1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hobi Tanaman Hias di Perantauan

Fransisca Sax
19 Maret 2021

Sekarang, setelah hampir setahun mencoba menjalani hobi ini di Jerman, ternyata hobi ini memang tidak semudah yang sebelumnya saya bayangkan. Oleh Fransisca Sax.

https://p.dw.com/p/3qmX1
Beberapa koleksi tanaman hias Fransis Sax
Beberapa koleksi tanaman hias Fransis SaxFoto: privat

Pembatasan sosial di masa pandemi memaksa saya untuk lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Untuk membuat suasana rumah lebih nyaman sekaligus membuka kesempatan mempelajari hal baru, saya mencoba merawat tanaman hias.

Fransisca Sax I Indonesierin in München
Fransisca SaxFoto: privat

Awalnya saya berpikir merawat tanaman hias bukan suatu kegiatan yang sulit. Saat masih tinggal di Jakarta, saya terbiasa melihat ibu saya bekerja di pekarangan mengurusi tanaman kesayangan beliau. Tanaman dipindah dari pot ke tanah, diberi pupuk, diatur penempatannya agar sedap dilihat, disiram setiap pagi atau sore, dipangkas untuk menjaga kerapihan, dan berbagai kesibukan merawat tanaman. Sekarang setelah hampir setahun mencoba menjalani hobi ini di Jerman, ternyata hobi ini memang tidak semudah yang sebelumnya saya bayangkan, tetapi untungnya bisa dipelajari.

Jerman adalah negara dengan empat musim. Saya tinggal di kota bernama Munich yang terletak di bagian selatan Jerman. Berbeda dengan di Jakarta yang perbedaan antar musim hujan dan kemarau tidak terlalu mencolok, kondisi musim panas dan dingin di Jerman bisa sangat berbeda. Saat musim panas, temperatur di luar ruangan bisa mencapai 35 derajat Celcius, sementara di musim dingin saat malam hari rata-rata -4 derajat Celcius.

Durasi matahari bersinar juga berbeda antar musim. Bila di musim panas matahari bisa bersinar hingga 16 jam, di musim dingin bisa jadi hanya 8 jam bila langit cerah. Di samping itu penggunaan alat pemanas ruangan juga mempengaruhi kelembaban di dalam ruangan. Di musim panas, saat pemanas ruangan tidak dinyalakan, kelembaban ruangan bisa mencapai 60 persen. Saat dinyalakan, alat pemanas ruangan membuat udara di ruangan kering sehingga di musim dingin kelembaban ruangan bisa turun menjadi sekitar 40 persen.

Semua kondisi ini membuat perawatan tanaman hias di Jerman berbeda dengan di Indonesia, baik tanaman yang ada di luar maupun dalam ruangan. Saat berbagi cerita dengan ibu atau teman-teman saya di Indonesia yang juga memiliki hobi memelihara tanaman hias, memang terasa bahwa memelihara tanaman hias di Jerman lebih repot dibandingkan di Indonesia.

Saya memulai hobi ini di musim panas tahun lalu dengan membeli tanaman hias di dalam ruangan. Bermodalkan riset dengan Google dan YouTube, saya memutuskan untuk membeli beberapa tanaman yang perawatannya dikatakan mudah seperti Monstera deliciosa, Aloe vera, Zamioculcas zamiifolia, Anthurium, dan beberapa jenis tanaman lainnya. Untuk tanaman hias di luar ruangan, saya tidak terlalu mendapat kesulitan untuk memutuskan tanaman apa yang akan dibeli, cukup melihat tanaman apa yang tersedia di pasaran di musim tertentu.

Tanaman yang tahan panas matahari, misalnya, hanya bertahan hingga musim gugur di luar ruangan. Jadi tanaman penghuni balkon saya berganti-ganti setiap musim. Sebenarnya ada berbagai jenis tanaman hias yang bisa bertahan di empat musim bila ditanam langsung di tanah atau potnya dipindahkan ke ruang bawah tanah saat musim dingin, misalnya bunga Lavender atau bunga Ivy.

