1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Blinken: Cina Bertindak 'Lebih Agresif di Luar Negeri'

3 Mei 2021

Amerika Serikat tidak berusaha "mengekang" Cina, ujar Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, tetapi memperingatkan Beijing atas tindakannya "yang semakin berlawanan". Cina dan Selandia Baru juga terlibat silang pendapat.

https://p.dw.com/p/3ssMG
Menlu AS Antony Blinken
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa Cina mencoba untuk bersaing secara tidak adil dan dengan cara yang "semakin berlawanan". Foto: Evan Vucci/AP/dpa/picture alliance

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengecam keras Cina pada Minggu (2/5) , dengan mengatakan bahwa Cina bertindak "lebih represif di dalam negeri dan lebih agresif di luar negeri." Blinken membuat pernyataan tersebut dalam wawancara "60 Minute" di CBS News.

Beijing mencoba bersaing 'secara tidak adil'

Ketika ditanya apakah AS sedang menuju konfrontasi militer dengan Beijing, Blinken berkata, "Sangat bertentangan dengan kepentingan baik Cina dan Amerika Serikat untuk, sampai ke titik itu, atau bahkan menuju ke arah itu."

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengidentifikasi persaingan dengan Cina sebagai salah satu tantangan kebijakan luar negeri terbesar mereka. 

Pemerintahan Biden mengatakan pada hari Jumat (30/4) bahwa Cina belum memenuhi janjinya untuk melindungi kekayaan intelektual Amerika dalam kesepakatan perdagangan AS-Cina "Tahap 1" yang ditandatangani tahun lalu.

Dalam wawancaranya, Blinken mengatakan AS memiliki "kekhawatiran yang nyata" tentang masalah tersebut. 

Dia mengatakan Cina mencoba untuk bersaing secara tidak adil dan dengan cara yang "semakin berlawanan".

"Tetapi kami jauh lebih efektif dan lebih kuat ketika kami menyatukan negara-negara yang berpikiran sama dan yang dirugikan bersama, untuk mengatakan kepada Beijing: 'Ini tidak bisa bertahan dan tidak akan bertahan,'" tambahnya.

AS akan terus mempertahankan kehadiran militer mereka di kawasan Indo-Pasifik, kata Blinken. Namun, dia membantah Washington berusaha "mengekang Cina."

Silang pendapat Selandia Baru dan Cina

Sementara itu, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan semakin sulit untuk mendamaikan perbedaan dengan Cina.

"Tidak akan luput dari perhatian siapa pun di sini bahwa ketika peran Cina di dunia tumbuh dan berubah, perbedaan antara sistem kami - dan kepentingan serta nilai-nilai yang membentuk sistem itu - menjadi semakin sulit untuk didamaikan," katanya saat berbicara di KTT Bisnis China di Auckland pada hari Senin. 

Jacinda Ardern
PM Selandia Baru Jacinda Ardern menekankan bahwa perbedaan dengan Cina tidak berarti berakibat buruk terhadap hubungan keduanyaFoto: Hagen Hopkins/Getty Images

Ardern juga menyampaikan bahwa beberapa negara Indo-Pasifik serta Eropa dan negara-negara lain menghadapi tantangan ini. Dia mengatakan Selandia Baru dan Cina "tidak dapat, dan tidak akan" menyetujui hal-hal tertentu, tetapi hal ini tidak perlu berakibat pada hubungan kedua negara. Cina adalah mitra dagang terbesar di Selandia Baru.

Cina menuduh aliansi Lima Mata (yang mencakup Selandia Baru, Australia, Inggris, Kanada, dan AS) bersekongkol melawan mereka dengan mengeluarkan pernyataan tentang Hong Kong dan perlakuan terhadap etnis Muslim Uyghur di Xinjiang.

Sementara, Menteri luar negeri Selandia Baru mengungkapkan kekhawatirannya tentang Lima Mata yang bergerak di luar tujuan kelompok tersebut, untuk berbagi intelijen. Selandia Baru mendapat tekanan dari sekutunya karena tidak berbicara dengan sikap yang lebih keras terkait Beijing.

Saat Ardern menyatakan solidaritasnya dengan negara lain atas masalah Cina, dia juga menjelaskan bahwa Selandia Baru akan memutuskan kebijakannya sendiri. "Saya sering ditanya di jalur mana kami berada - kami berada di jalur Selandia Baru," katanya.

Parlemen negara akan mengadakan mosi yang dapat menyatakan penindasan Cina terhadap Uighur sebagai tindakan genosida pada hari Selasa (4/5), meskipun mosi yang diajukan oleh oposisi bukan oleh pemerintah Ardern.

Sementara, Australia akan meninjau sewa 99 tahun pelabuhan komersial dan militer di Darwin kepada sebuah perusahaan Cina, menurut sebuah laporan di Sydney Morning Herald. Laporan itu muncul kurang dari dua minggu sejak Australia membatalkan dua kesepakatan Belt and Road kecil, yang memicu kemarahan Beijing. (pkp/hp)