1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikIran

Iran Didesak Buat Keputusan Soal Perjanjian Nuklir

8 Maret 2022

Seiring kepulangan delegasi Iran dari Wina, Austria, keputusan untuk menghidupkan kembali Perjanjian Nuklir 2015 kini sepenuhnya berada di tangan Iran, kata Uni Eropa. Hambatan terakhir muncul dari Rusia.

https://p.dw.com/p/489hq
Bendera Iran di markas Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria.
Bendera Iran di markas Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria.Foto: Michael Gruber/AP Photo/picture alliance

Sudah sejak lebih dari satu bulan juru runding Iran, Ali Bagheri Kani, menetap di Wina, Austria. Tapi pada Senin (7/3) malam, dia mendadak dikabarkan terbang kembali ke Teheran. Kantor berita IRNA menulis, kepulangan delegasi Iran "sudah termasuk prosedur umum untuk konsultasi rutin selama perundingan.”

Namun juru runding Uni Eropa mengisyaratkan perjalanan Ali Bagheri menandakan babak akhir negosiasi nuklir. Menurutnya, sekarang keputusan akhir sepenuhnya berada di tangan pemerintah Iran.

"Sudah tidak ada lagi perundingan teknis atau pertemuan formal,” tulis Enrique Mora lewat akun Twitter-nya. "Sudah saatnya, dalam beberapa hari kedepan, bagi Iran untuk membuat keputusan politis dan mengakhiri perundingan di Wina.”

Pernyataan Mora diamini negosiator Inggris dan Prancis yang juga ikut terlibat dalam proses negosiasi. Di Wina, Uni Eropa, Rusia dan Cina berusaha menjembatani Iran dan Amerika Serikat, sejak Perundingan Nuklir 2015 dibatalkan bekas Presiden Donald Trump tahun 2018 silam.

Perjanjian itu melarang pengembangan senjata nuklir oleh Iran dan memuat kerangka teknis seputar pengembangan teknologi nuklir untuk keperluan damai. "Kita sudah semakin dekat,” kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, soal tenggat keputusan. Namun begitu, masih ada "sejumlah isu-isu yang rumit dan masih harus dipecahkan.”

Dinamika baru dari Rusia

Hambatan terakhir muncul pada Sabtu (5/3), ketika Menlu Rusia, Sergey Lavrov, menuntut Amerika Serikat menjamin agar Moskow masih bisa berdagang dengan Iran di tengah sanksi akibat invasi Ukraina

Senin (7/3), Lavrov berbicara dengan Menlu Iran, Hossein Amirabdollahian, untuk membahas embargo ekonomi barat dan kelanjutan kerjasama nuklir antara kedua negara. 

Pusat Daur Ulang Limbah Radioaktif La Hague

"Kami menentang perang atau penjatuhan sanksi. Sudah jelas bahwa kerja sama antara Iran dan semua negara, termasuk Rusia, tidak boleh terpengaruhi oleh atmosfer embargo,” tulis Amirabdillahian dalam keterangan pers.

Direktur Proyek Iran di International Crisis Group, Ali Vaez, menilai dinamika baru dari Rusia "belum akan” berdampak terhadap kelanjutan Perjanjian Nuklir. "Tapi kini sudah tidak mungkin lagi untuk memisahkan dua krisis (Iran dan invasi Ukraina) untuk lebih lama lagi,” kata dia.

Perjanjian Nuklir 2015 menempatkan program pemerkayaan uranium di bawah pantauan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Teheran diizinkan memerkaya uranium ke tingkat kemurnian sebesar maksimal 3,67 persen, dan hanya bisa menyimpan sebanyak 300 kg bahan dasar uranium. 

Iran selama ini bersikeras program nuklirnya dikembangkan antara lain untuk keperluan medis. Namun pada Februari silam, IAEA melaporkan cadangan uranium Iran sudah mencapai 3200 kilogram. Sebagian sudah diperkaya hingga ke tingkat kemurnian 60 persen, atau sedikit di bawah level kemurnian untuk senjata nuklr yang sebesar 90 persen.

rzn/hp (ap,rtr)