1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hamil di Jerman tanpa Dokumen Resmi

15 November 2019

Mary dari Ghana tidur di tempat berbeda hampir setiap malam. Ia tidak punya izin tinggal dan asuransi kesehatan. Karena takut dipulangkan, orang-orang tanpa dokumen resmi enggan melakukan pemeriksaan penting.

https://p.dw.com/p/3T2YR
Praxis Andocken der Diakonie in Hamburg
Foto: DW/A. Grunau

"Anda tinggal dimana?”, tanya Maike Jansen. Bidan ini berlutut dan senyum ke ibu hamil ini. "Saya tidak punya tempat tinggal,” kata Mary (nama telah diubah) dengan gugup. "Saya kadang disini, kadang disana.” Anggota sebuah gereja memberinya tempat tinggal dan mengurus Mary secara bergantian, cerita wanita asal Ghana ini. "Hidup sangat sulit jika Anda tidak punya basis yang kuat,” ujar sang bidan bersimpati. Mary mengangguk. Ia menggenggam erat tisu di tangannya.

Bagaimana rasanya hidup di Jerman tanpa izin tinggal? "Ini seperti di neraka!” Kalimat ini ia ucapkan tiga kali. "Jika seseorang melakukan sesuatu kepada saya, saya tidak berbuat apa-apa, saya bahkan tidak mengingatnya.” Mary enggan bercerita apa yang ia alami. Ia menekankan, yang paling penting baginya adalah pelayanan kesehatan disini.

Mary mendapat bantuan dari Praktik Andocken di organisasi Diakonie Hamburg, yang diperuntukkan bagi orang-orang tanpa dokumen resmi . "Kami terikat kewajiban dokter untuk menjaga rahasia”, ini tertulis dalam beberapa bahasa di plat yang terletak di ruang penerimaan. Sebelum praktek dibuka, sudah ada sejumlah orang yang menunggu di depan pintu. Mereka ditolong secara anonim, gratis dan dalam berbagai bahasa oleh beberapa dokter umum, seorang pekerja sosial, seorang ginekolog dan, sejak April tahun ini, untuk pertama kalinya oleh seorang bidan, Maike Jansen.

Praxis Andocken der Diakonie in Hamburg
Bidan Jansen turut memperkuat tim Andocken sejak April laluFoto: DW/A. Grunau

Rasa takut yang selalu ada - kehamilan berisiko

Mary baru-baru ini diperiksa oleh ginekolog Teresa Steinmüller. Diagnosanya: Tekanan darah yang terlalu tinggi, obesitas, darah dan bakteri di urin, hanya satu ginjal yang berfungsi – risiko kesehatan bagi dirinya dan bayinya. Banyak perempuan juga punya trauma, kata Steinmüller: Diperkosa dalam perjalanan mengungsi, mutilasi genital atau khawatir atas nasib anak-anak yang ditinggalkan. Mary juga meninggalkan seorang putri untuk diurus tantenya di Ghana.

Hidup tanpa dokumen resmi, rasa takut ditangkap dan dideportasi adalah beban berat bagi wanita-wanita hamil, ungkap Steinmüller yang juga seorang psikoterapis. "Mereka selalu ketakutan.” Ini bisa mengakibatkan depresi, gangguan tidur dan kecemasan, serta gangguan jasmani seperti infeksi dan pecahnya ketuban secara prematur. Hampir 50% kehamilan seperti ini sangat berisiko. Dengan demikian semakin penting untuk mereka mendapatkan pemeriksaan pencegahan: "Mereka perlu perawatan lebih banyak.”

Dokter-dokter tidak menyarankan pulang ke Ghana

Maike Jansen, yang sering bekerja dengan pengungsi di luar negeri, mengambil waktu untuk Mary. Ia meraba perutnya dengan halus, dan membiarkannya merasakan dimana letak bayinya di rahim dan dengan pengeras suara memperdengarkan bunyi darah mengalir ke anaknya melalui tali pusat. Pasiennya menjadi lebih tenang, suaranya lebih lembut. Mary hanya punya satu ginjal. Ginjal lainnya telah ia sumbangkan kepada sepupunya di Inggris, ceritanya. Untuk itulah ia pergi ke Eropa. Meskipun telah melewati transplantasi, sepupunya meninggal, meninggalkan Mary sendiri tanpa visa.

Makanan bergizi nyaris tak memungkinkan

Mary berjuang pergi ke Hamburg karena orang-orang lain dari Ghana mengatakan bahwa Mary bisa mendapatkan pertolongan disana. Mereka memberi tahu Mary tentang Andocken dan memberikannya makanan, ceritanya kepada Maike Jansen. Tetapi makanan tradisional Fufu, bubur dengan kadar kanji yang tinggi, tidak dimakannya lagi semenjak ia tahu, bahwa berat badannya terlalu tinggi. Sejak kunjungan terakhirnya di Andocken, berat badan Mary sudah berkurang, tekanan darahnya juga tidak setinggi sebelumnya. Ia lebih banyak minum air dan mencoba lebih banyak bergerak, ujar Mary.

