Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif hari Jumat (14/06) di akun Twitternya menuding pemerintah AS terlalu cepat "melompat untuk membuat tuduhan terhadap Iran tanpa sedikit pun bukti faktual maupun tidak langsung".
Dia menuduh AS berusaha untuk "menyabotase diplomasi" di tengah kunjungan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ke Teheran dan "menutupi teror ekonominya terhadap Iran" dengan sanksi unilateral untuk melumpuhkan negaranya.
Ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat meruncing lagi setelah dua kapal tanker komersial diserang dini hari Kamis (13/06) setelah melewati Selat Hormuz dan melakukan perjalanan sekitar 25 mil laut di lepas pantai selatan Iran menuju Asia.
Tanker Front Altair milik Norwegia yang membawa etanol dihantam oleh tiga ledakan, kata Otoritas Maritim Norwegia, dan tetap terbakar sampai Kamis malam. Ledakan juga menghantam tanker Kokuka Courageous milik Jepang, yang memuat metanol, namun api di atas kapal segera padam. Seorang anggota awak kapal dilapporkan luka ringan.
Iran menyebut serangan itu "mencurigakan," karena terjadi ketika PM Jepang Shinzo Abe berkunjung ke Teheran dan bertemu dengan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Dalam pertemuan itu, Khamenei kembali menolak pembicaraan dengan Presiden AS Donald Trump, selama sanksi ekonomi masih diberlakukan.
Dua tanker meledak di Teluk Oman
Bukti intelijen?
Sekretaris Jendreal PBB Antonio Gueterres memperingatkan, dunia tidak akan mampu menghadapi konfrontasi besar di Kawasan Teluk. Uni Eropa menyerukan kepadea semua pihak untuk "menahan diri secara maksimal".
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan ada bukti kuat tentang keterlibatan Iran, setelah Angkatan Laut AS mengatakan telah melihat sebuah ranjau tempel yang tidak meledak di lambung salah satu kapal.
Komando militer AS merilis video hitam-putih dengan gambar buram yang disebutnya menunjukkan sebuah kapal patroli Iran sedang "melepaswkan ranjau tempel yang tidak meledak" dari lambung kapal.
"Ini adalah penilaian Amerika Serikat, bahwa Republik Islam Iran bertanggung jawab atas serangan itu," kata Mike Pompeo dan menambahkan: Ini didasarkan pada intelijen. Senjata yang digunakan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan operasi, serangan-serangan Iran baru-baru ini, dan fakta bahwa tidak ada kelompok proksi yang beroperasi di kawasan itu memiliki sumber daya dan kemampuan untuk bertindak dengan sedemikian canggih."
Mike Pompeo memperingatkan Washington akan mempertahankan pasukan dan sekutunya di kawasan itu, dan kasus ini akan dibawa dalam sidang Dewan Keamanan PBB yang menangani insiden-insiden itu.
Kapal AL Iran menyemprotkan air untuk memadamkan api di tanker minyak Front Altair milik Norwegia, 13 Juni 2019
Harga minyak melonjak
Hingga kini tidak ada kelompok yang membuat klaim bertanggung jawab atas ledakan itu. Iran mengatakan bahwa angkatan lautnya menyelamatkan puluhan awak kapal dari kedua tanker itu, sementara Angkatan Laut AS mengatakan mereka telah menyelamatkan 21 orang dari tanker Kokuka Courageous milik Jepang.
AS juga menuduh Iran terlibat dalam serangan 12 Mei lalu terhadap empat tanker yang berlabuh di Teluk Oman di lepas pelabuhan Fujairah, Uni Emirat Arab. Investigasi lima negara terhadap serangan-serangan itu mengatakan bahwa temuan awal mengindikasikan aktor negara kemungkinan besar bertanggung jawab, tetapi tidak menyebut Iran.
