1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

190808 Pakistan Anschlag Musharraf

20 Agustus 2008

Sehari setelah mundurnya Presiden Musharraf, tak terendus lagi euforia yang sempat melanda Pakistan. Sebaliknya, serangan bunuh diri yang menewaskan 30 orang di sebuah RS di barat laut negara itu, memenuhi pemberitaan.

https://p.dw.com/p/F1VI
Warga mengerumuni lokasi serangan di RS di Dera Ismail Khan (19/08)Foto: AP

Pelaku serangan tampaknya bertindak secara sadar agar warga sipil ikut menjadi korban. Sebagai lokasi serangan, ia memilih ruangan darurat sebuah rumah sakit di kota Dera Ismail Khan, di provinsi barat laut pakistan yang bergejolak.

Kepala Polisi Naveed Malik mengatakan, “Hasil penyelidikan kami sejauh ini menunjukkan, ini adalah serangan bunuh diri. Kami juga menemukan sisa-sisa mayat si pelaku.”

Awalnya, serangan yang menewaskan puluhan orang itu diduga bagian dari konflik antara kelompok Syiah dan Sunni di kawasan tersebut. Namun tak lama kemudian datang pengumuman dari kelompok Taliban Pakistan.

Mereka bukan hanya menyatakan bertanggungjawab, tapi juga mengancam dengan serangan berdarah lainnya jika pemerintah di salah satu provinsi tetangga tetap bertindak keras terhadap Taliban.

Mungkin saja kelompok ekstrimis memanfaatkan serangan untuk menambah tekanan terhadap pemerintah koalisi, sehari setelah mundurnya Musharraf.

Satu hal yang jelas, tema keamanan masih menduduki tempat teratas dalam daftar prioritas pemerintah, sekalipun salah satu mitra koalisi, Asfandyar Wali, ketua Partai Awami Nasional memperingatkan agar semua pihak tenang.

Wali mengatakan, "Permintaan saya, mari mengambil keputusan dengan kepala dingin, bukan dengan emosi. Jika kita memutuskan berdasarkan emosi, hasilnya tidak akan baik bagi negeri kita."

Tapi juga sudah jelas, di wilayah suku-suku di perbatasan ke Afganistan, sejak dua pekan silam berlangsung pertempuran berat antara tentara pemerintah dan pemberontak, dengan ratusan orang tewas dan ribuan lainnya terpaksa mengungsi.

Sejauh ini pemerintah koalisi, hasil pemilu bulan Februari, sulit mencari kata sepakat bagi rentetan persoalan. Salah satu yang menghadang di depan mata misalnya, apakah Musharraf harus dihadapkan ke pengadilan atau tidak?

Bagaimanapun, Menteri Kehakiman Pakistan Farook Naek membantah tuduhan bahwa sebelum mundur, Musharraf dijanjikan akan mendapat jaminan keamanan.

“Tidak ada perjanjian semacam itu dengan Musharraf. Presiden memutuskan mundur atas inisiatifnya sendiri. Koalisi akan memutuskan apakah presiden harus bertanggungjawab atau tidak”, kata Naek.

Toh, sehari setelah Musharraf mundur, koalisi masih belum memperlihatkan kesan harmonis. Untuk kedua kalinya pertemuan ditangguhkan tanpa hasil.

Partai mantan PM Nawaz Sharif diberitakan menekan mitra koalisinya dengan ultimatum. Dalam tempo 24 jam, hakim agung yang pernah dipecat oleh Musharraf harus diangkat kembali. Jika tidak, mereka akan beralih ke kubu oposisi. Euforia atas mundurnya Musharraf kini tak terendus lagi di Pakistan. (rp)