1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPakistan

Imran Khan Ultimatum Pemerintah Umumkan Pemilu dalam Sepekan

26 Mei 2022

Militer dikerahkan untuk hadang ribuan suporter mantan PM Pakistan Imran Khan di Islamabad. Krisis politik memuncak ketika pemerintah didesak cabut subsidi BBM sebagai syarat kucuran dana pinjaman dari IMF

https://p.dw.com/p/4BtVn
Bekas PM Pakistan, Imran Khan, di Islamabad
Bekas PM Pakistan, Imran Khan, di Islamabad, Rabu (25/5)Foto: Fayaz Aziz/REUTERS

Sejak Rabu (24/5) tengah malam, sekitar 10.000 pendukung mantan Perdana Menteri Imran Khan dari berbagai kota di Pakistan sudah berkumpul di Islamabad. Mereka datang berrombongan naik bus, truk dan kendaraan pribadi.

Khan memberikan ultimatum pada Kamis (25/5) pagi kepada Perdana Menteri Shehbaz Sharif yang dipilih dalam Sidang Istimewa di parlemen, untuk mengumumkan tanggal pemilihan umum kurang dari sepekan.

"Saya memberikan Anda waktu selama enam hari,” pekiknya di hadapan suporter dari atas sebuah truk di pusat Islamabad. Dia juga menuntut pemerintah membubarkan parlemen. "Jika Anda tidak menepatinya dalam enam hari, maka saya akan kembali.”

Kepolisian mengabarkan terlibat bentrokan dengan suporter Khan, ketika mereka berusaha menerobos barikade untuk bergabung dengan kelompok lain.

Khan menjabat sebagai perdana menteri selama tiga setengah tahun sebelum dijatuhkan bulan lalu melalui Mosi Tidak Percaya di parlemen. Dia sempat berusaha mencegah sidang dengan lebih dulu membubarkan parlemen, serta mengumumkan pemilihan umum. Tapi manuver tersebut dibatalkan Mahkamah Konstitusi Pakistan.

Bentrokan antara pendukung Imran Khan dan polisi di Islamabad
Pada Rabu (25/5), kepolisian mengaku sudah menangkap lebih dari 1.700 pendukung Khan dalam 48 jam menyusul bentrokan dengan aparat keamanan Foto: Farooq Naeem/AFP/Getty Images

Sejak itu Khan berkampanye keliling negeri untuk pemilihan umum baru. Dia menuduh pemakzulannya didalangi oleh kekuatan asing, terutama Amerika Serikat. Washington sendiri menyebut tuduhan itu sebagai "kebohongan.”

Destabilisasi di tengah krisis ekonomi

Demonstrasi massal yang digalang Imran Khan dinilai berpotensi menggoyang pemerintahan baru Pakistan yang baru berumur sebulan. Sejauh ini, koalisi penguasa yang ditopang dua dinasti politik terbesar Pakistan, Bhutto dan Sharif, menolak menggelar pemilu.

Pemerintah Pakistan saat ini sedang melakukan negosiasi bantuan ekonomi dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Sejak 2019 silam, Islamabad berada di bawah asistensi IMF dengan skema pinjaman senilai USD 6 miliar atau sekitar Rp. 870 triliun selama enam tahun. 

Sejauh ini, separuh dana pinjaman belum dikucurkan. Islamabad sejak bulan lalu menegosiasikan paket bantuan senilai USD 900 juta, yang hanya akan dikucurkan IMF jika Pakistan mencabut subsidi bahan bakar. 

Subsidi itu ditetapkan PM Imran Khan saat ia berkuasa, sebagai reaksi atas lonjakan angka inflasi, yang hingga April lalu mencuatkan Indeks Harga Konsumen sebesar 13,4 persen.

Pemerintah baru Pakistan sejauh ini belum mengindikasikan siap mencabut subsidi bahan bakar. Namun Reuters mengabarkan, sejumlah pejabat ekonomi meyakini akan mampu melobi PM Shehbaz Sharif untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak.

Namun, pencabutan subsidi bahan bakar dikhawatirkan bakal memicu ketegangan sosial di Pakistan.

Sebabnya, aksi jalanan oleh bekas PM Khan ditafsirkan sebagai ancaman bagi pemerintahan baru Pakistan. Pada Rabu kemarin, kepolisian mengaku sudah menangkap lebih dari 1.700 pendukung Khan dalam kurun 48 jam menyusul bentrokan dengan aparat keamanan 

Khan berjanji akan memboyong tiga juta pendukungnya untuk menduduki ibu kota Islamabad jika tuntutannya tidak dipenuhi. Jumlah serupa awalnya dia janjikan untuk aksi duduk massal di depan parlemen, Kamis (26/5). Tapi kepolisian mengatakan jumlah demonstran cuma berkisar 15.000 orang.

rzn/as (ap,rtr)