1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Diskriminasi di Pintu Diskotik

Stephanie Höppner15 Mei 2014

Tindakan diskriminasi dan sikap rasisme masih sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari di Jerman. Seorang warga Afrika menggugat ke pengadilan, karena tidak diijinkan masuk diskotik.

https://p.dw.com/p/1Bzaw
Foto: picture-alliance/dpa

Hamado Dipama sering ditolak masuk ke diskotik. "Hanya untuk undangan khusus", itu alasan yang sering didengar oleh warga Burkina Faso berusia 39 tahun itu. Ia datang ke Jerman tahun 2002 sebagai pengungsi.

Banyak teman Dipama yang punya pengalaman serupa. "Ini pengalaman kami sehari-hari", tuturnya. Hamado Dipama tidak mau menerima perlakuan diskriminatif itu begitu saja. Bersama teman-teman dari negara-negara Afrika, Turki, Perancis dan Jerman, mereka melakukan tes di diskotik yang bertebaran München, April 2013.

Hasilnya menyedihkan. Dari 25 lokasi yang dikunjungi, 20 diskotik menolak Dipama dan satu orang lain yang berkulit hitam. Sedangkan teman-teman lain yang berkulit putih bisa masuk.

Ketika penjaga pintu ditanya, mereka kebanyakan tidak mau menjawab. "Kami tidak punya waktu untuk diskusi panjang lebar", begitu jawaban yang sering mereka terima.

Akhirnya, seorang penjaga pintu yang juga berkulit hitam mau menjelaskan: "Bos saya ada di dalam, dan saya tidak boleh mengijinkan kalian masuk".

Menggugat ke pengadilan

Walaupun datang sebagai pengungsi ke Jerman, Hamado Dipama sekarang punya jabatan penting. Dia menjadi anggota komisi orang asing di balai kota München. Jadi dia memutuskan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. "Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja", ujarnya.

Karena menurut undang-undang Jerman, seseorang tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif berdasarkan asal-usul, jenis kelamin, agama, kepercayaan, atau karena menyandang cacat.

Sejak akhir April, gugatan itu diproses di pengadilan München. Pengadilan harus memutuskan, kapan sebuah tindakan bisa dianggap sebagai diskriminasi. Pemilik klub menjelaskan, mereka melarang orang yang berpakaian tidak sepadan, mabuk, atau belum cukup umur. Jadi bukan karena warna kulitnya.

"Pembuktiannya memang tidak mudah" kata hakim Ulrich Locher yang memimpin persidangan.

Rasisme sehari-hari

Komisi orang asing di München menuntut ganti rugi dari diskotik-diskotik yang terbukti melakukan diskriminasi. Ini bukan kasus pertama yang diajukan ke pengadilan. Di Hannover, pengadilan pernah mengukum pemilik diskotik untuk membayar ganti rugi senilai 1000 Euro kepada seorang keturunan Turki yang ditolak masuk. Dalam kasus lain dari tahun 2011, seorang mahasiswa Suriah mendapat ganti rugi 500 Euro.

Sikap rasisme dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya terlihat di pintu diskotik. Eksperimen menunjukkan, banyak warga yang berlatar belakang migran mendapat kesulitan mencari kerja atau apartemen untuk tempat tinggal.

Hamado Dipama juga mengalami hal itu, ketika ia mencari apartemen baru di München. Dihubungi lewat telepon, pemilik apartemen bertanya dari mana ia berasal. Ia menjawab: "Dari Burkina Faso". Yang dihubungi langsung menutup teleponnya. Dipama beberapa kali mencoba menghubungi, tapi telepon tidak diangkat.