1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

'Duel Maut' Debat Pilpres Perancis di TV

21 Maret 2017

Dalam perdebatan pilpres Perancis di televisi, kandidat sayap tengah Emmanuel Macron menuduh saingannya - Marine Le Pen dari sayap kanan, memutarbalikan kebenaran soal kebangkitan radikalisme Islam.

https://p.dw.com/p/2Zc3L
Frankreich Präsidentschaftswahlen TV Debatte
Foto: Reuters/P. Kovarik

Emmanuel Macron, mantan menteri ekonomi Perancis berusia 39 tahun, muncul bersama dengan pemimpin Barisan Nasional, Marine Le Pen dan tiga kandidat lainnya dalam acara debat di televisi. Mereka saling bersaing untuk dapat menggantikan presiden Perancis Francois Hollande dalam pemilihan presiden dua putaran pada bulan April dan Mei 2017.

Perdebatan langsung di televisi tersebut dengan cepat mengerucut membahas topik imigrasi, keamanan dan Islam, sehubungan dengan maraknya serangan teror di negara itu. Dalam perdebatan, calon presiden ekstrem kanan Perancis, Marine Le Pen menuding Macron  mendukung burkini, baju renang tertutup kaum Muslimah, yang pada musim panas lalu dilarang untuk dikenakan di beberapa kota-kota pesisir.

"Anda berbohong (kepada pemilih) dengan memelintir kebenaran," balas Macron, yang maju dalam pencalonan presiden sebagai calon independen. Dia menunding Le Pen yang anti-imigran mencoba untuk memecah belah Perancis berdasarkan busana, dimana pemimpin Barisan Nasional itu ingin melarang burkini sepenuhnya. Namun Le Pen bersikeras, bahwa burkini adalah contoh dari "kebangkitan Islam radikal di negara kita."

Le Pen: Saya tak akan jadi wakil Kanselir Merkel

Pemimpin sayap kanan Le Pen telah bersumpah untuk membawa Perancis keluar dari zona Euro dan mengadakan referendum soal keanggotaan Perancis di Uni Eropa, dengan mengatakan dia tidak ingin menjadi "wakil kanselir  untuk Angela Merkel".  Le Pen dengan itu menuduh pemimpin Jerman mendikte kebijakan politiknya ke seluruh Eropa.

Dalam perdebatan di televisi, Le Pen berulang kali tersudutkan terkait program-programnya, yang oleh para saingannya disebut akan menyebabkan "kekacauan ekonomi dan sosial". Ketika ditanyakan soal migrasi, ia menjawab: "Saya ingin mengakhiri imigrasi, itu jelas," tandasnya seraya mengeluh bahwa situasi keamanan di Perancis sudah sangat eksplosif.

Debat yang digelar di televisi hari Senin (20/03) kemarin itu merupakan pertemuan langsung pertama kalinya antara Le Pen dan Macron dalam sebuah forum publik.

French presidential candidates face off in first TV debate – Correspondent Jake Ciganiero

Fenomena Brexit dan Trump

Selama berminggu-minggu, kedua kandidat tersebut bersaing ketat dalam jajak pendapat untuk memenangkan putaran pertama pemungutan suara pada tanggal 23 April.

Para analis memprediksi, Le Pen mungkin akan masuk dalam putaran kedua, tapi memiliki sedikit kesempatan untuk memenangkan putaran kedua pada bulan Mei. Setelah fenomena Brexit dan pemilihan Presiden AS dengan kemenangan Donald Trump, beberapa akademisi ingin menyingkirkan peluang kemenangan Le Pen.

Selain Le Pen dan Macron, dalam pemilu Perancis kali ini ikut bersaing kandidat dari kubu sosialis. Benoit Hamon, politisi sayap kiri yang skeptis Euro, Jean-Luc Melenchon dan tokoh konservatif, Francois Fillon.

Beberapa bulan yang lalu, Fillon dianggap sebagai kandidat favorit setelah mengalahkan mantan presiden Nicolas Sarkozy dalam pemilihan di dalam Partai Republik.

Namun popularitasnya melorot, setelah penyelidikan mengungkapkan bukti bahwa dia membayar istrinya dengan gaji besar sebagai asisten di parlemen dengan hanya melakukan pekerjaan alakadarnya. Sejak temuan terungkap, Fillon harus setengah mati berjuang untuk menempa lagi hubungannya dengan para pemilih.

Fillon, yang merupakan mantan perdana menteri Perancis  juga mengritik Angela Merkel, dengan mengatakan kebijakan soal pengungsi Kanselir Jerman merupakan kebijakan yang buruk dan sekarang bahkan dikritik oleh sekutu-sekutunya sendiri di Jerman.

Partai tradisional telah gagal?

Macron, yang maju sebagai calon independen, bersikeras bahwa dia "bukan bagian dari kemapanan",  meskipun dia yang paling Europhile (pengagum kultur Eropa dan pendukung politik Uni Eropa) dari semua kandidat.

"Selama beberapa dekade, partai-partai tradisional telah gagal untuk memecahkan beragam massalah aktual, dan ke depan, mereka tidak akan mampu melakukannya dengan lebih baik," tambahnya.

Dalam beberapa menit siaran di televisi, jajak pendapat menunjukkan bahwa Macron dilihat oleh pemirsa sebagai yang paling meyakinkan dari lima kandidat. Meski demikian, menjelang usai debat, Le Pen sempat meledek Macron dengan mengatakan: "Benar-benar kosong. Saya ingin agar orang-orang memperhatikan, setiap kali Anda bicara...cuma sedikit ini, sedikit itu, tapi tak bisa memutuskan apa-apa."

ap/as(afp/rtr)