1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Israel dan Palestina Harus Lanjutkan Perundingan

17 September 2010

Amerika Serikat berupaya keras melancarkan kembali perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina. Agar bisa berhasil, Palestina perlu perspektif yang jelas tentang masa depannya.

https://p.dw.com/p/PFG2
PM Israel Netanyahu menyambut Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Yerusalem (15/09)Foto: AP

Harian Jerman Neues Deutschland yang terbit di Berlin menulis:

Hambatan utama bagi perjanjian perdamaian yang tahan lama dan langgeng di Timur Tengah bukanlah tembakan-tembakan yang dilepaskan oleh kelompok militan Palestina. Yang jadi masalah adalah tidak adanya perspektif bagi bangsa ini, yang sudah terlalu lama menderita di bawah pendudukan dan aksi boikot. Presiden Amerika Serikat Barack Obama berusaha mengukuhkan perspektif ini dalam sebuah perjanjian internasional yang mengikat dalam waktu satu tahun. Untuk itu tentu diperlukan kompromi-kompromi kreatif mengenai masalah permukiman, sebagaimana yang dituntut menteri luar negeri Amerika Serikat. Blok-blok permukiman bisa dinyatakan sebagai kawasan Israel dan ditukar dengan tanah sebagai ganti rugi bagi warga Palestina. Tapi ini hanya bisa dilakukan, jika pada akhirnya kawasan Palestina tidak hanya terdiri dari lahan-lahan kecil yang terpisah-pisah, melainkan sebuah kawasan yang bisa berdiri sendiri sebagai negara yang berdaulat.

Harian Jerman lainnya, Süddeutsche Zeitung yang terbit di München menulis:

Dua tokoh politik tua menghadap menteri luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton untuk meminta nasehat. Seharusnya mereka berbicara satu sama lain untuk menyelesaikan masalah. Tetapi yang mereka lakukan adalah berbicara terus menerus mengenai kesalahan dan kelalaian pihak lain dan dengan demikian berusaha menarik si penengah agar berpihak padanya. Ini melelahkan dan tidak konstruktif. Amerika Serikat sekarang harus menunjukkan, bahwa mereka siap mencegah gagalnya perundingan ini dengan mengukuhkan keyakinannya dan mematahkan penentangan pihak lain.

Tema lain yang jadi sorotan pers adalah sengketa antara Perancis dan Uni Eropa sehubungan dengan deportasi warga Gipsi Roma dari Perancis. Harian Spanyol El Pais menulis:

Hanya Komisi Uni Eropa yang berani menentang Presiden Perancis Nicolas Sarkozy pada pertemuan puncak. Sedangkan kebanyakan pemimpin pemerintahan Eropa mengambil sikap oportunistis dan berdiri di pihak Sarkozy. Tanpa disengaja, Viviane Reding membantu mereka. Komisaris Uni Eropa dengan formulasi yang berlebihan telah memberi kemungkinan pada para pimpinan Eropa beralih dari tema yang sebenarnya. Penampilan yang memalukan ditunjukkan terutama oleh pimpinan pemerintahan Spanyol dan Jerman, José Luiz Rodriguez Zapatero dan Angela Merkel. Tidak ada yang berani mengkritik Sarkozy.

Harian Swiss Tages Anzeiger berkomentar:

Komisaris Uni Eropa Viviane Reding bisa berdiri dan mengatakan: Di Eropa kami punya masalah dengan integrasi warga Roma. Jadi perlu ada sedikit otokritik. Mengapa warga Roma ingin ke Perancis, Italia atau Spanyol? Karena mereka di Rumania, Bulgaria dan Slowakia mengalami isolasi dan diskriminasi. Mereka adalah pihak yang kalah setelah berakhirnya era komunis di Eropa Timur. Hanya sedikit dana Eropa yang digunakan untuk integrasi warga Roma. Jadi tugas Komisi Uni Eropa seharusnya lebih dulu mengingatkan Rumania dan Bulgaria pada tanggung jawab mereka atas warganya.

Hendra Pasuhuk/dpa/afp
Editor: Bilsky