1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah Berencana Bangun Pusat Riset Nasional

5 Mei 2018

ICONIC 2018 jadi ajang adu ide gagasan periset Indonesia di Jerman. Pemerintah Indonesia sendiri ingin bangun pusat riset nasional.

https://p.dw.com/p/2xDWg
Hannover - ICONIC 2018: The International Conference of Integrated Intellectual Community
Foto: DW/A. Purwaningsih

Dalam konferensi komunitas intelektual terpadu ICONIC  2018 yang berlangsung di Hannover, Jerman, akhir April 2018, sejumlah peneliti Indonesia, termasuk yang tengah melakukan penelitian di Jerman menyampaikan temuan mereka yang bisa diaplikasikan untuk kepentingan bersama.

Salah satunya riset energi terbarukan yang dipaparkan peneliti muda Reza Mahtub dari  Universitas Technische Hochschule Mittelhessen. Mahasiswa di Jerman  ini bersama timnya dari Universitas Gajah Mada ini ingin mereduksi karbondioksida. "Caranya dengan menggunakan reaksi Sabatier, yakni menggabungkan karbondioksida dengan hidrogen untuk menghasilkan methana dan air, yang manfaatnya bisa untuk menurunkan karbondioksida yang tingkatnya sudah memprihatinkan dan berdampak buruk bagi manusia, khususnya di Indonesia."

Bangun pusat riset

Kini pemerintah sendiri tengah berencana untuk membuat pusat induk riset nasional di tanah air, untuk menampung para periset Indonesia baik di dalam mapun di mancanegara sebagaimana dijelaskan oleh Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati saat berjumpa dengan DW di Hannover, Jerman: "Pemerintah kini membuka kemudahan bagi para peneliti. Penelitian itu kini dimungkinkan bertahun-tahun, dan butuh dukungan untuk beberapa tahun hingga selesai. Dengan demikian peneliti bisa mendapatkan kepastian. Dimungkinkan individu dan NGO menggunakan dana pemerintah untuk riset. "

Jika sebelumnya peneliti yang didanai pemerintah wajib memberi bukti kwitansi pengeluaran biaya untuk kebutuhan riset, kini yang lebih diutamakan adalah pertanggungjawaban atas hasil penelitian. Dikatakannya: "Setiap penelitian dulu harus dikejar-kejar dengan kwitansi, peneliti kesulitan karena setiap langkah harus tunjukkan bukti pengeluaran dana untuk riset, namun mereka kini tak lagi dikejar urusan birokarasi, yang penting pertanggungjawaban hanya dalam bentuk paten dan publikasi."

Lebih lanjut ia mengatakan: "Pemerintah juga bisa memberikan penugasan kepada individu dan institusi untuk melakukan riset. Sehingga apa yang dilakukan di Indonesia sama dengan yang di luar negeri."

Ditambahkan olehnya: "Undang-undang hak paten juga berpihak pada peneliti. Tak hanya institusi namun juga penelitinya. Demikian juga royalti. Temuan yang dipublikasikan, masih boleh didaftarkan di pemerintah."

Dengan kemudahan semacam ini diharapkan peneliti Indonesia lebih mendapat kesempatan untuk berkarya di tanah airnya sendiri.

Selama ini Indonesia masih gunakan 58% inovasi dari luar negeri. Targetnya tahun 2045 Indonesia bisa gunakan sepenuhnyainovasi anak bangsa.

Baca juga:

Ilmuwan Jerman Menciptakan Hidung Buatan Untuk Ponsel Pintar

Penting Untuk Menakar Komunikasi Sains di Indonesia

Agar bisa diimplementasikan

Dalam ICONIC 2018, ketua harian penyelenggara Valya Andyani mengungkapkan ada beberapa fokus utama seminar riset ICONIC tahun ini yakni: energi dan ilmu alam, teknologi informasi dan telekomunikasi, infrastruktur dan logistik, serta industri makanan dan ilmu kedokteran. Valya mengungkapkan: "Ini merupakan tema-tema penting yang kami anggap paling aktual dan dapat diterapkan aplikasinya di tanah air."

Kegiatan ICONIC didukung oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia(PPI) Jerman. Ketua PPI Jerman, Syahrindra Sofyan mengungkapkan: "Hasil-hasil penelitian dalam ICONIC  ini bisa disampaikan pada pemerintah dan instansi dengan harapan bisa jadi dasar untuk diimplementasikan.”

ICONIC ingin jadi proses pembelajaran bagi masyarakat di Indonesia maupun bagi mahasiswa Indonesia khususnya dalam menyampaikan ide-ide ilmiah. Lebih lanjut, ICONIC 2018 ingin berkontribusi pada peningkatan kemampuan negara berkembang dalam bersaing di dunia global saat ini, khususnya di bidang industri.

 

(ap/ml)