1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

060911 Kambodscha H&M Arbeitsbedingungen

Renata Permadi6 September 2011

Industri tekstil adalah salah satu sektor ekonomi terpenting di Kamboja. Namun kondisi kerja di pabrik sering tak layak. Akhir Agustus, puluhan pekerja perusahaan yang menerima order dari H&M, pingsan.

https://p.dw.com/p/12Twd
ARCHIV - Bopha Poav näht an ihrem Arbeitsplatz in der "New Island Clothing"-Fabrik am Flughafen von Phnom Penh in Kambodscha (Archivfoto vom 14.06.2007). 55 Dollar verdient sie im Monat. Dafür muss sie 48 Stunden pro Woche arbeiten. Die Kambodschanerinnen nähen für alles, was Rang und Namen hat: C&A, H&M, Quelle, Metro, Adidas. Deutschland ist nach den USA zweitgrößter Kunde der boomenden kambodschanischen Textilindustrie. Im vergangenen Jahr wurden Textilien im Wert von 300 Millionen Euro aus Kambodscha nach Deutschland eingeführt, fast 14 Prozent mehr als im Jahr zuvor. Garantien, dass die T-Shirts und Hemden in deutschen Läden nicht in obskuren Fabriken doch von Kinderhand oder für weniger als einen Hungerlohn genäht wurden, gibt es nicht. Foto: Christiane Oelrich dpa (zu dpa-Reportage: "Im Kambodscha nährt Nähen für reichen Westen goldene Träume" vom 25.07.2007) +++(c) dpa - Report+++
Pabrik tekstil di Kamboja.Foto: picture-alliance/dpa

Beribu perempuan duduk di hadapan mesin jahit di sebuah aula besar. Udara sesak, jarang ada waktu untuk istirahat. Mereka bekerja 10,12 jam sehari, enam hari seminggu. Mereka membuat t-shirt, gaun, celana, tiada henti seperti ban berjalan. Terkadang terjadi peristiwa seperti yang diceritakan buruh perempuan 19 tahun ini.

"Jari tangan dan kaki saya mendadak terasa sangat dingin, ada bau tidak enak, semacam aroma kimia, tapi saya tidak tahu apa. Lalu saya lihat beberapa orang jatuh pingsan sementara saya sama sekali tidak bisa menggerakkan jari tangan dan kaki."

Puluhan pekerja mengalami hal serupa. mereka dilarikan ke RS. Salah seorang mengingat peristiwa itu.

"Saya memang tidak pingsan, tapi teman-teman saya. Mereka ketakutan, merasa sangat lemah lalu jatuh tak sadarkan diri. Para petugas Cina menutup pintu supaya tidak ada yang melihat, tapi akibatnya semakin banyak yang pingsan."

Para perempuan itu bekerja untuk perusahaan tekstil milik Cina di Kamboja. Salah satu pemberi order terbesar adalah raksasa Mode Swedia, H&M.

Para perempuan itu mendapat upah sekitar 3.500 Rp per jam. Malam hari mereka tidur di pondok-pondok bambu, tiga atau empat orang, di atas lantai.

"Saya kerja tiap hari, tapi tetap saja upahnya tidak mencukupi. Jika ditambah uang lembur dan bonus saya baru menerima upah minimal, 61 dolar."

Sekitar 500 ribu rupiah.

Kita pindah lokasi, ke kawasan pusat belanja di Singapura. Di tempat ini baru dibuka cabang H&M pertama di Asia Tenggara. Pembeli, kebanyakan kaum muda antri, antusias bicara tentang mode dan harga. Di antara baju-baju yang digantung, juga terdapat kaus dan gaun 'made in' Kamboja.

"I love H&M!", teriak seorang gadis muda, "barangnya keren-keren dan harganya murah!"

"Mengapa bisa begitu murah, saya tidak tahu," sambung seorang pemuda. "Tapi jika ditawari barang murah, saya tidak keberatan membelinya."

Perusahaan mode H&M secara resmi menentang eksploitasi, buruh anak dan perusakan lingkungan. Merk ini juga dikenal akan produk modis dengan harga sangat murah.

Kepala Asia H&M Lex Kaijser paham apa yang harus ia katakan menanggapi pertanyaan kritis, misalnya tentang kondisi produksi di perusahaan pemasok di Kamboja.

"Saya pikir mereka mengikuti peraturan dan hukum di negara yang bekerjasama dengan kami. Dan jika terjadi sesuatu yang keliru, kami akan menyelidikinya", kata Kaijser.

Dalam pernyataan terbarunya, akhir Agustus, perusahaan berjanji menyelidiki insiden di perusahaan sub kontraktornya di Kamboja. Namun sampai saat ini tidak dapat ditemukan penyebab pasti pingsannya para pekerja.

Carsten Vick/ Renata Permadi

Editor: Ayu Purwaningsih