1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perusahaan Mulai Menerapkan Ekonomi Sirkular

Kristie Pladson
11 Agustus 2021

Produsen suku cadang otomotif Continental akan menggunakan botol plastik daur ulang untuk membuat ban, setelah menerapkan prinsip ekonomi sirkular. Perusahaan lain mengikuti, tapi apakah ini cukup?

https://p.dw.com/p/3ymCz
Deutschland Hannover | Continental Reifen
Foto: Julian Stratenschulte/dpa/picture alliance

Daur ulang, sebuah kegiatan yang dulunya diasosiasikan dengan pengumpulan kardus kosong kemasan susu dan ‘hippies’, kini bertransformasi jadi kiat bisnis modern.

Perusahaan ban Continental pekan lalu mengumumkan, akan menggunakan bahan poliester yang diproses ulang dari botol daur ulang berbahan polietilen tereftalat (PET) untuk produksi ban mulai tahun 2022.

Bahan mentah untuk polyester, sejenis plastik, yang biasanya digunakan dalam pembuatan ban, berasal dari minyak mentah dan gas alam. Untuk membuat set ban lengkap dibutuhkan sekitar 60 botol PET daur ulang. Di laboratorium dan uji jalan, ban yang terbuat dari serat poliester dari botol tidak menunjukan perbedaan performa dengan ban tradisional.

“Dengan penggunaan benang poliester daur ulang, kita mengambil langkah penting menuju ekonomi sirkular lintas produk,” kata Andreas Topp, kepala bagian material, proses pengembangan dan industrialisasi ban di Continental, dalam sebuah siaran pers. Ekonomi sirkular adalah sistem ekonomi yang bertujuan untuk menyediakan produk dan bahan dasar yang dapat digunakan dalam waktu lebih panjang, sehingga meningkatkan produktivitas dan mengurangi limbah. Berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia, aplikasi metode ini dapat menghasilkan manfaat ekonomi senilai $ 4.5 juta (Rp 64 miliar) pada tahun 2030.

Perusahaan Jerman tersebut adalah salah satu pemain baru yang mulai lebih serius memperhatikan daur ulang. 

Mobil Ramah Lingkungan Dari Material Daur Ulang Sampah

Plastik menimbulkan masalah karbon

Sebuah studi dari Institut Penelitian Ekonomi Jerman (DIW) bulan lalu menyimpulkan, produksi dan pembakaran plastik menghasilkan karbon dalam jumlah yang memprihatinkan ke atmosfer, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. 

Produksi 1 ton plastik menghasilkan emisi sekitar 2 ton CO2, dan membakar limbahnya menghasilkan tambahan emisi 2.7 ton CO2 ke atmosfer, kata penulis studi tersebut.

“Target iklim Jerman dan seluruh negara UE tidak akan tercapai, kecuali usaha yang signifikan dilakukan untuk memperkuat ekonomi sirkular,” kata co-penulis Frederik Lettow dalam sebuah siaran pers. “Untuk mencapai target iklim netral di pertengahan abad, tidak akan cukup hanya dengan mengandalkan produksi dengan emisi rendah semata.”

DIW, yang juga menyediakan saran untuk kebijakan, menyerukan serangkaian reformasi peraturan UE yang akan mendorong fokus yang lebih besar pada daur ulang di sektor tersebut. Ini termasuk sinyal harga emisi CO2 yang lebih efektif dan standar hukum yang mewajibkan produk dan kemasan plastik dibuat dengan mempertimbangkan proses daur ulangnya. 

Sejauh ini, produsen plastik dan perusahaan pembakar sampah telah mendapat keuntungan besar dari pengecualian perdagangan emisi UE, kata laporan tersebut. Target keberlanjutan UE dengan jelas mengatakan, 50% dari limbah kemasan plastik harus di daur ulang pada 2025 dan 55% pada 2030.

Berpikir ke depan

Dilema daur ulang tidak hanya berpaku dengan plastik. Dan sebagian pemain pasar telah berusaha menunjukkannya.

Masih membahas mengenai ban: Pada 2020, perusahaan asal Amerika, Timberland, menjalin kerja sama dengan produsen ban Omni United, untuk memproduksi alas kaki dari ban bekas. Tapi bukan dengan ban bias. Melainkan ban-ban yang didesain khusus untuk didaur ulang menjadi sol untuk alas kaki.

“Cara termudah untuk membayangkan program ‘ban jadi sol’ kami adalah dengan membayangkan celana panjang yang dipotong menjadi celana pendek,” tulis Timberland di websitenya, saat mereka mengumumkan kolaborasi tersebut.

Ini merupakan salah satu contoh yang dimaksud oleh DIW, yang sangat dibutuhkan untuk mengurangi limbah plastik yang berkontribusi kepada emisi karbon.

“Di pasar untuk konsumen, sangatlah penting bagi produsen untuk membuat kemasannya dapat didaur ulang, agar daur ulang menjadi lebih efektif,” tulis DIW. “tapi mereka tidak memiliki insentif untuk melakukannya.”

Sejauh ini, motivasi utama bagi perusahaan untuk melakukan aksi berkelanjutan adalah program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), atau sebagai cara untuk mempromosikan citra ‘hijau’ di mata para konsumen yang sensitif dengan topik berkelanjutan. 

Sebuah tren yang dapat momentum

Untuk sebagian, alasan ini sudah cukup baik. Inisiatif untuk mendaur ulang banyak ditemukan di pasaran.

Merek sepatu Jerman di antaranya seperti Puma dan Adidas, telah meluncurkan koleksi produk yang dibuat dari limbah plastik yang dikumpulkan dari lingkungan. Membangun pelayanan sekunder yang menjual barang bekas dari merek pakaiannya, perusahaan ‘outdoor’ Patagonia sekarang mendaur ulang produk yang sudah dipakai ke produk barunya. Kompetitor The North Face juga melakukan ekspansi yang sama di media bisnis online. Keduanya dan meluncurkan desain-desain baru, dimana para desainer belajar untuk menerapkan prinsip ekonomi selular.

Di dunia perkomputeran, perusahaan teknologi HP baru saja meluncurkan produk yang disebut “portfolio PC paling berkelanjutan di dunia,” termasuk sebuah laptop berbahan dasar limbah plastik dari lautan. Perusahaan tersebut berjanji untuk menggunakan plastik ‘dari lautan’ di dalam semua perangkat komputer dan laptopnya di lini Elite dan juga Pro.

Pencucian hijau

Namun, inisiatif ini dapat membuat bias gambaran keseluruhan, bahwa sebagian besar produksi yang dibuat dan produk sampingannya, masih belum didaur ulang, bahkan banyak yang tidak dapat didaur ulang. Akhirnya banyak barang yang masih bagus dan tidak terpakai berakhir di tempat sampah.

Stasiun pemberitaan Inggris ITV bulan Juli melaporkan, Amazon menghancurkan jutaan barang yang tak terjual, termasuk laptop, TV pintar, dan pengering rambut, di salah satu gudangnya di Inggris. Pekan ini, raksasa bisnis online tersebut merespon dengan mengumumkan inisiatif untuk memfasilitasi penjualan barang yang dikembalikan atau kelebihan persediaan.

“Peningkatan kualitas daur ulang produk plastik tidak dapat dicapai oleh pemain tunggal pasar,” kata DIW. (mn/as)