1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jalan Buntu Energi Hidroelektrik

30 September 2021

Energi air dulu diyakini jalan keluar dari jerat emisi. Namun banjir dan kekeringan esktrem akibat pemanasan global memangkas kapasitas bendungan hidroelektrik secara permanen, dan mendorong kembalinya energi fosil.

https://p.dw.com/p/414wU
Ketinggian air di Danau Arizona tercatat mencapai level terendah pada Agustus lalu.
Ketinggian air di Danau Arizona tercatat mencapai level terendah pada Agustus lalu.Foto: John Loche/AP Photos/picture alliance

Badai belum berlalu di selatan Malawi, Afrika. Sejak dilanda Siklon Idai pada 2019 lalu, produksi listrik belum sepenuhnya pulih. Kapasitas dua bendungan raksasa yang di waktu normal mencapai 320 megawatt, berkurang drastis menjadi hanya 50 MW akibat rusak diterjang air.

Untuk mengisi kekurangan, pemerintah menginstruksikan produsen listrik untuk menggenjot penggunaan batu bara atau gas alam. Industri manufaktur juga diminta mengurangi konsumsi listrik untuk menghindari pemadaman bergilir.

"Ketika kita berbicara tentang energi hidroelektrik, kita berbicara tentang volume air yang cukup untuk memproduksi listrik,” kata Kristen Averyt, Guru Besar Ketahanan Iklim di Universitas Nevada, AS. "Jadi apa yang akan digunakan buat menggantikan energi hidroelektrik?.”

Perubahan iklim membuat perilaku sungai menjadi kian sulit diprediksi. Di negara lain, kekeringan ekstrem mendorong kembalinya penggunaan energi fossil. Ilmuwan mewanti-wanti agar produsen listrik mempersiapkan diri menghadapi penyusutan jangka panjang.

Kelumpuhan pada produksi energi air bisa mempersulit upaya internasional keluar dari jerat emisi. Bendungan hidroelektrik memiliki kontribusi pada sekitar 16 persen produksi listrik di dunia, tulis Badan Energi Internasional (IEA).

Perang Air di Himalaya

Terutama bencana kekeringan tahun ini di Brasil dan barat Amerika Utara memicu gangguan terbesar pada produksi hidroelektrik dalam satu dekade terakhir. Sementara Cina masih belum pulih dari bencana kekeringan tahun lalu yang melumpuhkan produksi listrik di Provinsi Yunnan. 

Kekeringan dan pemborosan air

Di Kalfornia, AS, otoritas lokal Agustus lalu menghentikan operasi bendungan berkapastas 750 MW di Danau Oroville. Penyebabnya adalah ketinggian air yang mencapai level terendah sejak pertamakali dibangun pada 1967. Dalam kapasitas normal, bendungan ini memasok listrik untuk setengah juta rumah tangga.

Nasib serupa mengancam bendungan lain di Danau Shasta. Produksi listrik di bendungan air terbesar di Kalifornia itu turun sebanyak 30 persen, kata Cary Fox, Direktur Biro Reklamasi di Kalifornia. Bendungan di sana biasanya berkapasitas 710 MW, kini hanya berkisar di 500 MW.

Buntutnya Gubernur Kalifornia, Gavin Newsom, memerintahkan konsumen mulai menggunakan generator diesel buat memproduksi listrik. Hal ini dikecam pegiat lingkungan yang mengkhawatirkan polusi udara jelang musim dingin.

Departemen Energi mengaku saat ini sedang mengkaji metode baru untuk menyimpan air dengan lebih efektif di bendungan, terutama untuk menghadapi musim kering.

Situasi serupa bisa diamati di Brasil, di mana kapasitas produksi hidroelektrik dipangkas menjadi hanya tinggal 60 persen, menyusul kekeringan cukup parah. Saat ini ketinggian air di berbagai bendungan mencapai level terendah dalam 91 tahun terakhir, kata Kementerian Pertambangan dan Energi.

Atas dasar itu, pemerintah di Brasilia membidik gas alam sebagai sumber energi pengganti. Peningkatan kapasitas produksi dirasa perlu, terutama setelah otoritas energi menaikkan harga listrik sebanyak 52% pada Juli silam akibat kekeringan.

Petaka Air di Sungai Suci

"Orang selalu berpikir air tidak akan habis. Tapi realitanya kan tidak,” kata Jose Marengo, seorang ilmuwan iklim di pusat pemantauan bencana milik pemerintah. Hingga 2030, Brasil masih akan memproduksi 49% kapasitas energinya dari energi hdiroelektrik.

Bendungan panaskan sengketa air

Bencana kekeringan memangkas kapasitas listrik di Provinsi Yunnan, Cina, tahun lalu, dan menyudutkan Beijing yang menetapkan kuota batu bara demi neraca iklim yang lebih baik. Produksi di bendungan-bendungan hidroelektrik menurun sebanyak 30%, dan belum sepenuhnya pulih hingga kini.

Yunnan bertanggungjawab atas seperempat volume produksi hidroelektrik Cina. Provinsi itu menjadi lokasi utama industri peleburan alumunium yang mengkonsumsi energi dalam jumlah besar. Sejak awal tahun, pemerintah provinsi membatasi jatah listrik. Akibatnya sejumlah pabrik terpaksa tutup.

Sebuah studi yang dirilis baru-baru ini oleh Universitas Nanjing, memastikan adanya dampak perubahan iklim dan kenaikan temperatur udara terhadap produksi energi air di Yunnan. Model yang mereka kembangkan menunjukkan pengurangan drastis curah hujan dan salju selama musim kering, dan peningkatan di musim hujan.

Untuk mengatasi perbedaan volume air yang lebar, mereka mengusulkan agar pemerintah membangun lebih banyak kolam penampungan air dan bendungan.

Namun pengalihan air untuk disimpan bisa memicu kekeringan di tempat lain. Menurut ilmuwan, bendungan penyimpanan air milik Cina di hulu Sungai Mekong, Yunnan, bertanggungjawab atas penyusutan volume air di hilir. 

Akibatnya kelangkaan air mulai rajin dilaporkan di negara-negara di hilir Mekon, yakni Thailand, Kamboja dan Myanmar.

rzn/as (Reuters)