1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Cyberstalking: Pengertian, Dampak, & Bantuan yang Dibutuhkan

15 Oktober 2022

Cyberstalking bisa menimpa siapa saja. Seperti apa dampak yang dialami korban cyberstalking? Pertolongan apa yang mereka butuhkan? Simak wawancara selengkapnya dengan psikolog Nerissa Wijaya.

https://p.dw.com/p/4I7HN
Foto ilustrasi korban cyberstalking
Foto: Thomas Trutschel/photothek/picture alliance

Perkembangan teknologi memengaruhi perilaku masyarakat. Jika zaman dulu ada istilah ‘mulutmu harimaumu', kini berubah menjadi ‘jarimu harimaumu'. Tidak sedikit pengguna internet yang memposting kata-kata hinaan, ujaran kebencian, vulgar, hoax, dan berita bohong yang merugikan orang lain.

Salah satu kasus yang paling sering ditemukan adalah cyberstalking. Jika dilihat secara harfiah, cyberstalking merupakan tindakan penguntitan di dunia maya untuk mendapatkan informasi pribadi, meneror, dan bahkan melecehkan seseorang. Meski tidak bersentuhan atau terjadi kontak fisik, cyberstalking bisa berdampak pada rasa tidak percaya diri, trauma, hingga gangguan kognitif.

Apa alasan di balik seseorang melakukan cyberstalking? Apa saja dampaknya bagi korban? Simak wawancara eksklusif DW Indonesia dengan Nerissa Wijaya, psikolog klinis berlisensi yang berpraktek di Karunya Family Care Center, Surabaya, dan juga memberikan layanan psikologis di aplikasi Bullyid.

DW: Apa sebenarnya yang dimaksud cyberstalking?

Nerissa Wijaya: Cyberstalking sendiri, kalau dari kata-katanya kan dia cyber berarti dilakukan secara online menggunakan teknologi. Sementara stalking berarti kan dia ada memata-matai. Nah, ketika ini dilakukan secara online otomatis bisa jadi seseorang atau korban tahu, bisa jadi juga enggak tahu. Seringnya kalau namanya stalking, seseorang enggak tahu bahwa dia sedang dicari-cari informasi pribadinya. Baru akan tahu setelah dia menemukan sendiri atau diberitahu.

Jadi, untuk cyberstalking memang definisi akurat yang disepakati bersama setahu saya belum ada. Sejauh ini masih menggunakan definisi yang sifatnya umum, yaitu tindakan memata-matai menggunakan teknologi berbagai macam medianya.

Nerissa Wijaya
Nerissa Wijaya, psikolog yang berbasis di Surabaya, Jawa TimurFoto: Hani Anggraini/DW

Jika seseorang menjadi korban cyberstalking, apa saja dampak yang dialaminya?

Jadi mulai dari insecure dulu, khawatir, dan dua hal ini memicu jadi cemas, bisa berkepanjangan, bisa mengganggu fungsi keseharian.

Ketika sudah mulai mengganggu fungsi keseharian, biasanya juga ada gejala penyerta, seperti depresi, menarik diri dari lingkungan sosial, karena merasa "siapa lagi nih yang bisa memata-matai aku?” "Aku ditinjau dari mana saja?” "Siapa saja yang sudah lihat itu?”

Akhirnya diri sendiri juga ada ketakutan yang berlebihan untuk berinteraksi sama orang lain, baik yang dikenal ataupun yang enggak dikenal. Ini untuk kasus yang sudah parah ya.

Jadi memang mungkin prosesnya terlihat simple kalau dari luar, tapi sebenarnya perjalanannya panjang dan kadang terjadi begitu cepat. Hingga akhirnya memicu begitu banyak konflik dalam diri sendiri.

Pertolongan seperti apa yang dibutuhkan korban cyberstalking?

Yang pertama pastinya psychological first aid dulu ya. Ketika memang kondisi korban lagi di dalam rasa takut ataupun dia merasa terancam, jadi penting untuk mereka juga diberikan layanan regulasi emosi. Ketika sudah bisa lebih tenang, baru memasuki area "apa selanjutnya?", yang praktis konkretnya seperti apa yang harus dilakukan?

Selain itu, panduan untuk korban yang pertama adalah harus menyadari dulu "oke, aku lagi dalam kondisi ini.” Lalu setelah disadari, kita akui. "Aku mengaku bahwa aku merasakan perasaan ini.”

Ada takut, ada marah, bingung, frustasi, jenuh, muak mungkin karena merasa "kenapa harus aku yang kena?”, "Kenapa harus … Apaan sih orang ini?”

Jadi itu disadari dan diakui dulu, setelah itu baru kita bergerak. Bergerak artinya act, do something. Bisa bercerita pada lingkungan terdekat yang dipercaya. Kalau bingung, silakan datang ke profesional. Setahu saya ada beberapa layanan yang tidak berbayar juga, jadi bisa digunakan dengan nyaman dan aman pastinya.

Mengapa seseorang melakukan cyberstalking? Apa alasannya?

Banyak banget faktornya, tapi yang paling umum biasanya karena juga mereka pernah mengalami. Ini yang paling sering ya. Maksudnya, bisa jadi di beberapa kasus mungkin enggak ada faktor ini, tapi yang paling umum sejauh ini saya temukan mereka pernah mengalami periode itu, jadi mereka membagikan pengalaman itu dengan melakukannya (cyberstalking).

Ada juga yang murni karena mereka enggak suka, jadi membatasi … tujuannya bukan iseng, tetapi membatasi kemampuan orang untuk berekspresi. Akhirnya dia (pelaku) enggak suka, ya sudah dibatasi dengan cara diberikan komentar-komentar untuk supaya berhenti perasaan-perasaan positif yang dia lihat itu. Selain itu mungkin ada faktor-faktor lain, entah faktor lingkungan sosial, faktor keluarga, faktor diri sendiri, itu juga bisa memengaruhi.

Jika Anda menderita ketegangan emosional yang serius, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Untuk layanan darurat di Indonesia, silakan hubungi 119 ext. 8 untuk layanan Kesehatan Jiwa (SEJIWA).

Wawancara untuk DW Indonesia dilakukan oleh Hani Anggraini dan telah diedit sesuai konteks.

(ha/vv/ap)