Dewan Keamanan PBB melakukan pertemuan tertutup untuk mendengar penilaian AS dan Iran atas insiden-insiden itu. Harga minyak mentah di pasaran internasional melonjak tajam karena ancaman konflik terbuka di sekitar Selat Hormuz, yang merupakan wilayah transit penting dalam transportasi laut. Sekitar 15 juta barel minyak mentah per hari diperkirakan diangkut melalui kawasan ini.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Petaka Dekolonialisasi
Mohammed Mossadegh adalah perdana menteri Iran pertama yang terpilih secara demokratis. Masa pemerintahannya berlangsung singkat, antara 1951 hingga kejatuhannya pada 1953. Figur yang karismatik dan cerdas itu awalnya mengundang simpati dunia. Tapi upaya Mossadegh menasionalisasi industri minyak milik Inggris di Iran menempatkannya sebagai musuh utama kepentingan barat.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Bayang-bayang Kerajaan Inggris
Sejak 1909 Inggris memonopoli produksi minyak bumi di Iran. Anglo-Iranian Oil Company (AIOC) yang kini bertukar nama menjadi British Petroleum (BP) berhasil menegosiasikan kontrak kerjasama yang menjamin keuntungan berganda. Akibatnya Kerajaan Inggris berhak meraup keuntungan selangit dan hanya menyisakan sedikit buat pemerintah Iran.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Buruh Tanpa Martabat
Menikmati hak monopoli, AIOC mengeksploitasi pekerja Iran secara besar-besaran. Di Abadan, salah satu kota minyak Iran, pegawai AIOC hidup di perkampungan kumuh di bawah situasi yang menyedihkan. Pihak perusahaan menolak desakan untuk memperbaiki taraf hidup pegawainya sendiri. Pasca Perang Dunia II, politisi Iran berupaya menegosiasikan ulang kontrak kerja dengan AIOC. Namun upaya tersebut kandas
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Gebrakan Maut Perdana Menteri Pilihan
"Nasionalisasi atau mati!" Pada 1951 Mohammed Mossadegh yang baru menjadi perdana menteri memerintahkan nasionalisasi AIOC. Sebagai reaksi, Inggris memulangkan semua tenaga ahli perminyakan dari Iran dan menjatuhkan sanksi berupa embargo minyak. Selama dua tahun berikutnya, "Krisis Abadan" nyaris menyeret Iran ke jurang kebangkrutan.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Ambivalensi Amerika Serikat
Inggris lalu meminta bantuan Amerika Serikat. Permintaan tersebut awalnya ditolak oleh Presiden Harry S. Truman. Meski bersekutu dengan London, sang presiden juga menaruh simpati pada Mossadegh dan meyakini hanya Iran yang independen dan kuat secara ekonomi yang mampu menghalau pengaruh Komunisme Uni Soviet.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Stabilitas di Ujung Tombak
Namun begitu krisis ekonomi Iran mulai berdampak pada dinamika politik di dalam negeri. Perlahan kelompok radikal seperti Partai Tudeh yang berhaluan Komunis mulai bermunculan. Dalam berbagai demonstrasi, partai tersebut menuntut pengusiran perusahaan AS dan Inggris agar bisa menginduk pada Moskow.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Suratan Takdir Lewat Dua Pemilu
Dua pemilu mengubah segalanya: kekuasaan Winston Churchill berlanjut pada akhir 1951 dan Dwight D. Eisenhower menggeser Truman di Washington setahun setelahnya. Churchill secara lihai meyakinkan AS terhadap potensi revolusi komunis di Iran. Eisenhower yang sebelumnya bekerja di dinas rahasia selama Perang Dunia II, sepakat melibatkan CIA untuk menjatuhkan Mossadegh.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Awal Kejatuhan Mossadegh
