1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Demonstran di Mesir Optimis

4 Februari 2011

Setelah sembayang Jumat (04/01), kembali ratusan ribu orang berdemonstrasi di Lapangan Tahrir di pusat ibukota Mesir, Kairo, menuntut turunnya Presiden Hosni Mubarak. Sejauh ini ia belum bersedia mundur.

https://p.dw.com/p/10BAY
Seorang anak mengacungkan tanda "victori" di sebelah kendaraan militer (04/02)Foto: AP

Tampaknya gerakan demokrasi di Mesir berhasil menang. Jumat siang (04/02) demonstran di Lapangan Tahrir atau Lapangan Pembebasan tampak optimis. Dari berbagai penjuru orang terus berdatangan. Mereka menyanyikan lagu kebangsaan Mesir.

Mimpi buruk dua hari terakhir berupa lemparan batu, sekelompok orang dari rejim tua yang melakukan pemukulan sudah berakhir. Tiba-tiba kebebasan kembali dapat dirasakan seperti pada awal aksi protes. Orang merasa telah menang dan dengan tangan kanan mereka mengacungkan tanda "victory" atau kemenangan.

NO FLASH Revolution in Ägypten
Seorang pria yang lumpuh disusung sejumlah orang di Lapangan Tahrir pada hari yang disebut demonstran sebagai "hari turunnya Mubarak" (04/02)Foto: picture alliance/dpa

Sejumlah jenderal dilaporkan juga berada di tengah-tengah demonstran. Menteri Pertahanan Mohamed Hussein Tantawi hadir dengan mobil dinasnya ketika memeriksa keadaan di lapangan.

Seorang demonstran berkata, "Menteri Tantawi berbicara dengan orang-orang dan berusaha mengatakan, bahwa demonstrasi ini merugikan Mesir. Tetapi rakyat sudah memutuskan bahwa Mubarak harus pergi. Alternatif lain tidak akan kami terima." Seorang demonstran lainnya menekankan, ia tidak akan pergi dari lapangan itu sebelum Mubarak pergi. "Tolong Mubarak, kalau anda sayang negeri ini, pergilah dari sini," demikian diserukannya.

Spekulasi Turunnya Mubarak

Spekulasi tentang itulah yang sekarang marak bermunculan. Tampaknya di balik layar pemerintah AS mendesak agar Mubarak segera mengundurkan diri. Jika Mubarak setuju, pemerintahan transisi akan dipimpin Wakil Presiden Omar Suleiman. Sejauh ini spekulasi itu belum dibenarkan.

Ägypten Vizepräsident Omar Suleiman
Wapres Mesir Omar SuleimanFoto: picture-alliance/dpa

Pemerintah AS hanya mengutuk segala bentuk kekerasan, seperti diutarakan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton. "Kebebasan bermusyawarah dan kebebasan pers adalah tonggak utama masyarakat yang terbuka. Terutama di masa krisis pemerintah harus menunjukkan kesediaan menjamin hak asasi manusia yang universal."

Berdemonstrasi Bersama

Sekarang militer Mesir jelas membela gerakan oposisi. Reporter asing disambut dengan jabat tangan oleh tentara. Setelah pemeriksaan tas-tas dan kartu identitas, mereka dipersilahkan mengunjungi Lapangan Tahrir. Sejumlah demonstran yang membentuk tim penjagaan banyak yang menderita luka di kepala. Mereka berada di lapangan itu, ketika sejumlah orang pemerintah yang berbaju sipil dan menunggang kuda memukuli demonstran.

Jumat kemarin anggota masyarakat dari berbagai lapisan berada di lapangan tersebut. Mahasiswa dari universitas Al Azhar yang tidak jauh dari lapangan, juga keluarga dengan anak-anak mereka, ilmuwan, seniman serta warga miskin dari daerah pinggiran kota. Mereka mendukung pergerakan yang sedang berlangsung.

NO FLASH Revolution in Ägypten
Pemandangan di atas Lapangan Tahrir (04/02)Foto: picture alliance/dpa

Para pendukung Ikhwanul Muslimin atau Muslim Brotherhood juga tampak, tetapi tidak berperan besar dalam demonstrasi. Banyak orang melambaikan bendera di depan gedung Departemen Dalam Negeri, yang seperti halnya pemerintah, selama 30 tahun tidak mampu menjamin kehidupan layak bagi rakyat Mesir.

Presiden Hosni Mubarak sampai sekarang tidak bersedia mundur. Meskipun demikian, bagi orang-orang yang berkumpul di Lapangan Tahrir, Mubarak tinggal sejarah. Jumat kemarin, Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa juga hadir. Kantor pusat Liga Arab hanya 50 meter dari lapangan tersebut. Amr Moussa bergabung dengan demonstran, dan kehadirannya itu menunjukkan dukungan bagi perjuangan rakyat untuk demokrasi, tidak hanya di Mesir tetapi di seluruh dunia Arab.

Martin Durm / Marjory Linardy

Editor: Dyan Kostermans