1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Braindrain Ekonomi Jerman

2 Juli 2008

Jerman kekurangan tenaga ahli. Banyak akademisi dan pakar muda meninggalkan Jerman untuk mengadu nasib di negara lain. Pelarian kaum terdidik ini dikenal sebagai brain drain.

https://p.dw.com/p/EUTN
Tenaga medis di Jerman hadapi jam kerja tak menentu dan gaji minimFoto: dpa

Sebuah studi yang digagas Kementerian Ekonomi Jerman menunjukkan bahwa 84 persen dari warga yang beremigrasi atau meninggalkan Jerman adalah akademisi, terutama mereka yang suskes di bidangnya masing-masing. Tren ini tidak dapat dibalikkan lagi, kata Sekretaris Negara Urusan Ekonomi Jerman Walter Otremba:

"Tentu saja kami senang bila tenaga ahli, pakar dan periset muda mencari pengalaman di luar negeri. Itu penting bagi riwayat hidup tenaga profesional. Yang kami inginkan adalah bahwa mereka kembali lagi ke Jerman setelah mendapat pengalaman di luar."

Namun, ini jarang terjadi. Jumlah manejer papan atas dan akademisi yang meninggalkan Jerman jauh lebih tinggi dibandingkan tenaga terlatih yang berimigrasi ke Jerman. Rita Ulrich, pakar Kementerian Ekonomi Jerman menyatakan:

"Orang-orang terbaik kami meninggalkan Jerman. Dan saya tidak bermaksud melecehkan, tapi sebagian besar warga asing yang ingin berimigrasi ke Jerman tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan."

Pekerjaan yang menarik, gaji tinggi serta pajak yang rendah mendorong tenaga ahli Jerman untuk mencari kerja di luar. Terutama kalangan akademisi mengeluhkan situasi pasar kerja yang buruk serta tingginya pajak pendapatan Jerman. Seperlima dari warga Jerman yang beremigrasi adalah pakar bidang matematika, informatika, ilmu pasti atau teknik. Menurut Sekretaris Negara Urusan Ekonomi Otremba, di sini negara berpeluang mengantisipasi brain drain di Jerman:

"Misalnya dengan mengurangi pajak pendapatan bagi pakar muda. Selain itu, meningkatkan otonomi perguruan tinggi Jerman, tapi ini tanggung jawab masing-masing negara bagian. Kami akan berupaya untuk melakukan perbaikan di sini."

Hörsaal an der Karlsruher Uni
Foto: picture alliance/dpa

Bila perguruan tinggi Jerman lebih bebas dalam mengucurkan dana bagi riset atau merekrut akademisi, mungkin saja para ahli Jerman berpikir dua kali sebelum meninggalkan tanah airnya. Otremba juga mendesak agar gaji pegawai negeri dinaikkan:

"Kami bahkan tidak bisa mendapat ahli IT untuk bekerja di sektor publik. Gaji yang ditawarkan sektor publik terlalu rendah."

Studi yang diluncurkan Kementerian Ekonomi Jerman menunjukkan bahwa banyak tenaga ahli merasa birokrasi di Jerman terlalu mencekik. Selain itu, hierarki atau jenjang kekuasaan di tempat kerja juga menyulitkan tenaga ahli muda untuk berkarir. Kembali Sekretaris Negara Urusan Ekonomi Walter Otremba:

"Misalnya di bidang medis. Banyak dokter yang tidak puas dengan struktur yang ada. Sistem hierarki yang masih berlaku di sebagian klinik misalnya yang masih didominasi dokter-dokter senior. Dari laporan yang kami terima, sistem ini tidak ada di negara lain."

Gaji yang lebih tinggi serta peluang untuk berkarir tak merupakan motif utama tenaga ahli Jerman yang beremigrasi. Terutama para akademisi memikirkan perspektif jangka panjang bila mereka meninggalkan Jerman.

"Bagaiman tren jangka panjang kependudukan Jerman? Beban dan tanggung jawab apa saja yang harus dipikul generasi berikutnya? Apakah dana tunjangan masa tua yang dibayarkan sekarang seimbang dengan dana pensiun yang nanti diterima? Banyak yang akan berpikir lagi, terutama para pakar dan ahli muda. Mungkin negara lain lebih menarik karena didukung lapisan masyarakat yang lebih muda. Karena itu, kita harus mencari solusi jangka panjang."

Hanya bila kalangan politik, ekonomi dan sains bekerja sama maka Jerman berpeluang untuk membalikkan tren brain drain atau pelarian kaum terdidiknya. Mungkin dalam hal ini Jerman perlu mencontoh Amerika yang sampai saat ini adalah negara tujuan utama tenaga ahli dan akademisi dari seluruh dunia.(zer)