1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Iran Kenang Korban Tewas Demonstrasi

22 Juni 2009

Situasi di Iran semakin meruncing. Akhir pekan lalu di ibukota Teheran terjadi bentrokan terburuk antar polisi dan para demonstran. Sementara itu, perebutan kekuasaan di Iran semakin meningkat.

https://p.dw.com/p/IVsU
Demonstrasi di Iran tetap diadakanFoto: AP

Meski diberlakukan larangan berdemonstrasi, aksi unjuk rasa di Iran tetap diadakan. Kalangan reformis Iran berpendapat, bahwa Iran sebenarnya mengalami perebutan kekuasan sementara hasil pemilihan presiden menjadi kurang penting. Menurut jurnalis Iran yang kritis Akbar Ganji, pemalsuan hasil pemilihan sudah direncanakan jauh hari dan itu, dengan sepengetahuan pemimpin tertinggi Iran, Ayatolah Ali Khamenei:

“Selama 30 tahun para pemimpin Iran tidak mengalami aksi protes seperti ini. Ayatollah Khamenei dan kerabatnya mengira: setelah mengumumkan hasil pemilu, para kandidat akan menggugat hasil pemilu secara formal, namun Dewan Pengawal tetap mengakui hasil pemilihan dan selesailah semuanya. Tidak ada yang menduga situasi akan meruncing seperti sekarang ini, bahkan kalangan oposisi maupun aktifis hak asasi manusia pun sebelumnya tidak dapat membayangkan situasi seperti ini.“

Calon presiden yang kalah dalam pemilu Mir Hossein Mousavi menjadi pemimpin kelompok oposisi. Namun, ia juga termasuk pendukung setia revolusi Islam. Andai Mousavi menjadi presiden, situasi di Iran hanya berubah sedikit, demikian Ganji:

“Ayatollah Khamenei menyatakan dengan jelas, bahwa ia tidak akan menerima perubahan sekecil apapun. Ia menginginkan seseorang, yang mengikuti haluannya 100 persen. Aksi protes di Iran sesungguhnya tidak mempunyai pemimpin. Memang kelompok oposisi mengikuti arus, tetapi para demonstran sudah lebih jauh.“

Dalam khotbah sholat Jumat yang lalu, pemimpin spiritual tertinggi Iran Ayatollah Khamenei melarang segala bentuk demonstrasi. Namun aksi protes tetap diadakan. Sementara itu, dikatakan bahwa dalam kerusuhan di Teheran Sabtu lalu (20/6), polisi juga menahan putri mantan presiden Iran Akbar Hashemi Rafsanjani, Faezah Hashemi. Hari Minggu (21/6) kantor berita Fars melaporkan, bahwa ia dan empat saudaranya ditangkap polisi dengan tuduhan menghasut para demonstran. Berdasarkan keterangan stasiun televisi pemerintah Press TV, dalam bentrokan yang terjadi Minggu siang (21/6) sedikitnya sepuluh orang tewas. Tidak lama setelah Khamenei menyampaikan khotbah sholat Jumatnya, jurnalis dan reformis Iran Issa Saharkis mengatakan:

“Apa yang dialami Iran sejak pekan lalu dan apa yang dikatakan Ayatollah Khamenei dalam khotbahnya menunjukkan, bahwa tidak ada lagi perbedaan antara sebuah kerajaan dengan pemerintah. Bila polisi menembaki setiap orang di jalanan, anggota Dewan Pakar akan menilai posisi Khamenei sebagai salah.“

Dewan Pakar berwewenang untuk mencabut jabatan pemimpin tertinggi Iran, jika terbukti tindakannya tidak sesuai dengan konstitusi.

Pasal 109 Undang-Undang Iran menetapkan pemimpin tertinggi Republik Islam Iran, yang telah diteliti tingkat keilmuannya, yang dibutuhkan untuk memberi fatwa dalam urusan agama. Dewan terdiri dari 80 ulama pilihan rakyat dan mereka akan memangku jabatan itu selama delapan tahun. Haschemi Rafsanjani adalah ketua Dewan Pakar. Pengaruh mantan presiden itu masih sangat besar di kalangan pemimpin Iran. Ia adalah seorang reformis sekaligus musuh besar presiden terpilih Mahmud Ahmedinejad. Dengan demikian, pemimpin tertinggi Iran dan ketua Dewan Pakar saling bertentangan.

Khamenei akan berusaha untuk tetap berkuasa di Iran. Paling tidak, demikian pendapat jurnalis Iran Saharki, yang direkam Jumat lalu (19/6). Sejak Sabtu lalu ia tidak dapat dihubungi lagi.

“Situasinya jauh lebih serius dari yang dikira oleh Khamenei dan pendukungnya. Aksi protes mencakup seluruh kalangan dan meliputi banyak hal. Jika ia ingin tetap bertahan dan mendesak agar Ahmedinejad menjadi presiden, maka banyak orang yang akan dibunuh. Bila protes damai tidak membantu mengubah situasi di Iran, warga Iran akan mencari jalan lain. Masyarakat Iran percaya bahwa „Darah Mengalahkan Pedang.“

Dikatakan, Mir Hossein Mousavi pun berpikiran demikian. Pendukungnya menceritakan bahwa Sabtu lalu (20/6) Mousavi sempat mengatakan kepada para demonstran, ia tetap akan berjuang dan bersedia mati syahid.“

Sementara itu, untuk mengenang para korban yang tewas dalam demonstrasi Ayatollah Hussein Ali Montaseri, salah seorang arsitek revolusi Islam tahun 1979, mengumumkan berkabung selama tiga hari.

Shabnam Nourin / Andriani Nangoy

Editor: Asril Ridwan