1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiPakistan

IMF Setujui Suntikan Dana US$3 Miliar untuk Pakistan

13 Juli 2023

Dana bantuan itu dapat membantu Pakistan untuk membayar utang negara imbas bergulat dengan inflasi dan banjir besar. IMF juga menuntut Islamabad untuk melakukan reformasi struktural dan meningkatkan pemungutan pajak.

https://p.dw.com/p/4TneL
Perekonomian Pakistan
Pemerintahan PM Pakistan Shehbaz Sharif tengah mengatasi inflasi dan dampak dari banjir tahun laluFoto: Raja Imran Bahader/Pacific Press Agency/IMAGO

Dana Moneter Internasional (IMF) akhirnya menyetujui suntikan dana bantuan untuk Pakistan sebesar US$3 miliar (setara Rp45 triliun), pada hari Rabu (12/07).

Keputusan itu diambil setelah dialog berbulan-bulan dengan negara Asia Selatan tersebut, yang dihadapkan pada tantangan ekonomi berat dan prospek gagal bayar utang negara. Pakistan menghadapi krisis akut neraca pembayaran, di mana cadangan bank sentral negaranya hanya dapat menutupi biaya satu bulan impor.

Membuat Replika Digital Realistis dengan Biaya Terjangkau

IMF bantu stabilkan perekonomian Pakistan

Dewan Eksekutif IMF mengatakan bahwa dana bantuan tersebut "bertujuan untuk mendukung upaya mendesak demi menstabilkan perekonomian dan menjaga dari keterpurukan, sembari menciptakan celah bagi pengeluaran pembangunan sosial untuk membantu rakyat Pakistan."

Suntikan dana bantuan ini rencananya akan disalurkan selama kurang lebih sembilan bulan, di mana sebanyak $1,2 miliar (setara Rp18 triliun) akan segera dicairkan.

IMF juga mengatakan bahwa Pakistan tengah menghadapi "masalah lingkungan eksternal yang cukup sulit, banjir besar yang menghancurkan negara itu, kesalahan kebijakan yang telah menyebabkan defisit fiskal serta eksternal yang cukup besar, yang juga meningkatkan inflasi serta terkikisnya dana cadangan pada tahun fiskal 2023."

IMF: Pakistan butuh reformasi struktural

IMF telah meminta Pakistan untuk menaikkan harga energi konsumen, melepas kontrol mata uang mereka, meningkatkan pemungutan pajak serta memperketat kebijakan moneter di negara itu.

Bank sentral Pakistan juga akan menaikkan suku bunga kebijakannya ke rekor tertinggi yakni 22% dan pemerintah berencana akan menaikkan pajak baru sebesar $1,39 miliar (setara Rp20,8 triliun).

IMF juga mengatakan bahwa pihaknya ingin agar Islamabad melanjutkan reformasi struktural, terutama di sektor energi, perusahaan-perusahaan milik negara dan komitmen ketahanan iklim negara tersebut.

Dana bantuan tersebut sebelumnya telah ditangguhkan pada Desember tahun lalu, ketika IMF menolak untuk mencairkan dana pinjaman sebesar $1,1 miliar (setara Rp16,5 triliun).

Alasannya karena Pakistan kurang patuh terhadap perjanjian tahun 2019, yang ditandatangani di bawah pimpinan pemerintahan sebelumnya oleh mantan Perdana Menteri (PM) Imran Khan, yang digulingkan melalui mosi tidak percaya pada bulan April 2022 lalu.

Dana bantuan IMF berikan 'ruang fiskal' bagi Pakistan untuk melangkah maju

PM Shehbaz Sharif mengatakan bahwa dana bantuan tersebut dapat "memperkuat posisi ekonomi Pakistan dalam mengatasi tantangan ekonomi jangka pendek dan menengah."

PM Sharif juga mengatakan bahwa dana tersebut mampu memberikan "ruang fiskal bagi pemerintah berikutnya untuk memetakan jalan ke depan."

Kepala pemerintah Pakistan itu juga menambahkan bahwa kesepakatan ini dicapai untuk melawan "rintangan terberat" dan "melawan tenggat waktu yang tampaknya mustahil." Koalisi pemerintahan PM Sharif rencananya akan segera menghadapi pemilihan umum nasional pada akhir tahun ini.

Islamabad juga baru-baru ini menerima bantuan dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, yang telah memberikan dana sebesar $3 miliar (setara Rp45 triliun) dalam dua hari terakhir.

Sedangkan dalam tiga bulan terakhir, Cina juga telah menggelontorkan lebih dari $5 miliar (setara Rp75 triliun) dana pinjaman untuk menyelamatkan negara itu dari kegagalan bayar utang.

Lembaga pemeringkat kredit Fitch juga telah menaikkan peringkat utang Pakistan satu tingkat ke CCC dari CCC- pada hari Senin (10/07). Lembaga tersebut melihat adanya "risiko kredit yang substansial" dengan "kemungkinan yang nyata" bagi Pakistan untuk gagal bayar utang pada peringkat tersebut.

kp/rs (dpa, Reuters. AP)