1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiGlobal

IMF: Efek Negatif Imbas Invasi Rusia Rugikan Ekonomi Global

Srinivas Mazumdaru
20 April 2022

Efek negatif ekonomi akibat invasi Rusia ke Ukraina akan secara signifikan merugikan pertumbuhan global, kata IMF. Meningkatnya harga pangan dan bahan bakar memicu kemungkinan terjadinya kerusuhan di negara miskin.

https://p.dw.com/p/4A7no
Penjual sayuran di sebuah pasar di Kyiv pada Mei 2020
Terhentinya ekspor makanan dari Ukraina dan Rusia telah mengakibatkan melonjaknya harga dan memicu kekhawatiran keamanan pangan globalFoto: Photoshot/picture alliance

Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan krisis ekonomi yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina akan menyebabkan perlambatan signifikan dalam pertumbuhan global pada tahun 2022. Pernyataan tersebut dibuat dalam ringkasan laporan terbaru World Economic Outlook yang dirilis pada hari Selasa (19/04).

Ekonomi global saat ini diperkirakan tumbuh 3,6% pada 2022 dan 2023, atau menyusut 0,8% dari perkiraan Januari lalu.

IMF memperkirakan Rusia dan Ukraina akan mengalami kontraksi tajam tahun ini, yang juga berdampak pada lonjakan harga komoditas negara-negara di seluruh dunia. Laporan tersebut menunjukkan ekonomi Ukraina menyusut 35%, sementara PDB Rusia akan terkontraksi 8,5%.

"Dampak perang akan menyebar jauh dan luas, menambah tekanan harga, dan memperburuk tantangan kebijakan yang signifikan," tulis Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam sebuah posting blog, Selasa (19/04).

Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa diproyeksikan melambat dan turun 1,1 poin dibandingkan Januari tahun ini.

"Karena mereka adalah importir energi bersih, harga global yang lebih tinggi mewakili kejutan nilai tukar negatif bagi sebagian besar negara Eropa, yang berarti output yang lebih rendah dan inflasi yang lebih tinggi," kata IMF.

Lonjakan harga dan kerawanan pangan

Revisi laporan IMF muncul setelah penurunan proyeksi ekonomi serupa oleh Bank Dunia pada pekan lalu, berkaca dari perang di Ukraina, kekhawatiran inflasi, dan lockdown pandemi COVID-19 di Cina.

Perang telah memperburuk masalah inflasidan dampaknya terjadi lonjakan harga di negara seluruh dunia, terutama untuk makanan dan energi.

"Untuk tahun 2022, inflasi pada negara maju diproyeksikan sebesar 5,7% dan 8,7% pada negara berkembang," kata IMF, seraya menambahkan bahwa inflasi kemungkinan akan tetap tinggi lebih lama dari sebelumnya.

Inflasi yang tinggi dan persisten dapat mendorong bank sentral utama seperti Federal Reserve Amerika Serikat untuk mengambil tindakan yang lebih agresif demi memastikan stabilitas harga. Hal itu, pada gilirannya, kemungkinan akan meningkatkan biaya pinjaman di seluruh dunia, menghambat upaya pemulihan ekonomi, terutama di negara-negara berkembang yang berhutang.

Pandemi COVID-19 di Cina dan terhambatnya rantai pasokan

Konflik Ukraina juga "menambah tekanan ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi," kata IMF.

"Selain itu, lockdown baru-baru ini di pusat manufaktur dan perdagangan utama di Cina kemungkinan akan menambah gangguan pasokan di tempat lain."

Pada hari Senin (18/04), Cina melaporkan pertumbuhan PDB 4,8% untuk kuartal pertama, sebuah peningkatan moderat dari ekspansi 4% kuartal sebelumnya. Para ekonom mengatakan data April kemungkinan akan menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah untuk ekonomi terbesar kedua di dunia itu dibanding tiga bulan pertama tahun ini, karena penguncian COVID-19 yang berlarut-larut.

(ha/pkp)