1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dewan HAM PBB Teliti Pelanggaran HAM di Iran

15 Februari 2010

Senin (15/02) Iran harus menjawab sejumlah pertanyaan Dewan HAM PBB di Jenewa. Negara-negara barat tampaknya akan mengkritik rezim di Teheran, sementara dukungan diperkirakan terutama dari negara Konferensi Islam OIC.

https://p.dw.com/p/M1Pg
Dewan HAM PBB di JenewaFoto: picture-alliance/ dpa

Sudah lama penelitian situasi hak asasi manusia di negara-negara anggota PBB tidak begitu disoroti seperti saat ini. Selama tiga jam, perwakilan dari Iran harus menjawab pertanyaan-pertanyaan menyangkut HAM di negaranya di Dewan HAM PBB di Jenewa. Duta besar Jerman Reinhard Schweppe hari Senin ini (15/02) akan menyampaikan butir-butir sebagai berikut: „Yang pertama adalah langkah-langkah Iran terhadap politisi oposisi dan masyarakat sipil. Dan juga tindakan brutal aparat keamanan pada berbagai aksi unjuk rasa, penangkapan semena-mena serta eksekusi hukuman mati. Pelanggaran HAM di Iran buruk karena menyentuh semua lapisan masyarakat."

Sebelum dengar pendapat itu, sejumlah negara telah merumuskan semua pertanyaan yang akan diajukan secara tertulis . Ceko dan Denmark ingin mengetahui, mengapa Iran tidak menandatangani perjanjian larangan penyiksaan PBB. Swedia bertanya apakah Iran telah memeriksa kasus-kasus penyiksaan pasca pemilihan presiden pada pertengahan tahun lalu. Kritik juga dilontarkan atas hukuman mati yang dijatuhkan, terutama terhadap warga di bawah umur. Selain itu celaan diutarakan atas hukuman rajam, amputasi dan hukum cambuk.

Yang mendasari diskusi pada Dewah HAM PBB adalah tiga laporan. Satu diajukan oleh pemerintah Iran dan dua lainnya dari Komisariat Tinggi HAM PBB. Yang terakhir berisikan hasil pengamatan pelapor-pelapor independen dan berbagai LSM.

Peranan AS yang baru saja menjadi anggota Dewan HAM tahun lalu, juga disoroti. Petugas kementrian luar negeri AS bagi HAM di Iran, John Limbert sebelumnya menegaskan bahwa perdebatan mengenai situasi HAM di Iran sulit dipisahkan dari isu program atomnya. Namun, acara tanya jawab ini bukan bertujuan memojokkan pemerintahan Iran. Tetapi Limbert melanjutkan, ia pesimis akan hasil acara tanya jawab ini: „Yang mencemaskan kami adalah, apakah upaya Dewan HAM PBB dan upaya penelitian negara-negara ini sungguh-sungguh dapat dipercaya, jujur dan berintegritas serta benar-benar mencerminkan keinginan warga Iran dan situasi mereka saat ini."

Dalam laporan yang diajukannya, Iran menegaskan bahwa Iran adalah negara demokrasi yang menaati hak asasi, khususnya bagi kaum perempuan atau hak-hak minoritas religius. Iran juga menggarisbawahi bahwa sejak revolusi Islam di negara itu jumlah warga buta aksara menurun dari separuh jumlah keseluruhan warga menjadi sekitar 15 persen penduduk.

Para pengamat memperkirakan bahwa pada penelitian hari Senin ini, Iran akan terutama didukung oleh negara-negara anggota Konferensi Islam OIC dan juga banyak negara berkembang. Pihak barat tampaknya harus tampil sendiri dengan kritiknya terhadap rezim di Teheran. Meskipun demikian, Reinhard Schweppe tidak berpendapat bahwa penelitian itu sama sekali tidak berguna: „Kami melihat bahwa sebenarnya semua negara, juga Iran, cukup peka terhadap kritik. Dan kami tidak melakukan hal ini hanya untuk bermain-main. Bila di sini kritik dilontarkan, maka dengan harapan bahwa kritik ini akan memicu perbaikan kondisi HAM di negara itu. Dan saya pikir, ini sama sekali bukan sesuatu yang naif."

Menjelang acara tanya jawab hari Senin ini (15/02), penerima hadiah Nobel perdamaian dari Iran, Shirin Ebadi melayangkan sebuah surat terbuka kepada Dewan HAM PBB. Dalam surat itu ia membeberkan pelanggaran-pelanggaran HAM di Iran dan mendesak PBB untuk menunjuk seorang pelapor khusus mengenai hal ini bagi Iran.

Pascal Lechler/Christa Saloh

Editor: Anggatira Gollmer