1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanAsia

Kasus Lampaui 100.000, Filipina Tetapkan Lockdown di Manila

3 Agustus 2020

Filipina mencatat lebih dari 100.000 kasus virus corona. Lembaga kesehatan lokal menilai perang melawan pandemi Covid-19 “tidak bisa dimenangkan.” Presiden Rodrigo Duterte perintahkan karantina wilayah di Manila

https://p.dw.com/p/3gIze
Militer Filipina berpatroli di jalan usai pemerintah kembali menjalankan karantina wilayah di kota Navotas, Manila, 16 Juli silam.
Militer Filipina berpatroli di jalan usai pemerintah kembali menjalankan karantina wilayah di kota Navotas, Manila, 16 Juli silam. Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Favila

Presiden Filipina Rodrigo Duterte memerintahkan karantina wilayah di ibu kota Manila menyusul desakan lembaga-lembaga medis lantaran kasus penularan corona yang terus merangkak ke atas.

Jurubicara Kepresidenan Harry Roque mengatakan kawasan metropolitan Manila yang menampung 12 juta penduduk akan ditempatkan di bawah karantina moderat, bersama lima provinsi padat penduduk lainnya. Pembatasan diberlakukan selama dua pekan, mulai Selasa (4/8). 

Departemen Kesehatan di Manila mencatat jumlah kasus penularan harian mencapai 5.032 pada Minggu (2/8). Saat ini sudah sebanyak 103,185 kasus Covid-19 yang dilaporkan di Filipina dengan 2.000 angka kematian. 

Setelah Indonesia, Filipina memiliki kasus corona terbesar kedua di Asia Tenggara. Lonjakan angka penularan ditengarai dipicu oleh pelonggaran karantina yang diperintahkan Presiden Rodrigo Duterte mulai 1 Juni silam. 

Sejak saat itu, lebih dari 50.000 warga tertular virus corona. Buntutnya sejumlah rumah sakit mewanti-wanti terhadap terbatasnya kapasitas untuk menghadapi gelombang kedua wabah virus corona. 

Hampir seratus direktur lembaga kesehatan di Filipina memperingatkan, sistem kesehatan berpotensi ambruk jika tenaga medis berhenti bekerja lantaran sakit, ketakutan, keletihan atau karena buruknya kondisi kerja. 

“Tenaga kesehatan kita kewalahan oleh jumlah pasien yang datang silih berganti,” tulis aliansi tersebut dalam sebuah surat terbuka yang dibacakan pada konferensi pers virtual di Manila, Sabtu (1/8). 

Kapasitas rumah sakit di ujung tanduk 

Mereka meminta Duterte agar memberlakukan kembali karantina wilayah di ibu kota Manila antara 1 hingga 15 Agustus untuk memberikan “waktu istirahat” bagi tenaga medis, dan memungkinkan pemerintah mengkaji ulang kebijakannya menghadapi pandemi. 

“Kita melancarkan perang yang tidak bisa dimenangkan melawan Covid-19 dan kita butuh rencana yang terkonsolidasi dan jelas,” tulis gabungan lembaga yang mewakili lebih dari satu juta perawat, doktor dan tenaga medis itu. 

Pelonggaran karantina oleh pemerintah dinilai “menciptakan persepsi keliru bahwa pandemi berangsur membaik. Padahal tidak sama sekali.” 

Mereka khawatir, wabah corona di Filipina akan memburuk serupa di Amerika Serikat. “Tingkat kepatuhan yang melemah drastis akan menyeret kita ke situasi seperti di New York City, di mana pasien Covid-19 meninggal dunia di rumah atau di bangsal rumah sakit, tanpa adanya vaksin atau obat ampuh.” 

AS saat ini mencatat 4,6 juta kasus penularan dengan lebih dari 154.000 angka kematian, menurut data Johns Hopkins University. 

Maut tiba usai pelonggaran karantina 

Di Filipina, Gereja Katholik Roma mengumumkan akan mematuhi permintaan lembaga-lembaga medis, dan menghentikan kegiatan misa di Manila dan sebaliknya kembali menawarkan semua aktivitas keagamaan secara online. 

“Tampaknya kebijakan yang ada saat ini tidak ampuh karena kasusnya meningkat,” kata Uskup Broderick Pabillo.  

Presiden Duterte sendiri dikabarkan sudah menggelar rapat kabinet bersama perwakilan industri kesehatan, kata Jurubicara Kepresidenan Harry Roque. 

Pelonggaran karantina di Manila pada 1 Juni silam ditempuh untuk menyelamatkan perekonomian. Kuota ekonomi di ibu kota dan kawasan satelitnya itu mencakup 67% dari volume perekonomian nasional. Roque mengakui, pemerintah ibarat berjalan di atas tali antara menghidupkan kembali ekonomi atau melindungi kesehatan publik. 

Pemerintah Filipina dikritik lantaran dinilai gagal menggandakan kapasitas tes agar mampu mendeteksi klaster virus sejak dini.  

Jiran di timur laut itu sejak lama bergulat dengan wabah polio, campak dan kolera di kawasan miskin. Pemerintah pun diyakini sudah menyadari ketimpangan dalam kapasitas layanan kesehatan, jauh sebelum wabah corona melanda. 

Presiden Duterte juga pernah mengakui, korupsi di tingkat lokal ikut menciutkan program bantuan untuk 23 juta keluarga miskin. Program itu banyak dikritik lantaran proses penyaluran yang lambat dan tidak teratur.  

rznas (ap,rtr)