1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

COVID-19 Bayangi Pelaksanaan Olimpiade 2020 yang Bermasalah

23 Juli 2021

Penyelenggaraan Olimpiade paling bermasalah dalam sejarah modern akhirnya berlangsung di Tokyo, Jepang, pada Jumat (23/07), setelah sempat ditunda satu tahun karena pandemi COVID-19.

https://p.dw.com/p/3xu1K
Olimpiade 2020 Tokyo
Olimpiade 2020 dibuka di Tokyo, JepangFoto: Hannah Mckay/REUTERS

Delapan tahun setelah Tokyo merayakan kemenangan hak untuk menggelar Olimpiade, upacara pembukaan hari ini (23/07) akan berlangsung di tengah keadaan darurat COVID-19. Kekhawatiran terkait pertemuan global 11.000 atlet yang dapat memicu penyebaran infeksi corona mendorong pihak penyelenggara meminimalisasi risiko dengan jaket pengaman biosecure.

Tidak ada penonton baik domestik maupun luar negeri yang diizinkan menghadiri Olimpiade 2020. Atlet, staf pendukung, dan media diwajibkan tunduk pada protokol COVID-19 yang ketat, termasuk tes rutin dan pemeriksaan kesehatan setiap hari.

Perjalanan wisata dilarang, yang berarti sebagian besar atlet akan dicegah keluar dari gelanggang kompetisi mereka.

Jajak pendapat terbaru dari surat kabar Asahi Shimbun menemukan 55 persen responden menentang penyelenggaraan Olimpiade 2020 musim panas ini.

"Saya kehilangan minat sama sekali. Saya merasa tidak bisa menyambut Olimpiade dengan sepenuh hati dan saya tidak benar-benar merasakan kegembiraan di dalamnya," kata warga Tokyo, Seira Onuma kepada AFP.

Jauh dari kata "mudah"

Tidak lebih dari 1.000 pejabat menghadiri upacara pembukaan di Stadion Olimpiade pada pukul 8 malam waktu setempat. Kaisar Jepang Naruhito termasuk di antara para tamu VIP, bersama dengan segelintir pemimpin dunia dan tokoh senior seperti Ibu Negara AS Jill Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang negaranya akan menjadi tuan rumah Olimpiade 2024 di Paris.

Namun, sebagai tanda antipati terhadap Olimpiade 2020 beberapa sponsor utama seperti Toyota, Panasonic, Fujitsu dan NEC tidak akan mengirimkan pejabat eksekutif mereka ke upacara tersebut. "Kondisi ini berubah menjadi Olimpiade yang tidak bisa dipahami (dari publik) dengan berbagai cara," kata pejabat operasional Toyota, Jun Nagata.

Kaisar Jepang mengakui kesulitan menggelar Olimpiade di tengah kondisi pandemi dan menggambarkannya sebagai tugas yang sulit, dalam sambutannya kepada Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach.

Pernyataan Naruhito disampaikan ketika Tokyo mencatat 1.979 kasus infeksi pada Kamis (22/07).

Bach, yang selama berbulan-bulan menolak seruan untuk menunda atau membatalkan Olimpiade, menegaskan kompetisi olahraga internasional itu dapat dilaksanakan dengan aman. "Selama 15 bulan terakhir kami harus mengambil banyak keputusan dengan alasan yang sangat tidak pasti," kata Bach. "Kami memiliki keraguan setiap hari. Ada malam tanpa tidur."

"Kami akhirnya bisa melihat ujung terowongan yang gelap. Pembatalan tidak pernah menjadi pilihan bagi kami. IOC tidak pernah meninggalkan para atlet... kami melakukannya untuk para atlet," tambahnya.

Masalah sebelum Olimpiade 2020 resmi dibuka

Seorang sumber memperkirakan IOC akan kehilangan sekitar $ 1,5 miliar (Rp21,7 triliun) pendapatan penyiaran jika Olimpiade dibatalkan.

Selain itu, pemberitaan mengenai skandal korupsi selama proses penawaran hingga tuduhan plagiat desain logo Tokyo 2020 juga ramai dibicarakan.

Kontroversi terus membayangi penyelenggaraan Olimpiade, hingga pada Kamis (22/07) Direktur Upacara Pembukaan, Kentaro Kobayashi dipecat karena diketahui membuat lelucon tentang Holocaust dalam sebuah acara komedi tahun 1998.

ha/hp (AFP)