1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Foto Cantik di Instagram Bisa Memicu Perdagangan Satwa Liar

23 Agustus 2019

Para ahli konservasi memperingatkan, foto cantik dengan satwa liar di Instagram bisa memicu perdagangan ilegal karena permintaan melonjak. Media sosial dan kebiasaan menyebar swafoto (selfie) penyebabnya.

https://p.dw.com/p/3ON3Y
Bildergalerie Halloween im Zoo Seatlle 2016 | Zwergotter
Foto: Getty Images/AFP/J. Redmond

Foto-foto selfie yang populer di Instagram bisa saja menggalakkan perdagangan ilegal satwa liar, kata aktivis dan kelompok perlindungan satwa liar. Karena foto-foto cantik dengan satwa liar bisa tersebar dengan cepat lewat media sosial dan membangkitkan minat banyak pengguna dan follower untuk memilikinya. Misalnya saja foto dengan berang-berang liar.

"Perdagangan ilegal berang-berang tiba-tiba meningkat secara eksponensial," kata Nicole Duplaix, Ketua Kelompok Spesialis Berang-Berang di International Union for Conservation of Nature (IUCN) kepada kantor berita AFP.

Semua spesies berang-berang Asia sudah lama terdaftar sebagai satwa liar yang terancam punah, setelah habitatnya sejak lama menyusut dan perdagangan ilegal dengan kulitnya tetap marak.

Tetapi sekarang, para konservasionis mengatakan bahwa lonjakan media sosial dan teknologi komunikasi telah memicu permintaan luas untuk bayi berang-berang di negara-negara Asia, khususnya Jepang. Trend ini bisa mendorong seluruh spesies menuju kepunahan.

Pihak Konvensi Perdagangan Internasional untuk Spesies Langka CITES saat ini berkumpul di Jenewa, Swiss, untuk mengevaluasi dan menyempurnakan perjanjian yang mengelola perdagangan lebih dari 35 ribu spesies tanaman dan hewan. Mereka sekarang akan membahas proposal untuk meningkatkan perlindungan dua spesies berang-berang yang terancam punah.

Fischotter Lutra lutra
Foto: Imago Images/blickwinkel

Permintaan meningkat setelah disebar di media sosial

Berang-berang cakar kecil Asia dan berang-berang bulu halus memang sudah terdaftar sebagai satwa terancam kepunahan di bawah perjanjian CITES Appendix II. Namun India, Nepal, Bangladesh dan Filipina meminta kedua satwa dipindahkan ke Appendix I, yang berarti diberlakukan larangan perdagangan secara penuh.

Para ahli konservasi bersikeras bahwa langkah ini sangat penting, setelah populasi kedua spesies turun sampai 30 persen selama tiga dekade terakhir. Penurunan itu diyakini berlangsung makin cepat selama beberapa tahun terakhir.

"Ini terutama didorong oleh keinginan untuk memiliki berang-berang sebagai hewan peliharaan yang eksotis, dan media sosial benar-benar mendorongnya," kata Cassandra Koenen, Koordinator kampanye "Wildlife Not Pets" dari kelompok World Animal Protection, mengatakan kepada AFP.

Hal itu dibenarkan Paul Todd dari Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam NRDC.

"Sungguh luar biasa melihat bagaimana tren terbaru di media sosial punya korelasi langsung dengan matinya spesies di lapangan," katanya kepada kantor berita AFP.

Tokoh-tokoh populer di Instagram dan Facebook sering mendapat ribuan komentar memikat tentang foto berang-berang mereka, seperti "sangat lucu", "sangat menggemaskan", dan "ingin (punya) satu!".

Nicole Duplaix dari IUCN mengakui bahwa berang-berang "sangat karismatik".  Faktor kelucuan mereka justru yang "menyebabkan kematian mereka", katanya.

Seeotter und Seelöwen im Marine Mammal Center
Foto: DW/B. Osterath

Perdagangan ilegal "satwa eksotis"

Di tengah meningkatnya permintaan untuk berang-berang peliharaan yang eksotis, pemburu dan nelayan di Indonesia dan Thailand khususnya semakin membunuh berang-berang dewasa untuk mengambil bayi-bayi mereka.

Berang-berang bukan satu-satunya spesies yang menderita karena meningkatnya minat manusia untuk memilikinya meningkat pesat, dipicu juga oleh gambar-gambar di media sosial. Salah satu pasar utamanya adalah Jepang, di mana satu ekor anak anjing bisa ditawar sampai 10 ribu dolar AS.

Di antara 56 proposal yang dirundingkan di Jenewa untuk masuk dalam daftar satwa yang dilindungi, 22 proposal melibatkan spesies yang terancam karena perdagangan ilegal hewan peliharaan yang dianggap eksotis, termasuk kadal, tokek, kura-kura dan laba-laba.

Paul Todd dari NDRC mengatakan, banyak bukti menunjukkan bahwa "suatu spesies dapat berubah dari "situasi baik-baik saja menjadi benar-benar terancam punah hanya dalam beberapa tahun" karena dorongan kepemilikan yang dibangkitkan oleh gambar-gambar di media sosial seperti Instagram.

"Berang-berang bayi sedang terancam, dan untuk apa? Selfie," katanya. "Kita harus hentikan ini."

Zwei Seeotter
Foto: Monterey Bay Aquarium

hp/ts (afp, rtr, ap)