1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

130711 UN-Sicherheitsrat Kinderresolution

13 Juli 2011

Dengan suara bulat DK PBB di New York Selasa menyepakati resolusi guna memperkuat perlindungan anak-anak di daerah konflik bersenjata. Negara atau pihak bertikai dapat masuk daftar hitam bila menyerang sekolah atau RS.

https://p.dw.com/p/11uWF
Aussenminister Guido Westerwelle (FDP, r.) und der UN-Generalsekretaer Ban Ki-moon sitzen am Dienstag (12.07.11) in New York (Vereinigten Staaten) vor Beginn der Sitzung des Weltsicherheitsrats der Vereinten Nationen (UN) nebeneinander. Der Weltsicherheitsrat der Vereinten Nationen (UN) beraet unter Leitung von Westerwelle ueber einen besseren Schutz von Kindern in Konfliktregionen. (zu dapd-Text) Foto: Michael Gottschalk/dapd
Menlu Jerman Westerwelle (kanan) saat memimpin sidang DK PBB Selasa (12/07)Foto: dapd

Sekolah dan rumah sakit yang terbakar, tentara yang mengarahkan senjatanya kepada orang dewasa dan anak-anak yang memohon belas kasihan. Gambar-gambar itu merupakan bagian hidup sehari-hari yang tertuang dalam lukisan anak-anak dari Nepal, Myanmar, Kongo dan Afghanistan.

Moni Shresta dari Organisasi perlindungan anak-anak di kawasan konflik bersenjata Nepal, menata gambar-gambar tersebut yang ditampilkan di sebuah ruangan gedung PBB di New York.

Pameran itu digagas Jerman, yang sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB selama bulan Juli ini memimpin badan tertinggi PBB tersebut. Perlindungan anak-anak menjadi titik berat agendanya. UNESCO memperkirakan antara tahun 1998 hingga 2008, dua juta anak-anak tewas dalam konflik bersenjata, enam juta luka berat. Sekitar 300 ribu anak-anak disalahgunakan sebagai tentara.

Dewan Keamanan PBB berusaha mengatasi kenyataan dramatis ini dengan mengeluarkan daftar hitam. Setiap tahun Sekjen PBB mempublikasikan laporan situasi anak-anak di kawasan konflik bersenjata dan menyebut negara-negara yang melakukan kejahatan perang terhadap anak-anak.

Penugasan tentara anak-anak, pembunuhan juga pelecehan seksual anak-anak disebutkan dalam daftar tersebut. Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle yang memimpin sidang Dewan Keamanan PBB dalam pemungutan suara untuk resolusi itu merasa puas dengan hasil suara bulat dan menjelaskan

"Siapapun yang selanjutnya bermaksud melakukan serangan terhadap sekolah-sekolah atau rumah sakit harus memperhitungkannya dengan sanksi, bahkan dapat pula menjadi buronan akibat tindakan kejamnya. Itu adalah langkah penting guna melindungi anak-anak di kawasan konflik."

Meski demikian resolusi itu bukan tanpa kontroversi. Terutama Kolumbia dan India sebelum pemungutan suara melontarkan kritik hebat. Menteri Luar Negeri Kolumbia dalam perdebatan menyampaikan, resolusi itu kurang menitikberatkan pada perlindungan dan menuntut agar PBB hanya dengan persetujuan pemerintah negara yang bersangkutan boleh melakukan perundingan dengan pihak yang berkonflik.

Banyak negara khawatir bahwa pencantuman misalnya organisasi pemberontak dalam daftar hitam, dapat menjadi pemicu legitimasinya. Jadi daftar hitam itu berlawanan dengan tujuannya, dapat dipandang sebagai sarana pengakuan. Selain itu terlalu sedikit keberhasilan dan harus dikaji apakah upaya sanksi tersebut efisien.

Pada kenyataanya baru dua negara yang terbukti dikenai sanksi tersebut yakni Pantai Gading dan Republik Demokrasi Kongo. Susan Rice, duta besar Amerika Serikat untuk PBB, juga memaparkan situasi buruk yang dialami anak-anak di banyak negara seperti di Sudan, Myanmar dan Kongo.

Christina Bergmann/Dyan Kostermans

Editor: Hendra Pasuhuk