1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Burma & Laut Cina Selatan Jadi Isu Hangat di KTT ASEAN

18 November 2011

Kontroversi kepemimpinan Burma di ASEAN serta konflik Cina dengan negara-negara Asia Tenggara menjadi agenda penting dalam Konferensi Tingkat Tinggi Negara-Negara ASEAN hari Jumat (18/11/2011) di Bali.

https://p.dw.com/p/13CwN
Imbangi pengaruh Cina, Presiden Obama khusus datang ke KTT ASEANFoto: AP

Kehadiran Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam pertemuan itu memberi sinyal bahwa Paman Sam ingin menjalin kerjasama lebih erat dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Lalu lintas di Denpasar, Bali kacau sejak Kamis (17/11/2011) malam. Ratusan polisi memblokir jalan panjang yang akan dilalui Presiden Obama dari Bandara Ngurah Rai, menuju tempat konferensi.

Kehadiran Obama, adalah bagian dari diplomasi untuk mengimbangi dominasi Cina. Dalam konferensi muncul perdebatan mengenai strategi baru Amerika yang menempatkan pasukan di sepanjang pantai Australia untuk mengimbangi kekuatan negeri tirai bambu.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa menilai bahwa keputusan Amerika itu akan menimbulkan ketegangan dan ketidakpercayaan dari Cina, yang saat ini mulai bersedia membangun perundingan dengan negara-negara ASEAN, yang terlibat konflik wilayah di Laut Cina Selatan.Cina sendiri telah menyatakan penolakan atas intervensi Amerika dalam urusan konflik antar sesama negara Asia. Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai tuan rumah dalam pidato pembukaan juga mengingatkan bahwa ASEAN sudah menjalin kesepakatan awal dengan Cina.

Selama bertahun-tahun, tiga Negara anggota ASEAN yakni Vietnam, Filipina dan Malaysia bersengketa dengan Cina mengenai batas wilayah di kepulauan Spratly, di Laut Cina Selatan. Kawasan itu diduga kaya akan kandungan minyak dan gas bumi.

Selain konflik Laut Cina Selatan, konferensi juga diwarnai perdebatan mengenai kepemimpinan Burma. Sesuai kesepakatan ASEAN, Burma akan menjadi pemimpin ASEAN pada tahun 2014. Kesepakatan itu menuai kontroversi karena masalah pelanggaran hak asasi manusia yang masih terjadi di negara itu.

Setahun belakangan, Burma dipimpin oleh pemerintahan sipil yang mulai melakukan reformasi politik secara terbatas. Menteri Informasi Burma, Kyaw San mengatakan "Kami ingin menjadi sebuah negara demokratis dengan masyarakat terbuka yang memainkan peran politik di tingkat internasional"

Tapi pertanyaannya: seberapa jauh Burma telah berubah? Inilah penilaian Presiden Amerika Barack Obama, "Setelah tahun-tahun kegelapan, kini kita melihat sinar kemajuan dalam beberapa pekan terakhir. Presiden Thein Sein dan parlemen Burma telah mengambil langkah penting dalam menapaki reformasi. Dialog antara pemerintah dengan Aung San Suu Kyi telah dimulai, dan pemerintah telah melepaskan sejumlah tahanan politik. Larangan media juga telah mengendur dan aturan yang bisa membuka suasana politik telah disetujui. Semua itu adalah kemajuan penting yang pernah kita lihat selama bertahun-tahun terakhir"

Obama juga menyatakan bahwa bulan Desember ini, Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton akan berkunjung ke Burma. Inilah kunjungan pertama seorang pejabat Amerika ke negara itu selama 50 tahun terakhir.

Andy Budiman

Editor: Hendra Pasuhuk