1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cegah Manipulasi, Pejabat Komisi Pemilu Afghanistan Dipecat

21 Oktober 2009

Lebih dari separuh pejabat terpenting Komisi Independen Pemilu Afghanistan di daerah akan dipecat dan diganti. Ini merupakan upaya untuk mencegah terulangnya berbagai kecurangan dalam pemilu penentuan 7 November.

https://p.dw.com/p/KD3O
Seorang petugas dari Komisi Pemilu Afghanistan sedang menghitung suara yang masuk, 26 Agustus 2009Foto: AP

Sekretaris Jenderal Perserikatan bangsa Bangsa Ban Ki Moon menjelaskan dalam wawancara dengan jaringan penyiaran inggris BBC, "Seluruhnya terdapat 380 daerah pemilihan di seluruh pelosok Afghanistan. Kami akan mengganti para pejabat di lebih dari 200 wilayah yang dalam putaran pertama terlibat kecurangan atau tidak mengikuti panduan kerja yang tepat, untuk membuat pemilihan ini transparan dan terpercaya."

Ditambahkan oleh juru bicara misi PBB di Afghanistan, Aleem Siddique, penggantian itu juga didasarkan pada pengaduan dari para calon presiden serta lembaga-lembaga pemantau pemilihan. Bukan kebetulan, sebagian besar berasal dari wilayah yang hasil penghitungan suaranya dibatalkan karena terbukti penuh kecurangan dan kejanggalan. Pemecatan bahkan sudah berlangsung sebelum pengumuman hasil akhir pemilihan hari Selasa (20/10) yang memastikan akan diselenggarakannya Pemilu putaran dua.

Dijelaskan Aleem Siddique, putaran kedua akan diselenggarakan di 16 ribu TPS, berkurang jauh dibanding putaran pertama yang mencakup 25 ribu TPS. Itu karena lokasi pemungutan suara yang penuh kecurangan tempo hari, di putaran kedua tidak akan dibuka. Para pemilihnya dialihkan ke TPS lain. Calon presiden Abdullah-Abdullah yang merasa dicurangi di putaran pertama, menyatakan bahwa kubunya sudah merumuskan sejumlah rekomendasi dan persyaratan penyelenggaraan agar putaran dua terhindar dari kecurangan.

Sekjen PBB Ban Ki-Moon menegaskan, dalam putaran pertama lalu,, PBB tak pernah berusaha menutup-nutupi kecurangan dan melindungi pelakunya, sebagaimana dituduhkan Peter Galbraith, bekas wakil ketua misi PBB di Afghanistan yang dipecat. Ia menegaskan, sejak awal PBB menyuarakan maraknya kecurangan itu baik kepada pemerintah Afghanistan maupun kepada Dewan Kemanan PBB.

Kubu Presiden Hamid Karzai memang sudah bersedia menerima pengurangan suara oleh Komisi Pemilihan yang membuatnya terpaksa mengikuti pilpres putaran dua. Namun presiden yang dituding penuh korupsi dan kolusi itu menepiskan kemungkinan untuk melakukan proses hukum terhadap para pelakunya. Karena hampir seluruh kecurangan justru dilakukan oleh para pendukungnya. Yang jadi masalah sekarang adalah persiapan penyelenggaraan putaran kedua yang waktunya sangat pendek.

Dengan waktu yang begitu mepet, lembaga-lembaga penyelenggara dan pemantau Pemilu sangat kelabakan. Lokasi yang begitu tersebar, menjelang musim dingin dan dan faktor keamanan yang sangat rawan membuat persiapan Pemilu menjadi sangat rumit dan penuh tantangan. Uni Eropa menyebut mustahil bisa menggalang para petugas dalam jumlah yang memadai untuk melakukan pemantauan Pemilu. Sementara dalam urusan keamanan, Taliban merupakan ancaman besar yang sangat berbahaya. Saat putaran pertama tak berhasil mengacaukan sepenuhnya Pemilu, namun serangan-serangan Taliban di banyak lokasi berhasil menciutkan nyali penduduk, sehingga tidak ikut memilih. Seperti diungkap Richard Kemp, bekas panglima tentara Inggris di Afghanistan:

"Saya kira Taliban akan berusaha melancarkan serangan besar-besaran ke tempat-tempat pemungutan suara. Mereka juga berusaha melakukan hal itu di putaran pertama namun tidak terlalu berhasil. Jadi tentara internasional bersama tentara nasional Afghanistan harus mengerahkan segala yang bisa dilakukan untuk mencegah serangan-serangan itu."

Betapapun, kesepakatan semua pihak untuk menyelenggarakan putaran kedua pemilu Afghanistan, berarti hilangya sebuah penghalang penting bagi pemerintah Barack Obama dalam melancarkan kebijakan barunya di Afghanistan. Pemenang Nobel perdamaian ini dihadapkan pada dilema rumit, terkait permintaan panglima Amerika Serikat di Afghanistan mengenai penambahan 40 ribu serdadu tambahan. Obama yang sejak awal menempatkan penyelesaian Afghanistan sebagai prioritas kebijakan luar negerinya, tidak mungkin memenuhi permintaan itu jika pemerintah Afghanistan yang menjadi mitranya, tidak terpercaya dan lahir dari Pemilu curang.

GG/AS/afp/rtr