1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PendidikanIndonesia

Ibu Guru Kembar Berjuang Putuskan Rantai Kemiskinan

8 Maret 2023

Selama 33 tahun, ibu guru kembar ini berjuang putuskan rantai kemiskinan dengan mendirikan sekolah gratis bagi anak-anak marjinal di Jakarta.

https://p.dw.com/p/4OMwf
Suasana belajar mengajar di kelas Ibu Guru Kembar
Suasana belajar mengajar di kelas Ibu Guru KembarFoto: Iman Puji/DW

"Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan pendidikan suatu saat akan bisa memutus rantai kemiskinan."

Petikan kalimat itulah yang diyakini oleh Sri Irianingsih (Ibu Rian) dan Sri Rossyati (Ibu Rossy), ibu guru kembar yang dikenal menjadi pendidik anak-anak terlantar dan orang miskin di kawasan Jakarta Utara.

Selama 33 tahun, tepatnya sejak 4 Februari 1990, kedua ibu guru ini mendirikan Sekolah Darurat Kartini yang diperuntukkan bagi anak-anak marjinal di Jakarta. Kala itu, Rossy menjelaskan keadaan di mana banyak anak tidak mampu bersekolah dan kelaparan. Rossy melihat, anak-anak tersebut sampai mengambil makanan di tong sampah demi sesuap nasi.

Di situlah hati mereka tergerak. Dimulai dengan memberikan makanan ke gubuk-gubuk tempat mereka tinggal, Rossy dan Rian pun akhirnya turut mengajari anak-anak membaca dan menulis agar mereka tidak hidup di jalan dan menjadi tukang minta-minta. 

Sri Irianingsih (Ibu Rian) dan Sri Rossyati (Ibu Rossy)
Lewat pendidikan gratis yang mereka sediakan, Sri Irianingsih dan Sri Rossyati ingin agar anak-anak tidak hidup di jalan dan meminta-mintaFoto: Iman Puji/DW

Singkat cerita, keduanya mendirikan sekolah-sekolah darurat yang berdiri di bawah kolong jembatan layang maupun di kolong tol di Pluit dan Ancol. Puncaknya di tahun 2000, ada lima sekolah berhasil didirikan dengan kapasitas sampai mencapai 3.000 murid, dari tingkat TK hingga SMA.

"Semakin lama semakin baik Indonesia. Semua anak dapat berbagai kartu seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), PKH, dan bantuan langsung tunai (BLT) asalkan punya KTP dan KK. Mereka sekarang sudah tersentuh bantuan itu. Jadi Alhamdulillah bisa sekolah di sekolah negeri," kata Rossy kepada DW Indonesia.

Dengan begitu, kata dia, murid Sekolah Darurat Kartini berangsur menyusut. "Ini tanda baik justru kami senang tandanya sudah banyak yang bisa sekolah," tambahnya.

Ibu guru kembar sulap garasi jadi ruang kelas

Di Ancol, Sekolah Darurat Kartini berdiri di lahan milik PT. KAI seluas 15x25 meter persegi yang dibagi menjadi kelas dan ruang penyimpanan alat keterampilan alat musik, komputer dan alat-alat bengkel. Kelasnya, terdiri dari PAUD, TK, SD dan SMP. Tiap kelas terdiri dari 36 meja dan bangku.

Lahan garasi dan ruang tamu kediaman pribadi mereka yang berlokasi di Kelapa Gading juga disulap menjadi ruang kelas yang terdiri dari tingkat PAUD dan persiapan TK. Di taman, ujar Rossy, ada berbagai macam mainan seperti ayunan, jungkat jungkit dan fasilitas kolam renang. Sementara ruang tamu berisi komputer-komputer untuk belajar keterampilan para siswa SMA.

Ibu Guru Kembar Rossy dan Rian di Jakarta
Kebutuhan lain para murid seperti seragam, transport dan lauk-pauk dipenuhi dari kantong pribadi ibu guru Rossy dan Rian.Foto: Iman Puji/DW

"Semua gratis, siapa pun bisa masuk. Asal tak mampu. Muridnya merupakan anak tukang sapu, tukang sampah, anak bersih-bersih, siapa pun bisa." ujar Rossy.

Dari dua sekolah yang ada, Rossy mengatakan tinggal tersisa 100 murid tingkat SD sampai SMP yang bersekolah di cabang Ancol dan 50 murid di cabang Kelapa Gading - semuanya gratis tanpa dipungut biaya.

Semua gurunya bekerja secara sukarela. Beberapa di antaranya bahkan juga bekerja di perusahaan-perusahaan besar di Jakarta.

Sementara kebutuhan lainnya seperti seragam, transportasi dan lauk-pauk para murid dipenuhi dari kantong pribadi ibu guru Rossy dan Rian yang diperoleh dari hasil menyewakan apartemen dan aset-aset peninggalan keluarga.

Ingin rantai kemiskinan para murid bisa terputus

Di sekolah, para murid dibekali berbagai keterampilan untuk bisa langsung bekerja seperti bengkel, ganti oli, membersihkan busi, menginstalasi listrik, menjahit, cuci rambut dan potong rambut.

"Kami ingin anak-anak paling tidak bisa baca tulis, berhitung dan bisa meraih mimpi lebih tinggi lagi," kata dia.

Tak jarang, alumni Sekolah Darurat Kartini meraih kesuksesan. Di antaranya menjadi polisi, tentara, banker, bartender, guru, mengajar dan bekerja di daerah Sudirman - mengacu Jalan Sudirman pusat kota bisnis - di Jakarta.

Saat ulang tahun sekolah, hampir semua murid termasuk para alumni datang, membawa oleh-oleh untuk adik-adiknya dari mulai kue tart, buah, ikan dan kornet.

"Saya bersyukur bisa diberikan kesempatan untuk mengentaskan kemiskinan dan kebodohan. Mereka tidak mencari makanan di tong sampah lagi. Ini kebahagiaan yang tak bisa dinilai dengan uang, saya tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata. Sangat bahagia melihat mereka," ujar Rossy. 

Ia percaya bahwa berbuat baik akan menuai kebaikan. Contohnya, dengan diberikan rezeki banyak, anak berhasil semua, saat kecil tidak nakal, mereka santun dan beradab.

"Tujuan kita memang, mereka menjadi lebih baik dari kehidupan orang tuanya, kalau rakyat hebat berpendidikan, negara menjadi kuat, mengentaskan kemiskinan, dirinya sendiri menjadi hebat. Sejahtera dan tidak menjadi beban masyarakat," lanjutnya.

Sebagai seorang perempuan, ia pun berharap bisa terus berkarya sampai tua. "Karena lebih baik kalau berkarya, mendidik anak-anak, maka mereka akan pandai, mengisi generasi pandai cerdas, dan negara akan kokoh punya generasi yang hebat dan pandai. Sehingga Indonesia tidak perlu mengambil tenaga kerja asing. Pokoknya terus belajar terus sepanjang hayat," kata Rossy. (ae)

Kontributor DW, Tria Dianti
Tria Dianti Kontributor DW. Fokusnya pada hubungan internasional, human interest, dan berita headline Indonesia.