Jalan Berliku PLTU Batu Bara Cirebon-1 Menuju Pensiun Dini
25 September 2024Kesepakatan penutupan awal pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon-1 yang berkapasitas 660 megawatt dan dioperasikan dengan batu bara ini tampaknya masih menemui jalan berliku. Pemerintah di Jakarta khawatir biaya untuk mengganti pembangkit ini dengan energi terbarukan dapat mencapai $1,3 miliar.
Upaya penutupan pembangkit Listrik batu bara ini dilakukan berdasarkan Just Energy Transition (JETP) atau Kemitraan Transisi Energi yang Adil, yang terdiri dari Indonesia, Senegal, Afrika Selatan, dan Vietnam.
Kemitraan ini menyerukan investasi, hibah, dan pinjaman miliaran dolar dari anggota G7, bank multilateral, dan pemberi pinjaman swasta untuk membantu bertransisi ke ekonomi rendah karbon.
Pemangkasan emisi dari batu bara, bahan bakar fosil yang paling kotor, dipandang sebagai elemen penting jika dunia ingin mencegah dampak terburuk perubahan iklim.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Pemerintah yang baru akan mulai menjabat pada bulan Oktober nanti dan hal itu dapat semakin memperlemah peluang tercapainya kesepakatan mengenai Cirebon-1 sebelum pergantian pemerintahan.
"Jika tidak ditandatangani sebelum 20 Oktober, saya khawatir masalah ini akan terabaikan," kata Fabby Tumiwa, pakar energi terbarukan dan anggota tim teknis yang memberi masukan tentang JETP.
Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mulai menjabat pada tanggal tersebut. Namun sejauh ini Prabowo belum mengomentari rencana penutupan ini dan jarang membahas kebijakan energinya.
Tim Prabowo belum memberikan komentar terkait hal ini. Awal September, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah sedang berusaha untuk merampungkan kesepakatan Cirebon secepat mungkin, tanpa memberikan rincian.
Berdasarkan kesepakatan JETP, negara-negara kaya menjanjikan dana $20 miliar untuk membantu Indonesia dalam transisi energi. Kenyataannya, hanya sedikit dari dana itu yang telah dicairkan. Sejauh ini, Indonesia mendapatkan alokasi dana terbesar dibandingkan dengan negara lain.
Pejabat khawatir jadi kasus hukum
David Elzinga, pemimpin tim untuk program Mekanisme Transisi Energi (ETM) regional di Bank Pembangunan Asia (ADB) tengah mengerjakan skema penghentian awal pengoperasian PLTU Cirebon-1. Ia mengatakan tengah mengupayakan kesepakatan yang mengikat yang dapat diterima oleh pemerintahan saat ini maupun yang akan datang.
Kesepakatan di Cirebon sangat penting bagi program ini karena ADB berencana melakukan kesepakatan serupa di negara lain, seperti Vietnam dan Filipina, serta di pembangkit lainnya di Indonesia.
Guna mencapai tujuan ini, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan operator pembangkit PT Cirebon Electric Power (CEP) perlu mencapai kesepakatan pembelian listrik baru. Kesepakatan inilah yang belum berhasil dicapai hingga Juli 2024, kata Direktur CEP Joseph Pangalila.
PLN mengatakan, kebutuhan akan perlindungan hukum yang lebih kuat dan peta jalan yang jelas untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara adalah masalah utama. Hal ini mengingat biaya pembangkitan listrik dapat meningkat hingga nyaris 90%.
Para direktur PLN juga khawatir kesepakatan tersebut dapat membuat mereka terjerat tuntutan pidana di masa mendatang apabila penyidik antikorupsi melihat transaksi tersebut merugikan negara, kata Fabby Tumiwa.
"Kalau tidak hati-hati, beberapa orang bisa mendapat masalah karena ini bisa menimbulkan apa yang disebut kerugian negara," katanya.
Pada bulan Juni, seorang mantan kepala eksekutif perusahaan energi negara, PT. Pertamina, dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara karena menandatangani kontrak gas jangka panjang. Pengadilan menilai langkah ini sebagai tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar $114 juta.
Kesepakatan Cirebon-1 akan jadi percontohan
"Kami sangat ingin agar ini segera terlaksana, tapi di saat yang sama, sangat penting untuk melakukan transaksi pertama sebaik mungkin," kata Ramesh Subramaniam, Direktur Jenderal ADB.
Sejumlah bank swasta disebut telah siap berinvestasi dan serangkaian transaksi baru juga dapat dimulai setelah kesepakatan Cirebon-1 selesai. ADB juga telah meninjau kemungkinan penutupan sekitar 30 PLTU lainnya di Indonesia, katanya.
"Meskipun butuh waktu, kami telah belajar banyak ... dan kami merasa sangat jelas bahwa peralihan berikutnya akan berlangsung jauh lebih mudah."
Cirebon-1 sebenarnya adalah pembangkit listrik yang terbilang baru dan mulai beroperasi di tahun 2012. Dengan adanya kesepakatan ini, pembangkit listrik tersebut berarti akan berhenti beroperasi pada tahun 2035, bukannya tahun 2042 seperti yang semula direncanakan.
Meskipun beroperasi lebih bersih apabila dibandingkan PLTU lama, emisi dari Cirebon-1 dan PLTU lain di sekitar Jakarta sering disalahkan atas polusi kronis di Indonesia.
ae/hp (Reuters)