1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

080410 Israel Atommacht

9 April 2010

Program nuklir Israel jarang jadi sorotan. Berbeda dengan India, Pakistan atau Korea Utara, yang secara terbuka menyatakan mereka memiliki senjata atom, Israel selalu berdiam diri tentang potensi nuklirnya.

https://p.dw.com/p/MsCq
Papan penunjuk jalan menuju salah satu reaktor nuklir Israel di SoreqFoto: ap

Tanpa Mordechai Vanunu, program senjata nuklir Israel mungkin sampai sekarang belum diketahui dunia. Vanunu bekerja cukup lama sebagai teknisi di pusat penelitian atom Israel dekat Dimona di gurun pasir Negev. Fasilitas itu dibangun akhir tahun 1950-an dan resminya tercatat sebagai pabrik tekstil. Setelah beberapa lama bekerja di sana, Mordechai Vanunu merasa gelisah karena ia tidak setuju dengan perang dan menganggap, program nuklir itu berbahaya bagi negaranya karena bisa menyulut perang. Ia diam-diam memotret fasilitas atom itu.

Setelah berhenti bekerja di reaktor atom Dimona, tahun 1986 Vanunu melakukan perjalanan ke Australia. Ia memutuskan untuk mengungkapkan program nuklir Israel yang sangat dirahasiakan itu kepada pers. Sebuah koran Inggris setuju membawanya ke London. Beberapa hari sebelum pers menurunkan berita tentang program nuklir itu, dinas rahasia Israel Mossad sudah menculik Vanunu dan membawanya kembali ke Israel. Mordechai Vanunu dijatuhi hukuman 18 tahun penjara atas tuduhan pengkhianatan dan spionase.

Setelah menghabiskan masa tahanan selama 18 tahun, Vanunu dibebaskan tahun 2004. Ia menyatakan tidak menyesali perbuatannya, "Sekalipun saya harus membayar harga yang tinggi, saya pikir itu layak dilakukan. Ini bukan soal pengkhianatan, ini soal memberitakan kebenaran. Saya mungkin menyelamatkan Israel dari kehancuran. Seandainya Israel menggunakan senjata atomnya, pihak lawan akan membalas. Lalu terjadi perang."

Berita tentang program nuklir Israel berdasarkan laporan Vanunu langsung jadi isu menggemparkan. Israel pertengahan tahun 1980-an diperkirakan sudah memiliki 75 sampai 200 hulu ledak nuklir, lengkap dengan sistem peluncur roketnya. Tapi pemerintah Israel tidak membenarkan maupun membantah berita itu. Ini memang strategi politik Israel.

Sejak akhir tahun 50-an Israel, yang merasa terancam oleh negara-negara Arab, sudah mulai mengembangkan fasilitas senjata nuklir. Uzi Even, profesor kimia yang dulu pernah bekerja di reaktor nuklir Dimona menerangkan, "Peristiwa Holocaust waktu itu masih sangat melekat di benak kami. Kami merasa harus melakukan sesuatu untuk mencegah itu terjadi kembali. Kami masih muda dan antusias. Kami semua bekerja keras karena yakin, ini sangat penting bagi eksistensi kami. Ini jaminan kami tidak akan diserang dan dimusnahkan."

Sampai sekarang, program nuklir Israel tetap dirahasiakan. Tidak ada lembaga internasional yang bisa melakukan pengawasan. Ini tidak lepas dari pengaruh Amerika Serikat. Sejak tahun 60-an Amerika Serikat melindungi program nuklir Israel. Karena itu, Israel sampai sekarang tidak ikut dalam perjanjian non-proliferasi nuklir dan tidak perlu khawatir ada inspeksi dari Badan Energi Atom Internasional, IAEA.

Ketika dibebaskan tahun 2004, Mordechai Vanunu tetap pada pendiriannya. "Pesan saya adalah: buka reaktor nuklir Dimona untuk pengawasan."

Pengamat memperkirakan, saat ini ada sekitar 2700 orang bekerja di reaktor atom Dimona. Setiap tahun, instalasi ini bisa memproduksi 4 sampai 5 hulu ledak atom.

Thomas Latschan/Hendra Pasuhuk

Editor: Marjory Linardy