Balibo, wilayah perbatasan di Timor Leste pada tahun 1975, saat meliput masuknya tentara Indonesia ke Timor Leste. Lima wartawan asing yang berbasis di Australia itu, terdiri dari Greg Shackleton dan Tony Steward yang berkewarganegaraan Australia, Brian Peters dan Malcolm Rennie asal Inggris dan Gary Cunningham yang berasal dari Selandia Baru. Pemerintah Indonesia menyatakan mereka tewas tertembak ketika terjadi kontak senjata. Namun laporan koroner Pengadilan Negara Bagian New South Wales Australia menyimpulkan lima wartawan itu dibunuh TNI. Perwira yang kerap disebut-sebut diduga terkait dengan insiden itu adalah mantan menteri penerangan Yunus Yosfiah, namun berulangkali ia menyanggah tudingan tersebut.

Ayu Purwaningsih

Editor : Hendra Pasuhuk