1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cara Seniman-seniman Era Nazi Beradaptasi Pascaperang

Torsten Landsberg
1 September 2021

Sebuah pameran sejarah baru di Berlin menunjukkan karier seniman pascaperang yang menjadi bagian penting untuk kebudayaan Nazi.

https://p.dw.com/p/3zinu
Pahatan karya Adolf Wamper mengenang penambang batu bara
Pematung Adolf Wamper tidak mengubah gaya pahatannya dalam sebuah karya mengenang penambang batu bara tahun 1953 di GelsenkirchenFoto: Thomas Bruns/DHM

Nazi menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana propaganda. Pengertian kesenian bagi mereka cukup sempit dan hanya mempromosikan ideologi rasisme. Banyak seniman yang dilarang berkarya atau dianiaya, banyak juga yang kabur ke pengasingan.

Namun di sisi lain, ada karya seniman tertentu yang dianggap mempunyai nilai tinggi untuk para penguasa. Meski di fase akhir Perang Dunia II, beberapa seniman yang terpilih dianggap menjadi "orang yang diperlukan” bagi kebudayaan Nazi, membebaskan mereka dari wajib militer dan pekerjaan lainnya.

Patung perunggu karya Hans Breker
Memorial pada korban perang dan tirani: sebuah patung perunggu karya Hans Breker alias Hans van Breek (1964)Foto: Thomas Bruns/DHM

Sebuah daftar seniman dibuat pada tahun 1944 oleh Menteri Propaganda Joseph Goebbels atas perintah Adolf Hitler.

Museum Sejarah Jerman di Berlin menggunakan daftar seniman dengan bakat alami tersebut dijadikan sebagai pameran terbaru tentang para seniman kesayangan Nazi.

"Kontribusi visual mereka untuk ideologi Nazi cukup besar,” sebut Pimpinan Museum Sejarah Berlin, Raphael Gross, saat konferensi pers di Berlin. Dia menambahkan bahwa terlepas dari hubungan mereka dengan Nazi, seniman tersebut sebenarnya dapat berkarier setelah 1945.

Seperti yang disampaikan oleh kurator dan seniman sejarah, Wolfgang Braun, banyak yang percaya bahwa pembentukan Republik Federal Jerman jadi sebuah awal baru bagi kebijakan kebudayaan yang merupakan sebuah mitos yang harus diperbaiki.

Propaganda sebagai sebuah alat

Pameran para seniman dengan bakat alami yang bertemakan National Socialism's Favored Artists in The Federal Republic” berfokus pada 378 seniman visual yang ada di dalam daftar tersebut, dan semuanya laki-laki. Selain itu, ada juga arsitek, musisi, aktor, pembuat film, penulis novel atau naskah, daftar tersebut mendata sekitar 1000 orang.

Pameran tersebut secara eksplisit memajang karya para seniman pascaperang dunia kedua. Di awal berdirinya Republik Federal Jerman, mereka mendapatkan komisi dari negara, perusahaan, dan gereja, mereka juga menjadi profesor di akademi kesenian dan mengikuti kompetisi.

Beberapa kasus yang mencolok

Patung karya Willy Meller menjadi contohnya, mereka tidak hanya membuat patung yang berbeda untuk Stadion Olimpiade Berlin, tetapi juga menggunakan banyak ukiran elang kekaisaran selama era Nazi. Dia juga ditugaskan pada tahun 1952 untuk membuat elang federal di Palais Schaumburg di Bonn, kediaman resmi Kanselir Federal saat itu. Meller bahkan memahat karyanya untuk Aula Peringatan Oberhausen bagi para korban Nazi, yang dibuka pada tahun 1962.

Hans Breker, saudara dari pematung favorit Hitler, Arno Breker ditugaskan untuk membuat patung Karl Marx di Moskow dan sebuah memorial bagi para korban tirani Nazi di Wessel, Jerman Barat.

Pameran tersebut menjelaskan bagaimana para seniman ini beradaptasi dengan pandangan politik yang berbeda dan cara Jerman pascaperang menghindari hubungan mereka dengan Nazi.

Sekitar 300 patung, lukisan, penghias dinding, model, gambar, fotografi, film dan dokumen suara, poster dan berita media menunjukkan bagaimana jaringan itu berlanjut pascaperang, serta bagaimana seniman bakat alami saling mempromosikan karya sesamanya hingga tahun 1970an. Contohnya lewat komisi tanpa harus mendapat kritik publik atau diperdebatkan.

‘Die Frau Musica’ karya Hermann Kaspar
Terlepas dari kritik, Nuremberg Meistersingerhalle’s ‘Die Frau Musica’ karya Hermann KasparFoto: Eric Tschernow/DHM

Pameran "'Divinely Gifted: National Socialism's favored artists in the Federal Republic” dapat dikunjungi mulai dari 27 Agustus hingga 5 Desember 2021 di Museum Sejarah Jerman di Berlin.

(mh/ha)