1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Duterte Diklaim Bunuh Pejabat Kementerian Kehakiman

15 September 2016

Kesaksian seorang bekas pembunuh bayaran mengungkap kisah gelap Rodrigo Duterte selama menjabat walikota di Davao. Ia bahkan diklaim pernah membunuh pejabat Kementerian Kehakiman dengan senjata Uzi.

https://p.dw.com/p/1K2sT
Philippinen Präsident Rodrigo Duterte
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Marquez

Presiden Filipina Rodrigo Duterte diklaim memerintahkan pembunuhan terhadap pegawai departemen kehakiman dan musuh politiknya selama menjabat Walikota Davao. Tudingan tersebut dilayangkan oleh bekas pembunuh bayaran yang dipekerjakan Duterte.

Dalam rapat dengar pendapat di senat yang disiarkan televisi nasional, Edgar Matobato mengklaim dirinya bersama sekelompok aparat polisi dan bekas gerilayawan Komunis membunuh sekitar 1000 orang selama 25 tahun atas perintah Duterte, salah seorang korban bahkan dijadikan santapan hidup buaya.

"Tugas kami adalah membunuh kaum kriminal seperti pengedar narkoba, pemerkosa dan penculik," ujarnya sembari menambahkan sebagian korban merupakan musuh politik Duterte dan putranya.

Rapat dengar pendapat tersebut digulirkan oleh Komisi Hak Azasi Manusia di Senat untuk menyelidiki tudingan pembunuhan ekstra yudisial dalam perang narkoba. Hingga kini polisi dan pembunuh bayaran telah menewaskan lebih dari 3000 orang selama 72 hari kekuasaan Duterte.

Kesaksian "Orang gila"

Putra Duterte, Paolo, menyebut kesaksian Marobato sekedar "pepesan kosong" dari "orang gila." Sementara jurubicara kepresidenan mengatakan tudingan tersebut telah diselidiki, tanpa adanya dakwaan hukum terhadap Duterte. "Saya tidak yakin dia bisa memberikan perintah semacam itu," ujar jurubicara Martin Andanar.

Matobato berkisah, tahun 1993 dia dan jagal lainnya sedang mengemban misi ketika dicegat di jalan oleh Biro Investigasi di Kementerian Kehakiman. Konfrontasi lalu berubah menjadi adu mulut. Duterte yang ketika itu masih menjabat walikota Davao pun dipanggil datang.

"Dia yang membunuh. Jamisola (pejabat Kementerian Kehakiman) masih hidup ketika Duterte tiba. Dia menghabiskan dua magazen peluru senjata Uzi padanya," tutur Matobato. Dia sendiri mengaku bertanggungjawab atas 50 pembunuhan. "Kami membuka baju korban, membakar dan mencicang tubuhnya."

"Mereka dibunuh seperti ayam," kata Matobato yang mengaku berhenti bekerja sebagai pembunuh bayaran karena merasa bersalah. Ia mengikuti program perlindungan saksi pemerintah setelah Duterte menjadi presiden karena takut dibunuh.

rzn/yf (afp,ap)