Koleksi tanaman hias Fransisca Sax
Beberapa koleksi tanaman hias, Agustus 2020Foto: privat

Merasa percaya diri setelah bisa memelihara tanaman yang perawatannya mudah, sayapun mencoba memelihara tanaman di dalam ruangan yang perawatannya lebih sulit. Saya mencoba merawat tanaman jenis prayer plants seperti Calathea, Stromanthe, dan Ctenanthe. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama Meranti. Jenis tanaman tropis ini lebih sulit dipelihara di Jerman karena mereka membutuhkan kelembaban yang tinggi dibandingkan tanaman lainnya. Ini menjadi masalah terutama di musim dingin.

Saya sempat mempertimbangkan untuk memasang alat pelembab ruangan (humidifier), namun setelah mencari tahu lebih lanjut saya khawatir kelembaban udara yang tinggi dapat membuat jamur mudah tumbuh dan menyebar di dinding apartemen. Jamur di dinding tentunya tidak baik untuk kesehatan penghuni rumah. Untuk mengatasinya saya menaruh pot tanaman di atas nampan yang diisi dengan bebatuan dan air. Hal ini membuat kelembaban lebih tinggi namun proses transpirasi hanya terjadi secara lokal di sekitar tanaman tersebut saja. Di samping itu tanaman Meranti membutuhkan air murni sehingga air keran di Munich kurang cocok bagi tanaman ini. Air keran di Munich memang aman untuk diminum bagi manusia, namun kandungan mineral di dalamnya terlalu tinggi untuk jenis tanaman seperti Calathea. Sayapun mengumpulkan air hujan dari balkon di musim panas dan musim gugur. Di musim dingin, saya mengumpulkan salju dari balkon lalu mencairkannya di dalam rumah.

Banyak orang di Jerman memelihara tanaman tropis di dalam ruangan, sementara tanaman lokal yang lebih bisa beradaptasi dengan iklim di Jerman dipelihara di luar ruangan. Sayangnya banyak dari tanaman hias yang tersedia di Jerman tidak dikembangbiakkan secara regional, melainkan didatangkan dari negara lain seperti Belanda, Belgia, Italia atau Spanyol. Bahkan tanaman hias yang eksotis dan langka di Jerman juga diimpor langsung dari negara-negara beriklim tropis, termasuk Indonesia.

Perilaku konsumsi ini sebenarnya kurang ramah lingkungan karena jejak karbon yang dihasilkan dari proses impor jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan membeli produk lokal. Saya berusaha lebih memperhatikan asal dari tanaman yang akan saya beli misalnya dengan melihat label di pot tanaman atau membeli langsung di tempat pembibitan tanaman. Selain itu saya lebih sering membeli tanaman atau anakannya dari penyuka tanaman hias lainnya di Munich melalui forum jual beli online. Di samping saya bisa menawar dan mendapatkan harga yang lebih murah daripada membeli di toko tanaman, terbuka kesempatan untuk mendapat kontak baru walau di tengah pandemi. Kami bisa saling bertukar informasi tentang tanaman.

Kreasi tanaman Sukulen untuk dekorasi Natal
Kreasi tanaman Sukulen untuk dekorasi Natal, Desember 2020Foto: privat

Setelah hampir setahun memelihara tanaman hias di rumah, banyak hal baru yang saya pelajari. Memantau pertumbuhan tanaman yang lambat dari hari ke hari memang pas dengan kegiatan di rumah semasa pandemi yang tidak sedinamis tahun-tahun sebelumnya. Saya dan beberapa kenalan sudah merencanakan bila pandemi ini suatu saat sudah berlalu dan kami bisa melancong ke berbagai tempat seperti dulu, kami akan saling menitipkan tanaman hias sementara yang lain berpetualang di luar rumah. Sekarang ini, kami menikmati dulu merawat tanaman hias di rumah masing-masing.

*Fransisca Sax tinggal dan bekerja sebagai psikolog anak dan remaja di Munich, Jerman. Di samping hobi baru merawat tanaman, ia senang mengeksplorasi kue-kue klasik Jerman dan berkutat dengan tulisan Carl Gustav Jung dan Viktor Frankl.

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)