1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

131009 Sumatra Erdbeben Katastrophenvorsorge

13 Oktober 2009

Sejumlah gedung sekolah dan rumah sakit di Padang hancur ketika terjadi gempa September lalu. Hal ini dapat dihindari jika antara lain menggunakan cara membangun yang lebih baik.

https://p.dw.com/p/K5J5
Bangunan gedung yang lebih kokoh diharapkan lebih tahan gempaFoto: AP

Dalam bencana gempa ada dua macam korban. Yang pertama adalah korban yang selamat dari reruntuhan dan perhatian bantuan tertuju pada mereka. Kelompok kedua adalah korban tewas di bawah puing-puing yang tidak terselamatkan. Kalangan organisasi bantuan semakin menyadari bahwa bantuan bencana tidak hanya sebatas pembagian bahan bantuan yang efisien, melainkan juga mencakup tindakan preventif guna menghindari jumlah besar korban tewas dan kerusakan.

Ketika terjadi bencana gempa di Padang bantuan bagi korban selamat dengan menyediakan tenda, selimut dan air minum berlangsung cukup baik. Demikian dikatakan organisasi bantuan internasional. Menurut Christine South dari Federasi Palang Merah Internasional di Jenewa, Swiss, pemerintah Indonesia hingga kini melakukan tugas baik. Christine South menuturkan, "dalam 24 hingga 36 jam setelah gempa sebanyak 220 tenaga sukarela dari Palang Merah Indonesia tiba atau sedang dalam perjalanan ke Padang. Mobilisasi cepat berfungsi karena tim penolong dipersiapkan dengan baik dan telah mendapat pelatihan yang dibutuhkan. Ini sangat mengesankan.“

Berbeda ketika Tsunami Desember 2004. Saat itu pemerintah Indonesia kelabakan mengirim bantuan ke lokasi bencana dan mengerahkan tim penolong. Seluruh dunia mengirimkan bantuan ke Indonesia. Dan berkat bantuan itu, hingga kini pemerintah Indonesia masih bekerja sama dengan organisasi kemanusian internasional untuk menyusun program bantuan darurat yang lebih baik. Christine Sotuh menambahkan, yang terpenting adalah mengalokasi bantuan dengan tepat dan untuk jangka waktu panjang. Menurutnya, dampak investasi jangka panjang pada Palang Merah Indonesia sudah nampak di bidang pendidikan, perlengkapan, transportasi dan penyimpanan bahan bantuan.

Namun hal itu saja tidak cukup. Kalangan pakar menekankan bahwa penyediaan bantuan bencana harus diiringi langkah untuk meminimalkan risiko akibat bencana. Misalnya dengan melakukan langkah-langkah preventif. Contohnya, di sekolah murid-murid diajarkan bagaimana harus berlaku jika terjadi gempa. Atau analisa risiko secara ilmiah. Reid Basher dari Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana PBB (ISDR) menerangkan yang lebih efektif adalah bangunan yang lebih tahan gempa. Reid Basher memaparkan, "menyedihkan sekali melihat gedung runtuh, padahal gedung-gedung itu bisa lebih kuat lagi jika menggunakan cara membangunan yang lain. Yaitu dengan membangun tembok yang lebih kokoh dan atapnya terpasang kuat di atas tembok. Pokoknya, jangan hanya menumpukkan batu. Karena, pasti akan runtuh ketika terjadi gempa kecilpun. Solusi ini sederhana sekali dan biayanya mungkin akan lebih mahal sedikit. Tapi sudah seharusnya menjadi tugas pemerintah untuk memberlakukan peraturan pembangunan.“

Sejumlah gedung umum di Padang dan sekitarnya hancur ketika terjadi gempa 30 September lalu. Sedikitnya 1000 sekolah rusak parah, demikian dilaporkan lembaga PBB Unicef. Pakar bencana Reid Basher menyebut gempa di Sumatra sebagai peringatan bagi pemerintah Indonesia. Namun ia yakin, dengan terjadinya bencana gempa maka kesadaran akan bahaya bencana dan tekanan untuk bertindak akan meningkat.

Claudia Witte / Andriani Nangoy

Editor: Hendra Pasuhuk