1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perang Lawan Lemak

Katrin Krieft
1 Mei 2021

Lemak dianggap penyebab berbagai penyakit. Jadi produk makanan juga ada yang dibuat dengan kadar lemak rendah. Tapi apa itu semua membuat orang tambah sehat?

https://p.dw.com/p/3sTps
gambar menunjukkan boneka kecil pria gemuk di atas tumpukan manisan
Gambar simbol obesitasFoto: Imago Images/Future Image/C. Hardt

Bahan pangan yang kadar lemaknya tinggi, baik sosis, mayones atau mentega menyebabkan sakit dan bertambahnya bobot tubuh. Bagi banyak orang, variasi makanan "light" atau berkadar lemak lebih rendah jadi alternatifnya. Tapi dari mana sebenarnya asal rasa takut kita atas lemak?

Sejarahnya mulai tahun 1948. Waktu itu, peneliti ingin mengungkap alasan kematian yang utama di AS, yaitu serangan jantung. Ketika itu, lebih dari 5.000 orang dari daerah Framingham ikut dalam studi pengamatan, yang saat itu jadi yang terbesar dalam sejarah kedokteran.

Sembilan tahun kemudian, timbul hasil pertama. Penyebab utama serangan jantung adalah tekanan darah tinggi, merokok dan bobot tubuh berlebihan!

Alasan bobot tubuh berlebih juga jelas bagi para peneliti. Yaitu: orang Amerika makan terlalu banyak dan terlalu berlemak!

Di Jerman situasinya serupa

Lemak dalam makanan ibaratnya jadi musuh yang harus dilawan – juga di Jerman. Karena di Jerman, yang situasi ekonominya sangat baik, juga ditemukan semakin banyak orang berbobot tubuh besar meninggal akibat serangan jantung. Kesimpulan bahwa lemak pada jantung jadi penyebab kematian segera diikuti berbagai tindakan. Industri makanan juga ikut memberikan reaksi. 

Rendah Lemak Berarti Sehat?

Di AS, "low fat" atau rendah kadar lemak bahkan jadi tema politik. Tahun 1980, Senator George McGovern menyerukan ditetapkannya tujuan diet nasional.

Untuk pertamakalinya dalam sejarah ditetapkan haluan mengonsumsi makanan yang sehat bagi rakyat AS.

Jangan sentuh lemak dan kolesterol yang berefek buruk! Demikian motonya. Segera setelahnya, gelombang olahraga aerobik mulai bermunculan. Orang memerangi kelebihan bobot tubuh dengan segala cara.

Tapi baik olah raga maupun produk-produk berkadar lemak rendah tidak bisa menurunkan bobot tubuh rata-rata orang AS dan Jerman. Sebaliknya. Terus meningkat!

Gaya diet Robert Atkins

Tapi dengan produk-produk "low fat" dan label bergambar jantung, organisasi masyarakat untuk kesehatan jantung di AS terus menjunjung mitos bahaya lemak. Hanya Robert Atkins yang menentang.

Ia mempropagandakan konsumsi makanan berlemak, dan bukan produk low fat yang kandungan gulanya tinggi. Diet ala Atkins juga mencakup daging, telur dan lobster. Mudah untuk diikuti, dan banyak orang suka.

Keraguan pertama terhadap produk "low fat"

Baru menjelang tahun 2000 muncul keraguan pertama, apakah mengkonsumsi makanan berkadar lemak rendah jadi jalan keluarnya. Banyak orang yang menghadapi masalah bobot tubuh yang berlebihan. Jadi mereka membeli produk "low fat." Tapi ternyata itu tidak menolong menurunkan berat tubuh.

2001, Institut Cochrane mulai meninjau kembali studi tentang makanan berkadar lemak rendah. Hasilnya: tidak ada petunjuk, bahwa makanan "low fat" bisa memperpanjang hidup!

Lima tahun setelah itu muncul bukti yang utama. Sebuah studi melibatkan 50.000 perempuan. Separuhnya mengkonsumsi makanan berkadar lemak rendah, separuhnya mengkonsumsi makanan biasa. Hasilnya, tidak ada tanda pengurangan jumlah serangan jantung dan stroke.

Lemak jahat dan lemak baik

Setelah 30 tahun, akhirnya kampanye tentang buruknya lemak berhenti. Setidaknya sebagian. Sejak saat itu dibedakan antara lemak yang jahat dan yang baik, yang dikandung dalam minyak nabati.

Jadi pedoman konsumsi makanan di AS hanya memperingatkan akan bahaya lemak jenuh dan kolesterol, yaitu lemak yang jahat. Tapi sejumlah studi sekarang sudah menunjukkan, bahwa kolesterol dalam makanan tidak punya pengaruh atas nilai-nilai dalam darah.

Kesimpulan dari para peneliti: Lebih dari 10 tahun, konsumsi makanan berkadar lemak rendah dianjurkan, walaupun tidak ada bukti bahwa itu menguntungkan kesehatan!

Tapi produk-produk berkadar lemak rendah tetap ada. Sementara produsennya semakin kehilangan argumentasi yang mendukung, mereka tetap mendorong tren "low fat." Ibaratnya seolah sapi yang memproduksi susu, juga berolahraga. (ml/yp)