1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

141009 Armut Weltbevölkerung

15 Oktober 2009

Sampai tahun 2050 penduduk dunia mencapai sembilan miliar jiwa, hampir tiga miliar lebih banyak daripada sekarang. Dapatkah kita menyediakan cukup pangan bagi seluruh penduduk dunia?

https://p.dw.com/p/K6m7
Badan PBB untuk Pangan (WFP) membagikan bahan makanan di KeniaFoto: WFP/Marcus Prior

Tahun 2008, jumlah orang yang menderita kelaparan masih di bawah satu miliar. Tapi tahun ini, jumlahnya bertambah 150 juta orang. Menurut laporan media, Juni tahun ini batas satu miliar tersebut sudah terlampaui. Upaya positif yang berhasil digagas sejumlah negara tak berhasil mengimbangi ledakan jumlah penduduk. Sebenarnya, produksi pangan sudah cukup untuk menjamin kebutuhan akan makanan sehat warga dunia, kata Benedikt Haerlin dari Yayasan Masa Depan untuk Pertanian. Haerlin ikut merumuskan laporan agraria dunia tahun 2008:

"Pertanyaan, apakah kita mampu memenuhi kebutuhan pangan dunia sebenarnya sudah terjawab. Kita memproduksi terlalu banyak, lebih banyak daripada yang diperlukan untuk seluruh warga dunia. Itupun belum memanfaatkan seluruh potensi yang ada. Terutama jika bicara mengenai pertanian kecil, upaya untuk melipatgandakan produksi bisa dilakukan dengan mudah."

Bisnis agraris lama dianak-tirikan. Pembangunan terutama dikaitkan dengan industrialisasi, ekspor dan pengembangan kota. Saat ini, separuh lebih penduduk dunia hidup di kawasan perkotaan. Tapi, produksi pangan tetap terfokus di kawasan pedesaan. Kini organisasi bantuan pembangunan internasional kembali fokus pada pembangunan daerah. Lembaga seperti Dana Moneter Internasinal (IMF) dan Bank Dunia kembali menyalurkan dana untuk mengembangkan kawasan pedesaan. Janice Jiggings dari Institut Internasinal untuk Lingkungan dan Pengembangan di London:

“Di satu pihak ada sekitar satu miliar penduduk dunia yang kelaparan karena mereka miskin dan tak mampu membeli bahan pangan. Di pihak lain ada satu miliar orang yang menderita obesitas - termasuk di negara berkembang. Ini membuktikan bahwa seluruh sistem agraris tidak seimbang. Di masa depan sistem ini tidak dapat menjamin pemenuhan pangan dunia. Kita harus mengubah seluruh sistem ini. Semakin banyak konsumen mulai menyadarinya - begitu juga para politisi."

Menggunakan pupuk kimia untuk mengembalikan kesuburan tanah gersang dan melipatgandakan produksi bukan solusi untuk mengatasi kekurangan pangan saat ini. Masalah lain yang muncul adalah habisnya hutan akibat pembalakan untuk menciptakan lahan pertanian monokultur. Selain itu pengolahan lahan secara industrial menghasilkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah tinggi. Benedikt Haerlin dari Yayasan Masa Depan untuk Pertanian.

"Pemahaman, bahwa karena jumlah penduduk bertambah maka produksi pangan juga harus ditingkatkan itu salah. Kita harus memproduksi dengan benar. Kita harus menyadari bahwa separuh dari produksi gandum dunia dimanfaatkan sebagai bahan pangan, separuhnya lagi digunakan sebagai pakan ternak, bahan bakar bio dan kebutuhan industri. Masalahnya bukan menghasilkan lebih banyak bahan pangan tapi bagaimana cara menjamin agar makanan tersedia di atas meja di mana dibutuhkan."

Pendapat sama diungkapkan Achim Steiner, kepala program lingkungan PBB. Tantangan terbesarnya adalah memanfaatkan sumber daya alam seefisien mungkin.

“Yang tidak diperhitungkan adalah walaupun kita menghadapi krisis pangan global, tapi di saat sama kita menyia-nyiakan 30 sampai 40 persen bahan pangan! Jumlah itu yang hilang saat produksi dan pemasaran makanan. Daripada membuka lahan pertanian baru untuk menjamin kebutuhan pangan di masa depan, seharusnya kita meninjau halaman rumah kita sendiri. Misalnya dengan menciptakan insentif untuk mengurangi produksi sampah."

Helle Jeppesen/Ziphora Robina
Editor: Dewi Gunawan-Ladener