1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi Warganet Soal Pemotongan Nisan Salib di Yogyakarta

19 Desember 2018

Kontroversi pemotongan nisan salib di Yogyakarta ikut memercik hujan kritik di media-media sosial. Kebanyakan warganet meyakini penolakan warga terhadap simbol Nasrani di pemakaman umum merupakan bentuk intoleransi.

https://p.dw.com/p/3ANmx
Symbolbild Twitter
Foto: Imago/xim.gs

Kontroversi pemotongan nisan salib di atas makam seorang penganut Kristen di desa Purbayan, Kotagede, Yogyakarta, merambah media-media sosial. Sejumlah warganet menyuarakan pendapat terkait aksi warga desa yang menolak adanya simbol Kristen di pemakaman umum.

Saat ini Menteri Dalam Negeri atau Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku akan mengkaji kasus tersebut. Adapun Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X telah membantah pemotongan nisan salib di TPU Kotagede Yogyakarta sebagai bentuk intoleransi warga Yogyakarta. Dia bersikeras kabar intoleransi yang beredar di media sosial tidak benar.

Baca juga: Pemotongan Nisan Salib Cuatkan Isu Intoleransi di Yogyakarta

Namun bantahan sultan tidak diindahkan warganet yang menolak mempercayai klaim bahwa penolakan nisan salib bukan bentuk intoleransi, 

Pemilik akun @Sheknowshoney misalnya mengungkapkan keraguan ihwal kesediaan keluarga menuruti kemauan warga. Menurutnya salib merupakan simbol yang penting "buat kaum yang mengimani Yesus". Menurutnya hanya "tekanan luar biasa" yang bisa menggerakkan seorang Kristen mengizinkan salib dipotong. 

Adapun putri mendiang KH. Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid, mengritik sikap warga yang "ekslusif" dan hanya membela kepentingan dan memenangkan kelompok sendiri. "Karena kami mayoritas, maka yang berhak menentukan segalanya adalah kami," tulisnya.

Dalam rangkaian kicauannya di Twitter Alisa menilai saat ini "intoleransi sudah bukan lagi kasus, tapi sudah jadi norma." Padahal, menurutnya, sikap intoleransi sepantasnya ditunjukkan kepada hal-hal buruk, seperti penindasan dan ketidadilan, "bukan orang."

Politisi muda Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Muhammad Guntur Romli punya cara lain untuk menyuarakan protes terhadap insiden di Kotagede. Untuk itu dia menyambangi sebuah pemakaman umum di Wonorejo, Situbondo, dan berfoto sembari menyentuh makan seorang Kristen dan seorang muslim pada saat bersamaan.

Namun tweet yang paling banyak disebar oleh warganet adalah milik akun @AdityaWisnu yang menggambarkan parodi sebuah toleransi. Di atasnya dia menulis, "Kami toleran karena kami tidak mempersekusi anda. Oleh karena itu jangan bilang kami tidak toleran." Tweet ini sendiri sudah disebar sebanyak 2.184 kali dan disukai oleh 1.312 pengguna.

Humor gelap juga diunggah pemilik akun @Radenano terkait penolakan nisan salib di Yogyakarta. Dia beranekdot tentang penghuni makam yang mengkhawatirkan kristenisasi jika ada warga nasrani yang dimakamkan di tempat yang sama. Sebab itu penolakan bisa dibenarkan lantaran "takut ada keributan antar jenazah," tulisnya.

Warga desa Purbayan tidak hanya melarang nisan salib, tetapi juga upacara pemakaman secara Katolik di lokasi pemakaman umum dan kediaman pribadi almarhum Albertus Slamet Sugihardi. Akhirnya keluarga juga sepakat memindahkan misa ke Gereja Katolik Santo Paulus Pringgolayan yang berada di luar desa.

Kesepakatan tersebut tercantum dalam surat pernyataan yang disodorkan warga desa untuk ditandatangani pihak keluarga.

rzn/hp (dari berbagai sumber)