"Operasi Ajax" dimulai pada bulan Juli 1953. Seorang agen CIA, Kermit Roosevelt, dikirim ke Iran untuk meyakinkan Syah Reza Pahlevi agar memecat Mossadegh dan memilih Jendral Fazlollah Zahedi (ka.) sebagai perdana menteri baru. Nantinya seorang kurir akan membawa surat pemecatan kepada Mossadegh. Dia sendiri direncanakan akan ditempatkan dalam status tahanan rumah.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Teheran Berdarah
Pada waktu yang bersamaan, CIA menciptakan huru-hara di Teheran. Dinas Rahasia AS itu menyogok politisi, ulama, jurnalis dan buruh untuk melawan Mossadegh dan pendukungnya. CIA tidak peduli siapa yang akan memenangkan pertarungan jalanan. Yang terpenting buat AS adalah menempatkan Syah Reza sebagai juru selamat yang mengembalikan keamanan dan ketertiban ke jalan-jalan ibukota.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Pelarian Reza ke Roma
Upaya kudeta pertama pada 15 Agustus 1953 mengalami kegagalan. Mossadegh yang sudah mencium rencana tersebut memerintahkan penangkapan terhadap sejumlah perwira tinggi militer dan menjanjikan uang untuk siapapun yang membantu menangkap Jendral Zahedi. Ketika sang jendral bersembunyi, Syah Reza melarikan diri ke Baghdad lalu ke Roma.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Kemenangan Semu Mossadegh
Merasa sudah menang, tiga hari usai kudeta Mossadegh memerintahkan pendukungnya untuk berdiam di rumah dan mencegah eskalasi kekerasan di Teheran. Dia meyakini Syah Reza berkomplot dengan Inggris untuk menjatuhkannya. Namun Mossadegh tidak mengetahui keterlibatan CIA dan tidak menyangka akan adanya upaya kudeta kedua.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Manuver Gelap Sulut Kerusuhan
Pada 19 Agustus agen CIA Roosevelt menyulut demonstrasi massal di Teheran dengan membayar sekelompok orang agar menyamar sebagai pendukung partai komunis. Mereka mengajak simpatisan Partai Tudeh lain untuk bergabung dan menghancurkan segala sesuatu yang melambangkan kapitalisme. Penduduk Teheran yang marah lalu membuat demonstrasi tandingan di hari yang sama.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Bola Salju Oposisi
Tanpa perlawanan dari pendukung Mossadegh, para demonstran membanjiri jalan ibukota menuntut kepulangan Syah. Popularitas Mossadegh mulai runtuh menyusul krisis ekonomi. Pada akhirnya banyak perwira kepolisian dan militer yang bergabung dengan kelompok oposisi sokongan CIA.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Zahadi Kembali dengan Tank
Pada hari yang sama Jendral Zahadi memerintahkan pasukannya memasuki Teheran dengan kendaraan lapis baja. Massa yang mendapat angin menyerbu rumah Mossadegh hingga tercipta pertempuran dengan pendukung perdana menteri. 200 orang meninggal dunia pada hari itu. Mossadegh mencoba melarikan diri dari rumahnya. Dia lalu menyerahkan diri ke militer lima hari kemudian.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Kepulangan Syah Reza Pahlevi
Atas restu Washington, Syah Reza pulang dari Roma pada 22 Agustus. Di Teheran dia membentuk pemerintahan militer yang otoriter. Dengan bantuan AS pula dia membangun dinas kepolisian rahasia, SAVAK. Syah Reza juga mencabut kebijakan nasionalisasi perusahaan minyak. Pada akhirnya hampir separuh konsesi perminyakan berpindah dari tangan Inggris ke perusahaan AS.
-
Kisah CIA Menjarah Demokrasi di Iran
Akhir Pahit Mossadegh
Mossadegh yang menjalani masa tahanan didakwa dengan tuduhan pengkhianatan dan divonis tiga tahun penjara. Usai bebas pada Desember 1956 dia mengurung diri di kediaman pribadinya di Ahmad Abad, di bawah pengawasan SAVAK. Mossadegh tidak lagi diizinkan keluar rumah atau desanya sendiri. Dia meninggal dunia pada 5 Maret 1967. (rzn/ap)
Penulis: Thomas Latchan
hp/rzn (afp, rtr, dpa)