1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia Memilih Presiden

9 Juli 2014

Setelah periode kampanye yang tercatat paling membelah masyarakat Indonesia dalam sejarah, jutaan orang memilih presiden dalam kompetisi yang terlalu ketat untuk diperkirakan hasil akhirnya.

https://p.dw.com/p/1CYWi
Foto: Reuters

Negara demokrasi ketiga terbesar dunia ini terbelah atas dua pilihan yang sangat berbeda: Joko Widodo, seorang bekas pengusaha mebel yang terlahir dari keluarga miskin dan Prabowo Subianto, seorang bekas jenderal kaya raya yang punya hubungan dekat dengan bekas diktator Suharto.

Bersamaan dengan dibukanya tempat pemungutan suara pada Rabu (9/7) pagi bagi 190 juta pemilih, para analis memprediksi bahwa suara undecided voters akan menentukan siapa yang akan menang.

Hasil perhitungan cepat sejumlah lembaga survey diperkirakan akan selesai hari ini, dan pasukan tambahan dari kepolisian dan TNI digelar untuk mengantisipasi jika kekerasan meletus. Jumlah pemilih diperkirakan akan tinggi menyusul kampanye yang menguras energi seluruh rakyat negeri.

Kedua kandidat dikerumuni para wartawan dan pendukungn mereka saat menuju tempat pemungutan suara.

”Ada antusiasme politik. Kita bisa melihat bagaimana orang-orang datang untuk memilih dengan gembira,” kata Jokowi, saat memilih di kawasan Jakarta Pusat bersama istrinya. “Hari ini, masa depan bangsa ini untuk lima tahun ke depan akan ditentukan.“

Dukungan dan ‚hilangnya pertemanan‘

Sekitar 2 juta warga Indonesia di luar negeri telah melakukan pencoblosan sejak Sabtu lalu, dan jumlah pemilih di luar negeri secara signifikan lebih tinggi 22 persen dibanding ketika pemilihan legislatif April lalu, kata Wahid Supriyadi, pejabat Kementerian Luar Negeri yang mengepalai komite pemilihan luar negeri.

Pemilu ini merupakan pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia, yang diwarnai ketegangan antar para pendukung di negara yang dikenal menggilai media sosial ini. Ada ribut-ribut “meng-unfriend“ di halaman Facebook diantara para pendukung kedua kubu.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah 31 tahun, harian berbahasa Inggris Jakarta Post pekan lalu menyatakan dukungan kepada seorang kandidat presiden. Mereka memilih Jokowi, dan menyatakan bahwa mereka tidak bisa tinggal diam karena pertaruhan pemilu kali ini terlalu besar.

“Jarang dalam sebuah pemilu dimana pilihannya begitu jelas,” kata harian itu mengecam Prabowo. ”Tak pernah sebelumnya seorang kandidat memenuhi semua daftar negatif. Dan untuk itu kami tidak bisa tidak berbuat apa-apa.”

Tapi Prabowo, belakangan memperkuat sekutu. Keputusan partai Demokrat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya untuk bersikap netral, akhirnya berubah setelah mereka akhirnya menyatakan dukungan kepada Prabowo. Presiden Yudhoyono menyerukan kepada kedua belah pihak untuk menghormati apapun hasil pemilu.

ab/hp (afp,ap,rtr)