1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

BPN Mulai Retak, Pemerintah Peringatkan Ancaman "Makar"

10 Mei 2019

Kisruh antara Kivlan Zen dengan Partai Demokrat kian menyudutkan barisan pendukung Prabowo Subianto. Sementara itu pemerintah kembali memperingatkan dugaan "makar" di balik gerakan People Power yang digalang BPN.

https://p.dw.com/p/3IHkb
Indonesischer Präsidentschaftskandidat Prabowo Subianto
Foto: picture-alliance/AA/E. S. Toyudho

Pendukung Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berdemonstrasi di Jakarta menuntut agar Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum memastikan proses penghitungan suara berjalan adil. Sebanyak ratusan massa yang dikawal mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Kivlan Zen di Jakarta berhadapan dengan ribuan personil Brigade Mobil yang sudah disiagakan.

Para demonstran meyakini proses penghitungan suara oleh KPU tidak lagi bisa dipercaya. "Kami ingin agar lembaga ini melakukan tugasnya seadil-adilnya," kata Tita Hutagalung, seorang demonstran di depan gedung Bawaslu. Polisi menyiagakan sekitar 10.000 personil keamanan untuk menjaga jalannya aksi demonstrasi.

Baca juga: Pemilu Menggunakan E-voting Mudahkan Pemilih Maupun Petugas KPPS

Tujuan aksi yang digelar pendukung Prabowo antara lain adalah buat menuntut penyelenggara pemilu mendiskualifikasi pasangan calon Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.

Menurut Situng KPU dari data sekitar 75% TPS yang sudah masuk, pasangan nomor urut 01 saat ini memimpin perolehan suara dengan angka 56,2% atau sekitar 64.662.753 suara. Adapun Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno mendapat 50.402.780 suara atau sekitar 43,8%. Perbedaan suara antara kedua paslon cukup tinggi, yakni 14,2 juta suara.

Awal pekan ini Prabowo kembali menegaskan tuntutannya agar hasil penghitungan surat suara diaudit secara independen dan terbuka. Namun dia mengaku pesimis akan mendapat keadilan. "Kali ini saya tidak akan menerima hasil yang penuh kecurangan," kata dia di hadapan jurnalis dan diplomat asing.

"Keinginan 267 juta penduduk Indonesia sedang dilanggar dan dipisahkan. Karena itulah, kita tengah berusaha untuk menegakkan demokrasi di Indonesia menjadi demokrasi yang benar, yang jujur, untuk mengubah sebuah sistem menjadi lebih baik ke depannya," kata dia.

Baca juga: Analisa Dr. Michael Buehler: Perda Syariah Akan Makin Banyak, HAM Tak Diprioritaskan dan Nasib LGBT Tidak Terlalu Baik

Prabowo mulai kehabisan waktu. Barisan pendukungnya saat ini sedang diliput perpecahan, misalnya antara Partai Demokrat dan Kivlan Zen. Bekas perwira yang pernah terlibat dalam peristiwa Mampenduma bersama Prabowo itu melontarkan kecaman pedas kepada bekas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kisruh berawal ketika Wakil Sekretaris Jendral Demokrat Andi Arief menyebut keberadaan "setan gundul" yang memberikan informasi sesat ihwal kemenangan Prabowo. Kivlan lalu membalas dengan melancarkan serangan balik yang tak kalah tajam. "Susilo Bambang Yudhoyono nggak jelas kelaminnya," kata dia kepada awak media. "Dia mau mencopot Prabowo supaya jangan menjadi calon presiden dengan gayanya segala macam."

Buntutnya Wakil Sekjend Gerindra, Arief Puyono, secara terang-terangan mengusir Partai Demokrat dari koalisi Prabowo-Sandi. Menurutnya keberadaan Demokrat di dalam Koalisi Adil Makmur selama ini justru bersifat merugikan. "Monggo keluar saja deh, wong nggak ada pengaruhnya menghasilkan suara Prabowo-Sandi kok selama ini. Malah menurunkan suara lho," kata dia kepada Detikcom.

Sementara itu pemerintah masih aktif membangun narasi "makar" terkait pengerahan massa people power yang berulangkali didengungkan koalisi Prabowo-Sandiaga. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu misalnya mengatakan jika gerakan tersebut "dipaksakan, maka artinya makar," kata dia kepada media.

Baca juga: Besarnya Dana Kampanye Selaraskah dengan Hasil Suara Yang Diraup?

Bahkan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, Teddy Lhaksamana, menghadap ke Komite I DPR awal pekan silam buat melaporkan gerakan pendukung Prabowo. "Saat ini terus dibangun isu soal kecurangan dan ajakan kepung KPU di tanggal 22 Mei 2019. BIN terus mendeteksi dan mencegah potensi ancaman tersebut," kata dia seperti dilansir Tribun News.

Tidak jelas bagaimana BIN berencana mencegah meluasnya gerakan massa pendukung Prabowo. "Jangan salahkan rakyat kalau mereka menuntut kebenaran," kata bekas perwira TNI, Rihananto Baroto yang ikut berdemonstrasi di depan gedung Bawaslu, di Jakarta. "Tidak ada yang bisa menghadang people power, bahkan militerpun tidak akan mampu mencegah amarah rakyat," kata dia.

rzn/ap (rtr,ap, detikcom, tribunnews, kompas)