1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dibunuh Oleh Polisi, Keluarga Korban Tuntut Keadilan

31 Agustus 2018

Gelombang pembunuhan ekstra yudisial yang dilakukan aparat kepolisian menjelang Asian Games berbuntut panjang. Salah satu keluarga korban tidak mempercayai keterangan polisi dan menuntut keadilan.

https://p.dw.com/p/345v6
Folter Asien Symbolbild
Foto: AFP/Getty Images

Kepolisian Indonesia mengklaim terpaksa menembak Dedy Sukma setelah tersangka pelaku pencurian kendaraan bermotor itu berusaha merebut senjata petugas. Dia termasuk korban pembunuhan ekstra yudisial yang dilakukan kepolisian dalam rangka pengamanan Asian Games 2018.

Namun keluarga Sukma tidak mempercayai BAP kepolisian dan berjuang mencari jawaban kenapa pria berusia 33 tahun itu ditembak mati di sebuah kawasan kumuh Jakarta. "Kenapa mereka harus membunuhnya? Mereka bertindak seakan-akan nyawa tidak berharga," kata seorang sanak keluarga yang menolak disebut namanya.

"Di Indonesia, orang kecil seperti kami tidak mendapat perlindungan hukum."

Baca Juga:Pembunuhan 11 Tersangka Kriminal Oleh Polisi Jelang Asian Games Dikecam 

Kantor berita Agence France-Presse (AFP) menyamarkan nama asli Dedy Sukma lantaran keluarganya mengkhawatirkan intimidasi karena melaporkan kasusnya ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia.

Hingga kini polisi telah membunuh lebih dari 30 tersangka pelaku kriminal kecil selama penggerebekan jelang Asian Games. "Angka yag mengejutkan ini mengungkap pola yang jelas bagaimana polisi menggunakan senjata api secara berlebihan," kata Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia. "Menyelenggarakan kejuaraan olahraga internasional tidak harus mengorbankan Hak Azasi Manusia."

Aparat berdalih pihaknya harus menembak pencuri atau begal bersenjata atau berusaha melarikan diri untuk menjaga agar atlet dan wisatawan internasional tidak menjadi korban tindak kriminal.

"Kami tidak ingin ini terjadi, terutama selama Asian Games di tengah perhatian dunia," kata Kapolri Tito Karnavian. "Jika, pada waktu penangkapan, tersangka melawan atau membahayakan petugas, tidak mungkin aparat hanya diam saja," imbuhnya

Baca Juga: Perintah "Tembak di Tempat" Jokowi Telan Puluhan Korban Jiwa 

Keluarga Sukma mengatakan korban berjalan pincang dengan kedua tangan diborgol usai ditangkap. Adalah hal mustahil ia mencoba merebut senjata petugas dalam kondisi seperti itu. Menurut polisi, penembakan terjadi ketika Sukma menghantar petugas menggerebek lokasi persembunyian sindikat curanmor.

Namun keluarga korban menepis laporan kepolisian. Jenazah Sukma, kata keluarga, dipenuhi bekas penganiayaan, termasuk bekas luka terbakar akibat sundutan rokok. "Apa benar dia ditembak (untuk membela diri) atau mereka sudah mengincarnya sejak lama?" tanya seorang anggota keluarga. "Ada empat petugas saat kejadian dan dia sendirian. Empat lawan satu."

Polisi akhirnya memberikan "uang santunan" untuk keluarga korban, namun ditolak. "Saya ingin keadilan, bukan uang," kata anggota keluarga tersebut.

rzn/yf (afp)