Geliat 'Ekonomi Perak' di Populasi Cina yang Kian Tua
29 November 2024Setiap hari Rabu, Zhang Zhili, 71, yang kini telah pensiun, menempuh satu jam perjalanan dengan bus ke sebuah pusat pendidikan. Ia ingin belajar memainkan instrumen drum Afrika yang ditawarkan di sebuah kelas yang penuh dengan sesama pensiunan.
Zhang menemukan kegembiraannya dan teman-teman baru di "universitas lansia" di Beijing. Selain drum Afrika, mantan guru sekolah dasar itu mengikuti kelas tari sosial. Setelah kelas, dia pun bergaul dengan teman-temannya.
"Ketika tua, apa yang kita butuhkan?" katanya. "Mencintai diri sendiri."
Banyak warga lanjut usia (lansia) di Cina mencari kehidupan tempat lain di luar panti jompo tradisional. Hal itu mendorong tumbuhnya universitas, layanan perawatan di rumah, dan komunitas yang melayani orang dewasa yang lebih tua.
Penduduk lansia meningkat pesat
Cina menghadapi cepatnya penuaan populasi. Tahun lalu, sekitar 297 juta orang berusia 60 tahun atau lebih, lebih dari seperlima populasi. Pada 2035, jumlah ini diperkirakan akan melampaui 400 juta, atau lebih dari 30% dari seluruh penduduk Cina.
Hal itu memicu pertumbuhan layanan dan produk bagi orang dewasa yang lebih tua, istilahnya silver economy, atau ekonomi perak. Fulus di sektor ini diperkirakan akan membengkak dari sekitar 7 triliun yuan (sekitar Rp15 kuadriliun) pada saat ini menjadi sekitar 30 triliun yuan pada 2035. Demikian menurut Hu Zuquan, peneliti di Pusat Informasi Negara, sebuah lembaga publik yang berafiliasi dengan badan perencanaan utama Cina. Ia mengatakan kepada media pemerintah.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Du Peng, dekan sekolah kependudukan dan kesehatan di Universitas Renmin Beijing, mengatakan pemerintah memperluas layanan perawatan dasar untuk semua orang tua yang membutuhkannya, bergerak melampaui fokus yang tadinya hanya membantu mereka yang tidak mendapatkan dukungan keluarga.
'Ekonomi perak' merebak di Cina
Cina dikenal akan tradisi berbalas budi terhadap orang tua dan kebanyakan mereka lebih suka menua di rumah bersama keluarga setelah pensiun. Usia pensiun di Cina biasanya sekitar 50 hingga 60 tahun. Ini adalah salah satu usia pensiun termuda di antara negara-negara ekonomi utama dunia.
Banyak lansia membantu merawat cucu-cucu mereka, dan bagi sebagian orang, panti jompo dianggap sebagai bentuk pengabaian, kecuali dalam kasus-kasus disabilitas serius.
Pada bulan Januari, Beijing mengeluarkan pedoman baru yang menyerukan perluasan layanan perawatan di rumah dan pengiriman makanan serta lebih banyak pakaian, makanan, dan produk teknologi yang dirancang khusus untuk para lansia. Pedoman tersebut termasuk memperkaya kehidupan para lansia lewat pendidikan.
Layanan berbasis rumah menawarkan alternatif yang lebih terjangkau daripada panti jompo, sehingga mengurangi biaya akomodasi, kata Du. Kebanyakan warga lansia di Cina relatif sehat, dan orang-orang yang mampu ini mungkin membutuhkan kehidupan budaya yang lebih kaya daripada perawatan disabilitas, katanya.
Liu Xiuqin, pemilik dua panti jompo, melihat peluang bisnis dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Dia menginvestasikan lebih dari 800.000 yuan (sekitar Rp1,7 miliar) untuk membuka sekolah bagi lansia di Beijing.
Liu berharap bisa balik modal dalam satu tahun lagi. Dia percaya pada masa depan pasar, mengingat generasi yang lahir pada tahun 1960-an dan setelahnya lebih menghargai kualitas hidup dan kesehatan daripada orang tua mereka.
Namun bisa untung dari bisnis perak tidak semudah itu. Di kota Guangzhou bagian selatan, Wu Tang mendirikan sebuah sekolah tahun lalu setelah bisnis survei dan investigasi geotekniknya terpukul oleh kemerosotan pasar properti di Cina.
Sekolah milik Wu menawarkan kursus untuk membantu orang-orang mencapai sebagian impian masa kecil mereka, tetapi ia belum mampu menutupi biayanya. Ia juga menghadapi persaingan dari kursus-kursus yang dikelola pemerintah dengan biaya lebih murah.
'Ekonomi perak' akomodasi kebutuhan dan keinginan lansia
"Akhirnya, kebangkitan bisnis perawatan lansia di Cina telah tiba," kata Wu Wenjing yang mengepalai departemen perawatan di rumah dari anak perusahaan perawatan kesehatan milik perusahaan besar China Everbright Group di Chongqing, Cina barat daya.
Wu mempekerjakan 70 orang pengasuh, terapis rehabilitasi, dan psikoterapis. Mereka mendatangi klien di rumahnya. Industri ini kompetitif dan memiliki tingkat pergantian karyawan yang tinggi mengingat kesulitan bekerja sendiri di rumah klien. Wu berharap dapat balik modal dalam lima tahun, dan senang dengan upaya pemerintah untuk mengembangkan ekonomi perak.
Berbagai perusahaan berupaya turut ambil bagian dalam bisnis yang melibatkan pasar lansia ini. Di saat yang sama, Cina juga berupaya mengatasi masalah demensia. Pemerintah menyediakan tes skrining kognitif, dan melatih staf yang bekerja di klinik memori atau sebagai pekerja sosial. Beberapa perusahaan farmasi dan bioteknologi Cina juga sedang mengembangkan obat yang menargetkan penyakit Alzheimer dan bentuk demensia lainnya.
Sementara Beberapa sekolah dan taman kanak-kanak yang kosong akibat menurunnya angka kelahiran, telah diubah menjadi fasilitas perawatan bagi orang tua.
Namun, ada pertanyaan tentang daya beli banyak lansia. Survei nasional tahun 2021 yang dilakukan bersama oleh Kementerian Urusan Sipil Cina menemukan rata-rata para lansia berpendapatan tahunan sekitar 11.400 yuan (sekitar Rp25 juta).
Di daerah pedesaan, jumlahnya kurang dari setengahnya. Lebih dari satu dari 10 orang tua di Cina hidup dalam kemiskinan, dengan standar hidup yang jauh lebih rendah di daerah pedesaan dan Cina bagian barat, menurut data dari survei yang dilakukan oleh Universitas Peking.
Ekonomi perak di Cina masih dalam tahap awal, kata Gary Ng, ekonom senior di Natixis Corporate and Investment Banking. "Ada prospek di sini, tetapi tampaknya masih banyak yang perlu dilakukan," katanya.
ae/hp (AP)