1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hercules Jatuh di Magetan

20 Mei 2009

Kecelakaan pesawat angkut Hercules milik TNI Angkatan Udara di Magetan, Jawa Timur, menambah panjang daftar kecelakaan penerbangan TNI. Benarkah minimnya anggaran pertahanan terkait sebagai menjadi faktor penyebab?

https://p.dw.com/p/HuEJ
Tim penyelamat mencari korban pesawatFoto: AP

Sedikitnya 96 orang tewas, ketika sebuah pesawat angkut Hercules milik TNI Angkatan Udara jatuh menimpa rumah penduduk di desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan Jawa Timur Rabu pagi. Jumlah korban diperkirakan masih akan terus bertambah, karena terdapat sejumlah penumpang yang mengalamai luka berat. Juru Bicara TNI Sagoem Tambun menjelaskan:

”Menjelang pendaratan di Lanud Iswahjudi pesawat oleng, lalu menabrak rumah. Jadi sebelum sampai di atas landasan, disitu mungkin terjadi kerusakan, kita katakan sementara itu kerusakan mesin, karena kalau tidak rusak kan tidak sampai seperti itu.”

Pesawat naas jenis C130 itu, berangkat dari Pangkalan Halim Perdana Kusumah Jakarta untuk penerbangan rutin, dengan mengangkut lebih dari 100 penumpang yang terdiri dari anggota TNI dan keluarganya. TNI menyatakan, pesawat buatan tahun 1980 itu dalam kondisi layak terbang dan baru setahun lalu menjalani peremajaan. Juru Bicara TNI Sagoem Tambun, mengatakan TNI akan segera mengirim tim untuk menyelidiki penyebab utama kecelakaan itu:

“Cuaca di sekitar Madiun menjelang pendaratan cukup baik, anginnya tenang, jarak pandang antara 500-1000 M, itu cukup baik untuk penerbangan. Agak sedikit berkabut tapi masih dalam batas memungkinkan untuk pendaratan. Mesin bagus cuaca bagus, human error? Kita belum bisa menyampaikan itu. Sebagaimana biasa setiap kejadian penerbangan, nanti TNI AU akan membentuk tim PPKPT yang akan menyelidiki, mengkaji semua aspek untuk menyimpulkan apa penyebabnya.”

Ini adalah kecelakaan penerbangan TNI yang paling fatal dalam 2 tahun terakhir. Kecelakaan ini, sekaligus menambah panjang daftar kecelakaan penerbangan TNI. dalam 5 bulan terkahir, setelah pada awal April lalu, pesawat Fokker TNI jatuh dan menewaskan 18 anggota Pasukan Khusus Angkatan Udara di Bandung.

Awal tahun lalu, Presiden Yudhoyono telah memerintahkan agar TNI merumahkan Alat Utama Sistem Pertahanan atau Alutsista yang berusia diatas 25 tahun setelah sejumlah kecelakanan fatal. Namun hal itu tidak mungkin dilakukan mengingat sebagian besar persenjataan TNI telah berusia tua. TNI menjawab perintah itu dengan memperpanjang usia pakai persenjatan yang dimiliki.

Bagaimanapun, sejumlah pihak mengaitkan rangkaian kecelakaan ini dengan minimnya anggaran pertahanan yang disediakan untuk TNI. Ini didasarkan kenyataan, bahwa sejumlah kecelakaan penerbangan TNI, menimpa pada pesawat pesawat yang berusia tua. Namun Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menolak kesimpulan itu:

“Kesimpulan itu, karena kita tahu berbagai alutsista (alat utama sistem pertahanan) Termasuk di negara-negara tetangga masih banyak yang menggunakan Alutsista lama, bedanya, barangkali adalah Negara Negara tetangga mempunyai biaya perawatan yang lebih tinggi. Kita bedakan masalah teknis dengan masalah kelayakan dari segi pembiayaan perawatan. Karena itu sebelum sampai kepada kesimpulan seperti itu, kita selalau mengatakan di tiap tiap angkatan ada upaya seteliti mungkin, supaya perpanjangan usia pakai itu betul-betul menjamin keselamatan teknis. Tapi keselamatan teknis itu tidak bisa menjamin kesalahan-kesalahan operasional.”

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono boleh saja menekankan, pentingnya aspek perawatan untuk menyiasati alutsista yang berusia lanjut. Masalahnya biaya perawatan yang disediakan pemerintah kurang dari 10 persen. Padahal banyak pengamat militer beranggapan: idealnya biaya perawatan mencapai 20 hingga 25 persen, dari keseluruhan Alutsista.

Zaki Amrullah/AP