Maike Jansen memuji kedisiplinannya. Ia tahu betapa sulitnya bagi perempuan tanpa tempat tinggal tetap dan uang sendiri untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak sayur dan buah-buahan: "Ini tidak bisa dipaksakan.” Ia memberi mereka tablet asam folat, zat besi, magnesium dan vitamin, serta menyarankan obat rumahan yang murah untuk infeksi kandung kemih. Setiap tahunnya Andocken membantu sekitar 200 wanita hamil. Kebanyakan dari mereka datang dari Ghana dan negara-negara Afrika lainnya, beberapa datang dari negara Amerika Latin, Asia atau negara-negara tetangga Uni Eropa. Praktek ini bergantung pada sumbangan.

Rasa takut dideportasi

Orang-orang seperti Mary bisa dihukum di Jerman. Lembaga-lembaga pemerintah (kecuali sekolah) wajib melaporkan setiap warga yang tinggal ilegal ke departemen imigrasi. Karena itu Mary dan orang lain sepertinya tidak pernah naik bus tanpa tiket dan selalu memastikan untuk tidak menonjol dimanapun.

Hak atas kesehatan adalah sebuah hak asasi manusia. Mary juga berhak atas perawatan penyakit-penyakit akut dan perawatan selama kehamilan. Namun pengobatan yang terencana harus diajukan sebelumnya. Karena takut dipulangkan, orang-orang tanpa dokumen resmi sering menunda pengobatan-pengobatan penting sampai akhirnya berbahaya, cerita para penolong.

Dalam situasi darurat, setiap orang berhak untuk diobati secara anonim di rumah sakit. Tetapi kenyataannya sangat sulit untuk menerapkan hak ini, kata Maria José Guillén Ramirez, pekerja sosial di Andocken. "Dalam kasus darurat, mereka harus menerima pasiennya, tetapi ada rumah sakit yang tidak melakukannya.” Rumah sakit yang menolong seringnya tidak mendapatkan uang untuk layanannya.

Keluar dari hidup ilegal

Organisasi Katolik "Hidup Ilegal” memperingatkan, bahwa ketakutan atas pihak berwenang memiliki konsekuensi hukum serius bagi anak. Jika mereka "tidak punya akte kelahiran, mereka tidak bisa membuktikan eksistensinya dan hubungan dengan keluarganya”, jelas website organisasi itu. Dengan demikian Mary tidak akan bisa mencegah bayinya dipisahkan darinya.

Mulai minggu kehamilan ke-32, ia bisa mengajukan permintaan penundaan pemulangan sementara selama masa kehamilan dan setelah persalinan. Bagi mereka yang memiliki izin ini tidak perlu takut akan dipulangkan sampai paling tidak delapan minggu setelah melahirkan. Mereka juga akan mendapatkan asuransi kesehatan gratis, jelas pekerja sosial Ramirez. Persalinan di Jerman sendiri memakan biaya ribuan Euro. Para perempuan ini tidak punya uang sebanyak itu, tanpa dokumen resmi mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan normal. Kebanyakan mereka bekerja membersihkan rumah orang dengan bayaran kecil, selama ini masih memungkinkan di masa kehamilan.

Banyak yang takut akan dipulangkan setelah masa perlindungan kehamilan, kata pekerja sosial Ramirez. Jika ayah dari anaknya adalah orang Jerman, atau seseorang yang punya izin tinggal, dan mengakui sebagai ayah anak tersebut, maka ibunya bisa tinggal di Jerman sampai anaknya berusia 18 tahun. Mary berharap, bahwa ayah anaknya menandatangani surat pengakuan: "Saya berdoa agar ia melakukan itu.”

Infeksi HIV, air mata, semangat berjuang

Tes darah dari seorang wanita hamil lainnya menunjukkan, dirinya positif terinfeksi HIV. Tetapi ia tidak bisa dihubungi, kata ginekolog Teresa Steinmüller: Ia tidak punya uang untuk membeli pulsa hp. Hari ini dokter Steinmüller memberi tahu diagnosanya. Perempuan ini harus segera mendapat obat-obatan untuk mempertinggi kesempatan baginya mendapatkan bayi yang sehat. Pasiennya terlihat sudah agak tenang setelah awalnya shok, tapi kemudian ia duduk menangis tak terkendali di ruang tunggu. Maike Jansen mengajaknya masuk ke ruang perawatan kecil, mendengarkan kekhawatirannya, menenangkannya. Jam praktek sudah lama selesai.

Di akhir hari kerjanya, Maike Jansen terlihat prihatin: "Hari ini banyak sekali yang menangis.” Minggu ini ada tiga pasien darurat yang harus masuk rumah sakit. Perempuan dengan pendarahan dan komplikasi berbahaya harus dirujuk oleh Praktek Andocken. "Untungnya,” kata sang bidan, "praktek kami tidak setiap hari separah ini”. "Kita juga bisa mengambil contoh dari para wanita hamil ini,” lanjutnya. "Setelah menangis, mereka selalu menemukan semangat berjuang baru.”

Mary dari Ghana bertekad bulat untuk mengatasi hidupnya yang sulit. Ia mengusir rasa takutnya: "Saya punya seorang putri di Afrika dan saya harus mengurus bayi ini. Karena itu saya harus berjuang, saya tidak boleh menyia-nyiakan hidup saya." (ag/gtp)