1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hubungan Skizofrenia dan Gen Manusia

Brigitte Osterath21 Agustus 2013

Peneliti menemukan gen yang berkaitan dengan penyakit skizofrenia. Jika gen tersebut tidak dimiliki manusia, maka resiko terkena skizofrenia meningkat secara drastis.

https://p.dw.com/p/19U4L
A woman suffering from depression and mental illnesses. / MODEL RELEASED. Foto: KAISA SIREN / LEHTIKUVA +++(c) dpa - Report+++
Symbolfoto - psychische ErkrankungenFoto: picture-alliance/dpa

Sekitar 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Namun di wilayah timur laut Finlandia, penderita gangguan jiwa psikotik ini jumlahnya tiga kali lebih banyak. Ada desa yang di abad 17 didirikan oleh 40 keluarga. Seluruh 20.000 penduduk saat ini adalah keturunan dari 40 keluarga tersebut. Aarno Palotie, ahli genetika di institut pengobatan molekuler di Helsinki, menjelaskan: "Kami pergi ke tempat di mana penyakit terus sangat sering ditemukan dan latar belakang genetikanya unik. Berkat dua faktor tersebut, kami punya kesempatan luar biasa untuk meneliti skizofrenia."

Bersama rekan peneliti, ia membandingkan gen penduduk desa dengan manusia lain. Ada satu gen yang sering tidak dimiliki oleh komunitas tersebut, yakni gen TOP3B. Gen tersebut membantu tubuh untuk menghasilkan zat putih telur yang berhubungan dengan materi genotip sel. Sepertinya ini menyebabkan terjadinya gangguan dalam otak.

Symbolbild Grundsatzurteil USA zur Patentierung menschlichen Erbguts
Gen tertentu turut berperan dalam penyakit skizofreniaFoto: Fotolia/majcot

Karena manusia yang tidak memiliki gen tersebut dan berarti juga tidak mempunyai zat putih telur, seringnya menderita skizofrenia. Tidak hanya di Finlandia, tapi di seluruh dunia. "Kami tidak akan pernah menemukan gen ini, jika kami melakukan penelitian di kota besar dengan penduduk yang memiliki latar belakang etnis berbeda-beda", kata Palotie.

Pasien Skizofrenia menderita halusinasi dan delusi. Mereka mengalami gangguan dalam bicara dan berpikir. Jika penyakit tersebut terdeteksi lebih awal dan pasien belum terjatuh dalam dunia fantasinya, maka obat-obatan bisa membantu.

Bantuan dari Jerman

Pakar biokimia dari Universitas Würzburg sejak beberapa waktu meneliti gen dan zat putih telurnya TOP3B. Di internet mereka mengetahui tentang penemuan Palotie. Georg Stoll bercerita, "Kami sudah mengira bahwa gen ini ada kaitannya dengan skizofrenia. Tapi, bahwa gen tersebut bisa dianggap sebagai gen resiko, baru kami ketahui sekarang."

Kedua tim peneliti ini memutuskan untuk bekerja sama dan membandingkan data yang mereka miliki. Hasilnya: Jika zat putih telur gen TOP3ß tidak dimiliki salah satu sel, maka kemungkinan menderita skizofrenia meningkat secara drastis.

Penelitian Berikutnya

TOP3B bukan gen pertama yang diketahui sebagai faktor resiko penyakit tersebut. Para peneliti telah menemukan beberapa gen sejenis. Namun, apa penyebab biokimianya seringnya tidak terungkap. Sama halnya dengan TOP3B.

Hingga kini, para peneliti hanya mengetahui, bahwa zat putih telur menguraikan reaksinya di inti sel dan terlibat dalam regulasi gen. "Kami sudah mengidentifikasi jalur sinyal sel, dimana TOP3B bekerja", ujar Stoll dari Universitas Würzburg. "Jadi kami tahu persis, apa yang harus kami cari."

Selanjutnya para peneliti berencana mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam sel jika kekurangan zat putih telur. Dan mengapa hal tersebut bisa menyebabkan penyakit skizofrenia.