1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Desain Stasiun Cuaca Murah di Afrika

Laura Postma28 Februari 2013

Peneliti iklim kesulitan memonitor cuaca di Afrika karena minimnya jaringan observasi. Kini Universitas Delft di Belanda tengah mendesain jaringan stasiun cuaca murah untuk Afrika.

https://p.dw.com/p/17mft
Foto: Eeke Dekker

Universitas Teknologi Delft di Belanda dan Universitas Negeri Oregon di Amerika Serikat memulai proyek Trans African Hydro Meteorological Observatory (TAHMO) untuk membantu mendesain jaringan 20.000 stasiun cuaca di berbagai penjuru benua Afrika.

"Jumlah stasiun pengukuran di Afrika sangatlah terbatas," ujar profesor Nick van de Giesen, seorang insinyur dari Universitas Teknologi Delft, kepada DW.

Mengukur variabel cuaca seperti hujan tergolong sulit di Afrika karena kurangnya stasiun pengukuran, terangnya. Data yang dikumpulkan dapat membantu memahami iklim dan peluang pertanian benua Afrika serta aktivitas lainnya terkait air.

Sensor temperatur standar ini tidak bisa digunakan karena diselubungi sarang tawon - masalah umum di Afrika
Sensor temperatur standar ini tidak bisa digunakan karena diselubungi sarang tawon - masalah umum di AfrikaFoto: Jens Liebe

Sesuai kebutuhan Afrika

Proyek TAHMO tidak hanya bertujuan memasang sekitar 20 ribu stasiun cuaca di berbagai negara Afrika, tapi juga menggabungkan desain lokal dan teknologi. TAHMO turut melibatkan mahasiswa-mahasiswa Afrika melalui sebuah kompetisi untuk mendesain sensor hujan yang hemat biaya.

Mahasiswa Nigeria, Gboluwaga Olubunmi, yang tengah mengejar gelar master dalam bidang desain produk strategis di Universitas Teknologi Delft, mengatakan dirinya ingin mendesain sebuah alat yang dapat membantu seluruh benua Afrika.

"Kuncinya desain produk adalah menemukan kesamaan. Pasti ada kesamaan di antara beberapa kebudayaan dan itu yang harus menjadi dasar sebuah desain. Jangan terlalu didasarkan pada perbedaan," jelasnya. "Kalau anda memikirkan tipe atribut semacam ini, pasti tercermin dalam produk dan juga terlihat keunikan cuaca Afrika, lingkungan Afrika, hingga iklim dan bagaimana cara anda memasukkan itu semua ke dalam desain."

Profesor Nick van de Giesen menguji coba salah satu sensor di kantornya
Profesor Nick van de Giesen menguji coba salah satu sensor di kantornyaFoto: DW/L. Postma

Pengalaman bagi siswa

Profesor Van de Giesen mengajak mahasiswa seperti Olubunmi untuk mendesain sensor bagi elemen-elemen berbeda seperti hujan, debu, asap dan angin.

Olubunmi ingin membuat sensor hujan. "Saya rasa itu yang paling penting. Debu juga penting, tapi hujan sepertinya lebih penting," pikirnya.

Bagi van de Giesen, TAHMO juga berupaya melibatkan sekolah-sekolah di Afrika, agar para siswa dan guru bisa ikut serta.

"Apa yang saya tangkap dari siswa-siswa Afrika, terutama saat mereka berkunjung ke universitas, adalah mereka andal dalam matematika. Tapi kalau menyangkut hal-hal praktis seperti mengukur, benar-benar mengukur sesuatu di alam bebas, mereka tidak terlalu maju. Alasannya mudah, mereka tidak pernah berkesempatan untuk keluar kelas dan mengukur berbagai hal. Karena tidak ada alat untuk mengukur," ungkapnya.

Menyusun kurikulum berdasarkan pengukuran kondisi lingkungan dan memahami hubungan antara data dengan gambaran yang lebih besar dapat memberikan pengalaman praktis bagi siswa-siswa Afrika, tambah van de Giesen.