1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Golkar-Demokrat Cerai?

22 April 2009

Partai Golkar memutuskan tidak akan berkoalisi dengan Partai Demokrat dalam Pemilu Presiden. Tapi tak semua pimpinan Golkar sepakat.

https://p.dw.com/p/Hc8P
Pemilu di IndonesiaFoto: AP

Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla diunggulkan sebagai pasangan terkuat dalam pemilu presiden mendatang. Tetapi duet pemenang Pemilu 2004 itu, nampaknya harus berakhir setelah Partai Golkar mengumumkan kegagalannya, menjalin koalisi dengan partai pengusung Yudhoyono, Partai Demokrat. Sekjen Partai Golkar Soemarsono:

“Setelah melakukan komunikasi politik yang intensif untuk melanjutkan pemerintahan SBY-JK selama kurang lebih satu minggu dengan Partai Demokrat, tidak didapat titik temu kesamanan pandangan tentang koalisi kedua partai. Berdasarkan hasil rapat pengurus harian 22 April DPP Golkar menyatakan tidak mencapai mufakat.”

Rapat harian DPP Golkar, juga memberi peluang Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla, untuk bermanuver menjajaki koalisi dengan partai politik lain. Kembali Sumarsono:

“DPP Golkar memberikan mandat penuh kepada ketua Umum (Jusuf Kalla) untuk membuka komunikasi dengan partai Partai politik untuk membangun pemerintahan yang kuat dan efektif.”

Jusuf Kalla sendiri, langsung bergerak cepat mendekati Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri untuk menjajaki koalisi. Meski demikian, upaya ini, nampaknya tidak akan berjalan mulus. Mengingat tak semua pimpinan Golkar sepakat dengan keputusan ini. Beberapa pengurus bahkan terang-terangan menyorongkan nama petinggi Golkar lain untuk dipinang Yudhoyono. seperti bekas Ketua Umum Golkar Akbar Tanjung, yang namanya belakangan muncul menjelang rapat pimpinan nasional khusus Partai Golkar hari Kamis:

Ketua DPP Golkar, Marzuki Darusman menyatakan manuver untuk berpisah dengan Demokrat ini, bukan keputusan resmi partai, melainkan keinginan sebagian faksi dalam tubuh pohon beringin:

“Itu DPP harian, belum DPP secara keseluruhan. Dari DPP harus diangkat lagi ke tingkat rapat pimpinan. Jadi sepanjang jalan itu, masih ada kemungkinan perubahan. Ini lebih merupakan keptusan yang diambil oleh JK selaku Ketua Umum. Jadi belum merupakan keputusan konsensus. Apalagai keputusan partai secara keseluruhan. Untuk sementara langkah langkah ketua umum sendiri, bukan sifatnya mengikat. Yang bisa mengikat hanya rapat pimpinan.”

Pengamat politik, Bima Arya sependapat. Namun ia memandang, keputusan Golkar untuk berpisah dengan Demokrat ini, tak lepas dari munculnya faksi-faksi dalam tubuh beringin, yang menghendaki calon lain selain Jusuf Kalla. Menurut Bima Arya, manuver kubu Jusuf kalla ini, ditujukan untuk mengunci peluang democrat membidik calon lain, seperti Akbar Tanjung dan Sri Sultan Hamengkubuwono:

“Saya kira ini memang harus dilakukan JK dan pendukungnya untuk menarik atau mengkosolidasikan orang orang pendukung JK,. Kalau JK tidak jelas scenario arahnya kemana. Nanti . akan ada scenario liar yang lain dan tidak bisa dikendalikan oleh JK. Jadi saya kira ketika ini dideklarasikan, kemudian akan ada proses konsolidasi DPD propinsi yang diarahkan untuk mendukung keputusan ini. Ini memang satu keputusan yang sangat beresiko tinggi, karena belum tentu juga DPD propinsi ini bisa mereka konsolidasikan. Dan ada juga pengurus DPP yang kemudian akan bersuara lain.”

Menghadapi pemilu Presiden Pimpinan Golkar terbelah, setelah partai itu gagal memperoleh suara maksimal dalam Pemilu Legislatif. DPP Golkar sebelumnya mengusung Ketua Umum Partai Golkar Yusuf Kalla sebagai calon presiden namun keputusan itu, nampaknya akan dikoreksi, dalam Rapat Pimpinan Kamis pekan ini.

Penulis: Zaki Amrullah

Penyunting: Ayu Purwaningsih