1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Gereja Katolik Jerman Kekurangan Pastor dan Pembantu Gereja

Christoph Strack
30 September 2020

Gereja Katolik Jerman terpaksa menggabungkan beberapa paroki menjadi paroki yang lebih besar, karena kekurangan pastor dan pegawai. Tapi masalahnya jauh lebih mendasar, kata pengeritik yang menuntut reformasi.

https://p.dw.com/p/3j9im
Gereja Katolik Bonn, Bonner Münster
Gereja Katolik Bonn, Bonner MünsterFoto: Fotolia/europhotos

Sebagai kepala Gereja Katolik Bonn, salah satu gereja tertua di Jerman, Wolfgang Picken adalah wajah Katolik yang paling dikenal di bekas ibu kota Jerman itu. Nantinya, lebih banyak gereja akan berada di bawah pengawasannya, demikian menurut rencana baru Keuskupan Agung di kota tetangga, Köln. "Ini adalah perubahan besar," katanya kepada DW.

Restrukturisasi adalah kata kunci baru organisasi Gereja Katolik Jerman. Alasannya: jumlah pengunjung gereja yang terus menurun. Hal ini dibarengi turunnya pendapatan dari iuran gereja, yang di Jerman dipungut langsung bersama pajak, sehingga umum disebut "pajak gereja".

Keuskupan Agung Köln adalah yang terbesar di Jerman, dan salah satu yang terkaya di dunia. Sekalipun begitu, restrukturisasi harus dilakukan untuk mengurangi jumlah parokinya, dari sekitar 500 saat ini, menjadi 50 pada tahun 2030. Sebuah pengurangan drastis. Seorang pastor nantinya akan membawahi komunitas yang jauh lebih besar, dia tidak hanya memimpin satu gereja, tetapi banyak gereja.

"Kami tidak bisa bertindak seperti dulu lagi, ketika kami masih bersifat gereja yang merakyat," kata Wolfgang Picken. "Hari-hari itu sudah berakhir," ujarnya sambil mengingatkan, bahwa restrukturisasi perlu dilaksanakan "tidak sebagai beban, melainkan sesuatu yang bermanfaat."

Ketua Gereja Katolik di Bonn, Wolfgang PickenDeutschland Bonner Stadtdechant Wolfgang Picken
Ketua Gereja Katolik di Bonn, Pastor Wolfgang PickenFoto: Rolf Vennenbernd/dpa/picture-alliance

Dicari: Calon pastor dan pembantu gereja baru

Restrukturisasi yang dilakukan Gereja Katolik Jerman juga merupakan konsekuensi logis dari kurangnya tenaga pastor dan pekerja gereja, masalah serius yang dihadapi kalangan gereja di Jerman selama beberapa tahun belakangan. Terutama bagi Gereja Katolik yang menghadapi tantangan dan krisis besar di tengah skandal pelecehan seksual oleh para pekerja gereja sendiri.

Tapi rencana restrukturisasi Gereja Katolik Jerman ternyata menghadapi penentangan juga dari Vatikan, yang menyatakan bahwa setiap gereja harus dipimpin oleh seorang pendeta. Pernyataan itu membuat frustrasi para pejabat gereja Jerman, yang sedang berusaha melibatkan lebih banyak kalangan awam dalam tugas-tugas gereja, baik dalam administrasi maupun dalam pekerjaan pastoral.

"Saya harus menelan ludah, membaca (pernyataan) itu," kata Thomas Sternberg, presiden Komite Sentral Katolik Jerman ZdK, yakni asosiasi pegawai gereja dan organisasi gereja dari kalangan awam. "Saya berkata pada diri saya sendiri, beberapa hal yang disampaikan itu sangat jauh dari kenyataan dan tidak masuk akal." Faktanya adalah, minat warga untuk menjadi pekerja gereja makin surut, sekalipun setiap pastor dan pegawai organisasi gereja mendapat gaji bulanan yang memadai sesuai skema tarif gereja.

Sidang Konferensi Wali Gereja Jerman, Maret 2019 di Lingen
Sidang Konferensi Wali Gereja Jerman, Maret 2019 di LingenFoto: picture-alliance/dpa/F. Gentsch

Konsekuensi struktur Gereja Katolik yang tersentralisasi

Pembentukan paroki yang lebih besar memang bisa mengurangi biaya operasional, namun juga memperbesar jarak antara gereja dan umat, kata para pengeritik. Yang dibutuhkan bukan restrukturisasi, melainkan reformasi.

Gerd Landsberg, yang memimpin Asosiasi Kota dan Distrik Jerman, mengingatkan peran besar gereja di bidang program prasekolah, pendidikan kaum muda dan perawatan manusia lanjut usia. Selama ini organisasi bantuan gereja, baik Gereja Protestan maupun Gereja Katolik, memenuhi banyak kebutuhan komunitas di tingkat lokal. Jika gereja mulai menarik diri dari sektor ini, beban akan bertambah bagi pemerintahan komunal. “Jika perubahan ini benar-benar terjadi, kami membutuhkan struktur sosial yang sangat berbeda dalam beberapa tahun ke depan,” kata Landsberg kepada DW.

Di tingkat akar rumput umat Katolik, banyak yang melihat rencana restrukturisasi dengan sangat kritis. Banyak perwakilan kelompok gereja mengaku frustasi dan kehilangan banyak anggota, karena menilai Gereja Katolik Jerman terlalu ketat didikte dari Roma dan tidak mampu melakukan perubahan.

"Gereja jangan disesuaikan dengan kebutuhan (organisasi) gereja," kata Susanne Ludewig dari organisasi We Are Church. Justru gereja harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat dan masyarakat. Banyak umat Katolik yang tumbuh dengan kegiatan gereja dan komunitas gereja di tingkat lokal. "Tidak ada masa depan (bagi gereja), kalau orang harus mengemudi sejauh 50 kilometer untuk mencapai gereja terdekat," pungkasnya.

(hp/as)