1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Denda bagi Penyebab Asap

4 Agustus 2014

Presiden terpilih Indonesia mendatang diharap mendukung usulan Singapura untuk mendenda para penyebab kabut asap. Para ahli mendesak pemerintahan di Jakarta untuk secara aktif menyelidiki isu tersebut.

https://p.dw.com/p/1CoKV
Foto: Roslan Rahman/AFP/Getty Images

Akhir Juli lalu, Sonny Keraf, mantan menteri lingkungan hidup dan penasehat presiden terpilih Joko "Jokowi" Widodo, mengatakan bahwa Indonesia akan mendukung rencana Singapura untuk meningkatkan upaya memperbesar denda bagi mereka yang bertanggung jawab atas polusi asap, demikian laporan Bloomberg. Usulan denda untuk emisi ilegal bisa mencapai sekitar 1,6 juta Dolar AS.

Anggota parlemen dan profesor hukum di Universitas Manajemen Singapura dan legislator di parlemen Singapura, Eugene Tan mengatakan, pernyataan Sonny Keraf "menunjukkan kesadaran Jokowi tentang posisi Indonesia dalam ASEAN dan pentingnya kerjasama bilateral dan multilateral."

Singapura dan Malaysia merupakan negara-negara paling menderita akibat kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran yang luas di Indonesia. Tahun lalu, Singapura mengalami kualitas udara terburuk.

Jika usulan aturan itu diberlakukan, maka apabila terjadi asap lintas batas, perusahaan yang melakukan pembakaran dapat didenda sampai 80.000 Dolar AS untuk setiap hari, di mana kabut tidak sehat menyelimuti Singapura. Selain itu, bagi perusahaan yang gagal mengambil langkah-langkah pencegahan pada periode kabut tersebut bisa mendapat denda tambahan sampai 40.000 Dolar AS perhari. Hukuman maksimum untuk masing-masing pelanggaran dibatasi hingga sebesar 1,6 juta Dolar AS.

Lambat merespon

Indonesia dianggap lambat dalam merespon masalah kabut asap yang disebabkan oleh pembakaran lahan dan membuat tercemarnya atmosfer. Meskipun penyebab kabut asap masih menjadi perdebatan, wakil direktur jenderal Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) Peter Kanowski mengatakan, sejak tahun 1997 beberapa petani perkebunan perusahaan telah sengaja menyalakan api di lahan gambut, karena cara ini dianggap yang termurah untuk membersihkan lahan yang luas.

Masalah akbut asap tetap menjadi isu perdebatan dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Perjanjian ASEAN mengenai Polusi Asap Lintas Batas menyepakati perjanjian mengikat secara hukum untuk kerjasama dalam hal pencegahan dan pemantauan. Indonesia adalah satu-satunya negara dari ASEAN yang belum meratifikasi perjanjian tersebut.

Penolakan untuk meratifikasi itu telah "merugikan hubungan antara Indonesia dan ASEAN," ujar Eugene Tan, karena sebagian besar kebakaran berasal dari wilayah Sumatera. Meskipun pembakaran lahan merupakan hal yang dilarang di Indonesia dan sudah ada moratorium mengenainya sejak tahun 2011, praktik pembakaran lahan masih terus terjadi.

Kerugian sektor bisnis

Menurut studi World Resources Institute tahun 2012, tingkat deforestasi di Indonesia merupakan yang tercepat di dunia, menyalip Brazil. 840.000 hektar ditebang di tahun 2012 - atau hampir dua kali lebih luas dibanding hutan di Brazil yang kawasan hutannya empat kali lebih besar dari Indonesia.

Masalah kabut, menurut Eugene Tan mempengaruhi sektor bisnis dan pariwisata. Sebab akibat kabut asap, bandara dan pelabuhan kerap mengalami penutupan.

Bruno Vander Velde, penulis senior di Center for International Forestry Research (CIFOR) mengatakan, kolaborasi di antara semua pemangku kepentingan sangat penting untuk mengatasi polusi asap.