1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Restorasi Gambut KLHK Berpeluang Percepat Laju Deforestasi

24 Juli 2018

Sebanyak 40% dari 921.000 hektar lahan yang disiapkan KLHK untuk ditukar dengan lahan gambut milik swasta merupakan hutan alami. Jika program tersebut dijalankan, Indonesia berpotensi menderita kerugian lebih besar

https://p.dw.com/p/31zd7
Indonesien Abholzung durch Palmölplantagen
Foto: DW

Rencana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menukar lahan gambut yang dikuasai perusahaan swasta dengan lahan pengganti di tempat lain diyakini akan mempercepat laju deforestasi di Indonesia. Hal tersebut disimpulkan oleh sejumlah kelompok lingkungan menyusul temuan dari analisa tata ruang.

Menurut kajian tersebut, hampir 40% lahan yang masuk dalam 921.000 hektar lahan pengganti yang disiapkan pemerintah merupakan hutan alami. KLHK berencana memberikan lahan tersebut kepada perusahaan swasta pemilik konsesi gambut. Syaratnya pemilik konsesi harus melakukan restorasi dengan membasahi lahan gambut, sehingga tidak lagi bisa dibuat perkebunan.

Kebijakan tersebut antara lain dibuat untuk mencegah terulangnya kebakaran hutan seperti pada 2015 silam.

Namun program tukar lahan KLHK memicu kekhawatiran pegiat lingkungan menyusul meningkatnya potensi konflik lahan baru dengan masyarakat lokal. Selain itu mereka juga mengkhawatirkan pertukaran lahan dilakukan sebelum pemilik konsesi tuntas merestorasi lahan gambut yang menjadi tanggungjawabnya.

Sebab itu koalisi Anti Mafia Hutan mendesak pemerintah hanya menggunakan lahan yang sudah ditetapkan sebagai hutan produksi untuk pertukaran tersebut. Mereka juga mengritik lemahnya kekuatan hukum untuk memastikan perusahaan merestorasi lahan yang rusak dengan biaya sendiri sebelum mendapat lahan baru.

"Tanpanya, perusahaan bisa saja melarikan diri dari bencana yang mereka ciptakan sendiri," tulis koalisi 14 kelompok lingkungan itu dalam surat keterangan pers. "Restorasi bisa saja tidak terjadi dan lahan yang ditinggalkan akan rentan terkena kebakakaran hutan."

Sebuah studi yang dibuat University of Queensland pada 2017 silam memperkirakan biaya restorasi untuk 2 juta hektar lahan gambut yang ditetapkan sebagai prioritas nasional oleh pemerintah bisa mencapai US$ 4,6 milyar.

Saat ini lahan gambut yang terdegradasi mencakup hampir seperempat wilayah Kalimantan dan Sumatera. Sejak 2000an pemerintah banyak memberikan konsesi sawit di atas lahan gambut untuk menggenjot produksi nasional.  Padahal menurut riset University of Queensland, sawit bukan sektor pertama yang mencoba memanfaatkan lahan gambut.

Pada 1990 pemerintahan Orde Baru mencanangkan program alih lahan gambut untuk produksi beras. Namun program tersebut dibatalkan pada 1999 menyusul rendahnya tingkat produktivitas.

rzn/ap (ap)